Sesuai resolusi saya di tahun 2022 ini, saya akan mencoba menyisihkan waktu saya untuk menuliskan kembali pengalaman saya dahulu ketika aktif sebagai fasilitator/pendamping masyarakat di salah satu NGO (Non-Governmental Organization)/Lembaga Swadaya Masyarakat.
Di awal saya terjun di dunia NGO, saya bersama tim (Bhakti Utama dan Bhakti Wira) ditugaskan sebagai Konsultan Pemberdayaan Masyarakat oleh LSM Bina Swadaya mendampingi dan melatih para petani PIR Trans Kelapa Sawit yang akan menjadi Plasma dari PT Tania Selatan. Area dampingan saya di beberapa wilayah perkebunan Plasma di Kebun Aek Tarum, Belida, dan Bambu Kuning.Â
Ada ratusan petani dan puluhan kelompok tani yang kami latih. Pelatihan itu menggunakan pendekatan andragogy, dan sesuai prinsip yang diajarkan kepada kami, maka teknik fasilitasi kami menekankan "melatih tanpa banyak bicara",Â
dan karena sasaran kami adalah masyarakat petani transmigrasi dan pelatihan pun sangat sederhana menggunakan kelas-kelas SD yang sedang libur, balai desa, gudang KUD, dan bahkan di tanah lapang di bawah kerindangan pohon.Â
Tidak menggunakan peralatan canggih seperti sekarang ini, melainkan media poster dan banyak menggunakan penyadaran dengan permainan dan pembahasan hikmah dari permainan tersebut kedalam dunia nyata dan dalam kehidupan mereka nantinya.
Di awal-awal pengembangan kelompok tani, maka pelatihan kami fokuskan pada upaya penyadaran diri dari setiap anggota petani sawit untuk dapat berkelompok dengan "benar". Salah satu media yang kami gunakan untuk menegakkan aturan dan sanksi di kelompok bagi yang melanggar adalah dengan media permainan "Raja dan Penjara".Â
Pada awal permainan itu, baik pelatih/pendamping (kami) maupun anggota kelompok (pelatihan pararel beberapa kelas dalam satu gelombang) menyepakati aturan main, yakni dalam permainan Raja dan Penjara, akan ada yang berperan sebagai Raja, dan ada yang berperan sebagai Warga Masyarakat.Â
Pada setiap putaran, harus disepakati bahwa Raja ditunjuk secara partisipatif dan aklamasi oleh Warga/rakyat. Posisi dia di tengah dan warga akan mengelilinginya.Â
Raja tugasnya menyebutkan nama warga, dengan cara menyebut namanya sendiri dan salah satu warga yang dipanggil namanya harus siap menjawab dan kemudian menyebut namanya sendiri dan memanggil nama warga yang lain, dan atau kembali menyampaikan ke Raja.Â
Setiap yang tidak siap dipanggil namanya, baik Raja itu sendiri maupun warga akan mendapat hukuman, yakni dikeluarkan dari lingkaran dan masuk penjara.
Pada saat permainan ini dimainkan, banyak sekali dari warga yang tidak siap, pun demikian Raja kadang juga tidak siap, tidak konsentrasi atas panggilan warganya. Raja yang salah dan tidak siap pasti dihukum, dan harus legowo untuk lengser. Selanjutnya warga akan memilih di antara mereka menjadi Raja menggantikan Raja yang masuk penjara.Â
Penjara di sini hanya kiasan..tapi intisari dari permainan ini adalah bahwa baik Raja maupun warga harus siap diberi tugas, siap namanya dipanggil, tidak ada perbedaan penerapan hukuman baik bagi Raja maupun bagi warga. Siapa pun yang bersalah, yang tidak memperhatikan ketika diberi tugas dan dipanggil namanya maka akan masuk penjara.
Permainan ini kami gunakan untuk penyadaran kepada para petani, bahwa mereka akan berorganisasi dan berkelompok, akan membangun Koperasi PIR BUN Kelapa Sawit yang maju dan modern.Â
Kekuatan kelompok dan Koperasi itu ada pada fondasi rel yang dipahami bersama, pada aturan-aturan yang telah disepakati dan ditegakkan, tanpa memandang apakah itu anggota petani maupun Pengurus Kelompok dan Pengurus KUD PIR BUN yang notabene adalah juga petani yang dipilih di antara mereka sendiri.Â
Siapa yang berhak jadi pengurus atau pemimpin di antara mereka juga disepakati yang memiliki kualifikasi bijaksana, terampil, mau bekerja, dan siap mentaati aturan bersama. Pengurus ini juga bisa diganti jika melanggar.Â
Tapi pada akhir pelatihan selalu kami tekankan bahwa: Kelompok dan Koperasi yang baik itu bukan karena banyaknya atau seringnya anggota dan Pengurus yang melanggar aturan, bukan seringnya gonta ganti pengurus karena setiap dipilih pengurus tidak siap bekerja dan tidak konsentrasi serta melanggar.
Permainan Raja dan Penjara ini sangat berkesan dan sebagai pendamping, kami juga menyampaikan bahwa selama pendampingan kami, sama dengan dalam permainan yang kami terlibat di dalamnya, maka jika kami bersalah, kami juga siap ditegur, siap diingatkan.Â
Sikap egaliter seorang pendamping/fasilitator itu untuk mengikis elitisme yang kadang menghinggapi fasilitator/pendamping yang merasa lebih berpendidikan dari masyarakat yang didampingi, Â dan sikap yagn jelas dalam fasilitasi/pendampingan di masyarakat harus konsisten ditegakkan, baik di dalam masyarakat, di antara leader/pengurus lembaga masyarakat, maupun..bahkan..di kalangan para fasiltitator/pendampingnya,
Demikian sekelumit sharing pengalaman saya sebagai fasilitator/pendamping masyarakat.
Semoga bermanfaat..
 Salam pemberdayaan.
Chamiyatus Sidqiyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H