Ilham menuturkan, setidaknya ada tiga hal terkait dengan kopi Banyuwangi. Kopi rakyat di Banyuwangi sebagian besar merupakan tanaman tua yang ditanam nenek moyang. Sehingga perlu diremajakan dengan menanam kopi klon baru yang lebih produktif.
Kedua, budi daya kopi rakyat masih dikelola secara sederhana dari on farm dan off farm-nya. Dari sisi on farm, budi daya kopi sebagaimana budi daya pertanian lainnya secara umum terdampak oleh perubahan iklim.Â
Ketiga, brand image kopi robusta Banyuwangi belum sekuat kopi-kopi Nusantara lainnya karena belum memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG).
"Oleh karena itu, selama dua tahun terakhir ini di samping peningkatan kualitas on farm, pada sisi off farm kami fokus pada proses standardisasi sertifikasi kopi robusta Banyuwangi. Semoga tahun depan 2024 sudah terbit sertifikat IG kopi tersebut," ujarnya.
Proroses identifikasi, standardisasi, dan sertifikasi IG kopi dilakukan menggandeng para ahli dari Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) Indonesia yang berkantor di Jember.
Ilham menyebut, Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten penghasil kopi yang cukup penting di Provinsi Jatim. Pada tahun 2022 tercatat luas pertanaman kopi rakyat di Banyuwangi mencapai 9.778 Ha.Â
Secara umum ada tiga jenis kopi yang ditanam di wilayah Banyuwangi, yakni kopi jenis Robusta, Arabika, dan sebagian kopi jenis golongan Exelsa.Â
"Banyuwangi merupakan salah satu lumbung penting kopi Robusta di Jawa Timur. Pengembangan agribisnis komoditas kopi jenis Robusta di Banyuwangi masih cukup terbuka, baik melalui program perluasan, intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas, maupun perbaikan mutu dan pengembangan industri hilir," kata dia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H