Menimbang kebijakan new normal
Rencana kebikakan pemerintah menerapkan new normal ditengah pandemi Covod-19 menimbulkan prokontra di kalangan publik. Pasalnya pemerintah seakan-akan telah kelabakan mengatasi masalah sosioekonomi ditengah-tengah masyarakat atas kebikakan work from home.Â
Banyak pemberitaan tentang pemutusan hubungan kerja para karyawan oleh perusahan, begitu juga para usaha kecil menengah dan pedangan kaki lima yang gulung tikar karena sepinya pelanggan. Bantuan sosial dan bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah pusat maupun daerah tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari. Selain daripada itu, menipisnya anggaran pemerintah untuk terus memberikan suntikan dana pada masyarakat akibat terkena dampak pandemi Covid-19.
Masyarakat yang sudah merasa bosan berdiam diri di rumah tentunya memberikan angin segar kebijakan ini untuk beraktivitas kembali. Begitu juga tulang punggung keluarga yang ingin segera dapat mencari nafkah untuk menyambung penghidupan anak dan istrinya. Pelaku bisnis merespon positif dengan kebijakan ini agar pertumbuhan ekonomi kembali naik dan mencegah krisis ekonomi. Masyarakat tentunya khawatir jika keluar rumah takut terkena Covid-19.
Penerapan new normal yang hanya dilakukan dengan melakukan pembukaan mall ditentang oleh sejumlah tokoh. Jika pemerintah ingin mengedepankan ekonomi, justru yang pertama dibuka pasar dan padagang kaki lima yang langsung terdampak karena termasuÄ· masyarakat rentan miskin.Â
Tenaga medis menyayangkan rencana pemerintah memutuskan kebijakan new normal. Pasalnya kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia masih naik terus dan belum ada tanda-tanda penurunan kasus. Perlakuan pembatasan sosial berskala besar dirasa kurang maksimal, terlebih adanya kebijakan pelonggaran peraturan tersebut.Â
Ormas Islam Muhammadiyah menolak tegas kebijakan tersebut, apalagi berdamai dengan Covid-19. Muhammadiyah terus berusaha untuk tetep berada di garis depan penanganan Covid-19. IDAI melalui ketuanya dr. Arman B Pulungan, Sp.A juga tidak setuju penerapan new normal yang dianggap terlalu dini. Beliau menyarankan agar pembukaan kembali sekolah ketika kasus sudah mengalami penurunan dan memastikan instansi pendidikan menerapkan pengecekan secara berkala dan memastikan keamanan anak didik. Selaras dengan pernyatan tersebut Ikatan Guru Indonesia meminta agar pembukaan sekolah di akhir tahun kalau kondisinya masih seperti sekarang ini.
Kondisi Covid-19 di Indonesia
Semenjak diumumkannya kasus pertama Covid-19 tanggal 2 Maret 2020 oleh pemerintah terlihat belum mengalami tren positif. Pelbagai masalah muncul mulai dari kelangkaan alat pelindung diri tenaga medis, terbatasnya fasilitas ventilator mekanik dan ketersediaan bed pasien, penimbunan masker oleh sejumlah oknum, ketidak jujuran pasien saat di anamnesis, dll.Â
Masalah pembiayaan penanganan Covid-19 juga yang simpang siur diawal karena Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak mau mengklaim pembiayaan tersebut, tetapi akhirnya mengiyakan juga. Namun, berujung pada kenaikan kembali iuran BPJS yang sebelumnya telah ditolak oleh Mahkamah Agung. Pemberian insentif yang layak kepada petugas medis yang dijanjikan oleh Pemerintah belum sepenuhnya tersalurkan dengan baik, banyak petugas yang mengeluhkan dana belum cair ke tangan mereka.
Pelonjakan kasus setelah idul fitri hanpir 1000 kasus nenjadi keprihatinan kembali masyarakat. Jumlah kematian kasus sudah mencapai 1000 orang harus menjadi perhatian khusus. Pasalnya pemerintah diawal sering menunda bahkan terkesan santai menangani bencana Covid-19. Padahal Covid-19 sampai sekarang tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan, tetapi disemua sektor kehidupan manusia.Â