Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modernis terbesar di Indonesia tidak tinggal diam menyikapi masalah kekinian yang mendera bangsa ini. Muhammadiyah bersifat realistis dan futuristik demi keberlangsungan bangsa. Umat Islam tidak bisa lepas dari negara ini, dari tangan umat Islamlah negeri ini merdeka. Maka, sepatutnyalah umat Islam ikut bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa ini. Sukses dan gagalnya negeri ini tergantung orang-orang yang ada didalamnya. Apakah mereka peduli dengan keadaan bangsa atau acuh tak acuh lantas pergi menghindar.
Kini, bangsa kita telah dirundung masalah konflik berkepanjangan korporasi besar yang ada di negeri ini. Sebuah badan yang didirikan untuk memberantas tindak pidana korupsi, sekarang kembali digoncang untuk bertekuk lutut dihadapan publik. Memang semua orang tidak luput dari kesalahan, tidak luput dari dosa sekalipun tokoh penegak hukum. Namun, semua ada role dan etika dalam menjalankan hukum tersebut agar sesuai dengan ketentuan yang ada dan tanpa memberatkan satu sama lain apalagi tumpang tindih dalam bertindak. Setelah KPK menetapkan Kapolri terpilih yang diajukan polri dan disetujui presiden dan DPR sebagai tersangka kasus korupsi dengan ditemukannya rekening gendut membuat gempar negeri ini. Bagaimana tidak, seseorang yang sudah terpilih, diusut kasusnya karena korupsi. Akhirnya pelantikan dibatalkan, dan digantikan pelaksana tugas kapolri yaitu Badrodin Haiti yang sebelumnya menjabat sebagai wakapolri. Akhirnya Budi Gunawan digeledak keluar dari instansi yang katanya paling korup di negeri ini. Ya, Kepolisian Republik Indonesia, sebuah instansi penegak hukum yang berada dan bersentuhan langsung dengan masyarakat menjadi paling korup. Dari biaya masuk kepolisian yang mahal dan banyak suap menyuap, suap menyuap untuk menjadi pimpinan polri dari kapolda, kapolres, bahkan kapolri, menipu masyarakat dengan pungutan liar dan aksi damai ketika terjadi pelanggaran berlalu lintas, bahkan polisi seakan -akan mencari celah masyarakat agar menjadi pelanggar dan bisa dimintai uangnya. Sampai ada sebuah pepatah mengatakan bahwa polisi yang jujur hanya ada dua, yaitu polisi tidur dan patung polisi. Selidik punya selidik, Budi Gunawan merupakan mantan pengawal mantan presiden RI Megawati Soekarno Putri dedengkot PDIP yang kini duduk manis berada dibawah pemerintahan Joko Widodo. Layaknya seperti sebuah pemerintahan boneka, ketika Belanda menjadikan papua sebagai negeri boneka, Mega mengatur semua strategi mensukseskan jokowi dan menghimpun semua elemen. Tak heran, rakyat berfikir bahwa pemilihan Budi Gunawan masih ada sangkut pautnya dengan PDIP dan Megawati.
Tak berhenti disitu rupanya, Polri mulai terpancing dengan issue publik yang disuguhkan, merasa instansinya dilecehkan karena terbongkar ada oknum kepolisian yang korupsi dan menjelekkan dengan ikut campur dalam praktek politik. Kemudian melancarkan berbagai aksi untuk membalas instansi lain yang juga penegak hukum, baru anak bawang dibentuk tahun 2009 sebagai badan semi otonom yang sewaktu-waktu bisa dibubarkan ketika tidak dibutuhkan. KPK yang menyeret Budi Gunawan ke meja hijau untuk mempertanggung jawabkan ulahnya, kini mendapat sebuah angin badai dengan ditemukannya foto salah satu pimpinan KPK Abraham Samad bersama miss Indonesia. Langsung saja wakil pimpinan KPK Bambang Widjajanto membantah foto tersebut tidak benar adanya, artinya hanya editan komputer. Kemudian dilanjutkan terserangnya issue kecewa Abraham Samad tidak terpilih sebagai Wakil Presiden bersama Joko Widodo yang kemudian menyeret Budi Gunawan. Terakhir apa yang kita lihat kemarin bahwa Bambang Widjajanto ditangkap langsung layaknya buron teroris dan tersangka yang tertangkap basah melakukan pelanggaran hukum, padahal yang terjadi tidak demikian. Bambang belum ditetapkan sebagai tersangka, belum pernah diundang secara langsung untuk memberikan keterangan, tidak adanya surat perintah penangkapan. Ditangkap secara halus, karena Bambang tidak melawan, diborgol dan anaknya diikutkan sekalian. Apakah seperti itu, etika dan tata cara hukum yang diajarkan pada bangsa ini? Tidak adanya mekanisme runtut yang jelas. Atau mereka sudah dongkol tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mengalahkan lawan instansinya yang melecehkan polri. Sungguh sangat disayangkan sebuah polri yang katanya mitra masyarakat. Kasus yang menimpa Bambang terjadi pada 2010 ketika dia bertugas sebagai advokat yang membela kawannya pada sidang MK di Kalimantan. Pelapor merupakan politisi PDIP yang sekarang bertengger di DPR, yang dulu ikut bersama dalam pemilukada kotawaringin, Kalimantan. Lagi-lagi berputar dan berkutat pada satu parpol dan parpol pemenang pemilu dan parpol mengendali bangsa ini.
Kini negeri ini sangatlah bebas dipermainkan, rasanya presiden tidak ada otoritas untuk bertindak dan memutuskan. Kebijakan publik dipegang oleh mereka yang mempunyai kekuasaan dan itu bukan presiden apalagi rakyat. Kebijakan dijalankan mereka yang mensukseskan terpilihnya Jokowi sebagai presiden, kebijakan dijalankan oleh mereka yang menjadi pengendali ekonomi di negeri ini, baik perusahaan nasional maupun luar negeri. Pihak asing semakin melenggang dengan indahnya menikmati hasil kekayaan alam bangsa ini, kita sebaagi bangsa kembali terjajah dan menjadi budak untuk nafsu mereka. Kembali Indonesia belum merdeka, negeri ini masih terkekang kuat oleh intervensi musuh dalam selimut maupun musuh yang berterbagnan hendak menghisap semua kekayaan alam.
Pada hari ini, Senin, 26 Januari 2015 tepatnya di sebuah kampus swasta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta melakukan sebuah aksi damai dan pernyataan sikap atas kemalangan yang terjadi sekarang ini. Rektor Perguruan tinggi Muhammadiyah, pimpinan Muhammadiyah, pimpinan Aisyah, Pimpinan Nasyiatul Aisyiyah, Pimpinan Pemuda Muhammadiyah dan berbagai elemen bangsa termasuk hadir dalam hal ini Buya Syafi'i Ma'arif menyatakan sikap untuk #SAVE KPK, selamatkan kpk untuk selamatkan negeri ini, stop kriminalisasi kpk. Kita tidak hanya menyelamatkan KPK, tapi juga menyelamatkan negeri ini dari keterpurukan karena penyakit kronis yang terus menyerang yang dimulai dari orde baru. Memegang teguh sikap anti korupsi dan membantu dalam pemberantasan korupsi sebagai suatu bentuk nyata kepedulian pada negeri ini. Moral merupakan aspek utama untuk membentuk negeri yang baldatun toyibatun warobbun ghafur. Kita tidak ingin moral bangsa ini rusak gara-gara merebaknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembentukan badan pemberantasan korupsi merupakan sebuah i'tikad baik untuk menjadikan bangsa ini bermoral. Dilanjutkan dengan orasi politik oleh berbagai kalangan dosen dan mahasiswa Universitas Muhamamadiyah Yogyakarta dan konferensi pers para jurnalis dengan pimpinan Muhamamdiyah di gedung AR Fachrudin A UMY.
Berikut pernyataan sikap warga Muhammadiyah:
1. Kami prihatin dengan rivalitas lembaga penegak hukum dan akhirnya justru menguntungkan koruptor. Oleh karena itu kami meminta kepada KPK dan Polri untuk bisa menahan diri dan tidak saling menjatuhkan martabat lembaga dengan tetap menjalankan tugas sesuai fungsi masing-masing.
2. Kami mencintai dan mengharapkan kinerja KPK dan Polri untuk melakukan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan perundangan dan mampu membebaskan diri dari berbagai tekanan dan kepentingan politik.
3. Kami memberi dukungan moral kepada KPK dan menentang segala macam bentuk upaya kriminalisasi terhadap KPK.
4. Kami meminta keberadaan Presiden sebagai kepala negara dengan segala kekuasaannya untuk bisa bersikap tegas dengan bertanggung jawab menyelesaikan kegaduhan politik antara KPK dan Polri sehingga memberikan suasana yang tenang.
Negara Indonesia merupakan negara hukum. Harusnya taat pada hukum yang berlaku. Setiap pimpinan instansi yang tersandung kasus korupsi baik itu yang sudah terbukti maupun belum terbukti harus melepas jabatannya. Hal inilah yang telah dicontohkan oleh Bambang Widjajanto, harusnya seperti itu bukan malah mencari celah-celah untuk membalas dendam pada pihak yang menjebloskannya. Semua harus berbenah terlebih POLRI untuk kembali memperbaiki citra buruk instansi terkorup di Indonesia, mau sampai kapan kalian akan dicap seperti itu. Apakah sampai adzab datang menghampiri??? Kita semua harus berbenah, untuk tetap berada pada jalur yang benar,
Inilah Muhammadiyah dengan kepeduliannya, tidak acuh tak acuh setiap permasalahan bangsa yang ada. Bukan berarti kita benci dan marah pada pemimpin dan bangsa ini, tapi karena kita menyayangi bangsa ini karena kita bagian dari bangsa ini. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Aksi kepeduliaan ini, bukan semata-mata hanya untuk saat ini, tapi untuk saat-saat kedepan dimana tantangan negeri ini semakin berat. Jika sekarang saja tidak tidak mampu berbenah bahkan terus merosot karena ditipu dan dipecundangi, kita tidak akan pernah bisa melihat bangsa Indonesia kedepannya. Camkan itu. Wallahu a'lam bisshowab...