Wall Climbing Terinspirasi Perilaku Unik Siswa 2
oleh Chrirs Admojo
Lanjutan “Wall Climbing Terinspirasi Perilaku Unik Siswa” 20 September 2023 ….
Kawan, sebelum kisah “wall climbing terinspirasi perilaku unik siswa” tersaji, akhir artikel yang terkisahkan sebelumnya mohon izin dilanjutkan terlebih dahulu ya. Terima kasih, Sahabat Kompasianer yang baik budi ….
Kawan, masjid di sekolah ini telah ada cukup lama. Berada di ujung barat laut halaman sekolah. Tepatnya di depan aula. Antara aula dan masjid ada jarak sekitar 10 meter. Sebelumnya tempat ini dimanfaatkan untuk parkir mobil harian GTK sekolah ini. Alhamdulillah, dengan bantuan para orang tua/wali siswa urunan suka rela, tanpa batas minimal, teras masjid dapat disambungkan dengan gerbang aula sisi barat. Mulai saat itu, masjid dan aula dapat menampung semua siswa.
Memasuki pekan ketiga dan keempat, aktivitas-aktivitas unik para siswa tercinta mulai jamak terekam juga. Kami menjumpai beberapa siswa ada yang hanya tawaf, mengelilingi tiang basket atau gawang futsal di sebelah masjid saja. Ada pula yang duduk-duduk ber-“wirid” berjamaah di tepi pagar depan sekolah yang berdekatan dengan masjid. Ada “wirid” tentang game yang dimainkan semalam, ada pula “wirid-wirid” lainnya. Terekam pula yang tidak ada tanda-tanda bekas wudu pada wajah dan tangannya. Jamaknya ragam kreativitas perilaku melebih jumlah warna bianglala senja ketika hujan deras di ufuk barat sana menjelma.
Namun, alhamdulillah pelajaran ini menjadi bahan diskusi akhir pekan tim manajemen sekolah. Gayeng. Penuh hiburan diskusi sesudah jam belajar siswa berakhir tentang temuan-temuan perilaku unik siswa. Dihimpun, diolah, ditimbang, dikuatkan dengan referensi filosofi pendidikan sistem among dan dikombinasi dengan prinsip-prinsip pendidikan remaja yang digagas dan diteladankan oleh Ali bin Abi Thalib r.a. untuk referensi yang terakhir ini kita tahu bersama, terabadikan sepanjang waktu. Tetap dalam suasana gembira visi sekolah mesti dicapai. Semua sadar bahwa titian berhias aneka warna adalah dinamika.
Ditemukanlah formula baru layanan awal pembelajaran siswa. Aktivitas salat dhuha dibagi dua. Dijadwal berdasarkan tanggal. Bukan hari. Senin pagi umumnya untuk upacara bendera. Jumat pagi sudah berjalan program peduli. Ada peduli gizi, peduli sehat, peduli kebersihan, peduli lingkungan, peduli dhuafa, dll.
Kawan, dibagi dua itu artinya, saat para siswa muslim laki-laki dijadwal salat dhuha, para siswa perempuan tetap tinggal di kelas untuk membaca. Membaca buku yang yang sudah direncanakan pada awal semester/awal tahun pelajaran baru. Buku-buku ini kombinasi fiksi dan nonfiksi yang telah mendapatkan rekomendasi dari para orang tua/wali siswa masing-masing. Wali kelas pun turut betanggung jawab merekomendasi buku yang layak baca pada usia adolesen.
Sesudah membaca, mereka menuliskan hasil bacaan di format jurnal membaca. Diketahui oleh orang tua dan wali kelasnya pada setiap perkembangannya. Begitu pula sebaliknya, saat tanggal perempuan dijadwal salat dhuha, siswa laki-laki berkegiatan literasi di kelas masing-masing. Didampingi guru jam Pelajaran pertama. Berarti formula ini menambah tenaga pendamping di masjid? Ya, sebagai konsekuensi perubahan formula layanan pembiasaan.
Perilaku unik siswa ada pula berupa keunggulan bidang nonakademiknya. Setidaknya ada 7 cabang demi pengembangan dan pengakuan atas prestasi unggul siswa. Sekolah belum memiliki tenaga pelatih ahlinya. Menembak, atletik, dayung, sepak bola, wushu, gulat, dan robotika. Yang seperti ini, tim manajemen sekolah membuat MoU antara sekolah, klub, dan orang tua siswa.
Dengan demikian, talenta siswa tetap terdampingi dan terawat pengembangannya, pun pula tanding atau lombanya. Prestasi siswa juga terekam di buku Rapor Siswa. Para guru mendapat informasi jelas dan pasti bahwa aktivitas siswa di luar sekolah juga merupakan proses pembelajaran. Pembelajaran kolaboratif antara sekolah, klub, dan orang tua siswa. Tidak ada istilah izin ketika siswa menjalani pemusatan pelatihan kala menghadapi tanding atau lomba. Begitu pula saat tanding dan lomba.
Bagaimana dengan perkembangan akademiknya selama beraktivitas di luar sekolah. Siswa dimerdekakan untuk fokus pada pelatihan, tanding, atau lombanya. Pembelajaran akademik dapat dikonfirmasi ketika program pemusatan pelatihan, tanding, atau lomba telah paripurna. Jika ada yang tertinggal akademiknya, ada layanan “klinik pembelajaran”. Unit ini berupa layanan klinis individual pembelajaran akademik yang dirasa tertinggal karena proses pencapaian prestasi nonakademiknya.
Kawan, tibalah kini tentang wall climbing yang terinspirasi perilaku unik siswa. Sebagaimana terkisahkan sebelumnya, kantin sekolah hingga pertengahan 2015 berlokasi di sepanjang tepi pagar sekolah sisi timur. Karena berupa bangunan semi permanen, kekokohannya terjamin. Para pengelola kantin pun telah diajak bekerja sama oleh tim manajemen sekolah untuk tidak memberikan layanan kantin selama jam belajar siswa di kelas berlangsung.
Namun, kekokohan bangunan semi permanen ini juga dimanfaatkan oleh beberapa gelintir siswa sebagai fasilitas yang mempermudah memanjat pagar. Para siswa yang agaknya ingin memperoleh kenyamanan dan kemerdekaan di luar kelas, menjadi tokoh utamanya. Keluar dari lingkungan sekolah dengan jalan melompat pagar sisi timur sekolah.
Sesudah ada informasi hal ini terjadi, kepala sekolah SMPN ini pun berikhtiar mengumpulkan data akar permasalahannya. Terkumpullah data nama siswa dan asal kelasnya. Tercatat pula jam-jam pelajaran dan hari saat mereka melakukan aksi kreatifnya. Data observasi kelas pembelajaran teridentifikasi pula. Untuk kali ini, kepala sekolah memutuskan melakukan langkah awal sendiri.
Jam pelajaran kedua 10 menit lagi berakhir. Setelah dipastikan pembelajaran di 32 kelas telah berlangsung, Kepala sekolah SMPN ini bergeser ke balik pagar sisi timur sekolah. Mencoba membuktikan pada jam pelajaran dan hari yang telah terdata dua kali 3 siswa melompat pagar sisi timur meninggalkan sekolah.
Tidak lebih dari 13 menit menunggu, ternyata benar, secara berututan ada tiga siswa melompat pagar sekolah. Dua siswa melompat dari ketinggian pagar yang 2,25 meter. Satu siswa menuruni pagar dengan terampilnya melalui pilar pagar yang telah pula menempel potongan bambu setinggi 2 meteran di sana. Mereka begitu santainya. Sambil mengepalkan tangan, mereka siap melangkah tanpa suara. Ceria dan bangga tampak jelas pada raut mereka.
Ketika hendak mengayunkan langkah kedua, sapaan salam mengejutkan mereka. Berlari cepatlah dua siswa yang tadi melompat. Namun, siswa yang tadi menuruni pagar melalui potongan bambu, menjawab salam dengan santun dan tenang. Dari siswa inilah kepala sekolah memperoleh informasi banyak. Informasi tentang motivasi dan sedikit latar mereka melakukan perjalanan heroik di waktu jam belajar di sekolah. Dua nama lainnya dapat menggenapi informasi saat besuknya dapat diajak diskusi bersama wali kelas dan guru pembimbingnya.
Dari dialog dengan siswa yang tenang dan santun ini kemudian lahir ide sekolah ini perlu memiliki wall climbing. Tawaran kepala sekolah dalam dialog di lapangan sepak bola timur sekolah disambut dengan senang dan ceria. Diajak masuk kembali ke kelas juga tidak menolaknya. Dua siswa yang lari cepat tadi, kepala sekolah tinggal dengan komunikasi cepat dapat bekerja sama dengan Tim Satpol PP Kelurahan dan Kecamatan setempat. Tak lama sudah ditemukan di café tidak jauh dari sekolah. Mereka sedang asyik bermain game di telepon seluler mereka. Pak Lurah dan Pak Camat setempat telah berkomitmen dengan kepala sekolah ini dijalankan dengan pendekatan pendidikan. Tentang kinerja Satpol PP dengan melakukan pembimbingan kepada siswa yang unik di luar sekolah, cukup pimpinannya yang mengetahuainya. terjaga tidak dipublikasikan keluar.
Ide pengadaan wall climbing segera dikomunikasikan. Setelah berdiskusi dengan tim manajemen sekolah dan mendapat dukungan antusias, kepala sekolah mengajukannya kepada Dinas Pendidikan Kota Surabaya dengan tembusan kepada Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olah Raga Kota Surabaya. Syarat dan ketentuan pengajuan fasilitas wall climbing diajukan. Dalam waktu tiga bulan wall climbing dapat terbangun oleh tim Pemkot Surabaya melalui metode penunjukan langsung (PL).
Semakin yakinlah bahwa “Hakikinya, guru tidak hanya dapat dipandaikan dan diprofesionalkan, namun juga diarifkan oleh para siswanya. Guru yang menjiwai
ideologi perubahan dengan kokoh, tentu menyadarinya.”
Bumi Pancawarna KBD, Gresik, 23 September 2023 07:03
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H