(kismanea, kisah lima alinea)
Oleh: Chrirsadmojo
Kisah 1: "Karmin Ditarik Si Putih Mulus"
Karmin telah yakin jadi pengembala. Sejak usai khitan, dunia ini Karmin lakoni. Dengan senang hati lagi menikmati. Awalnya, ia tertarik jadi pengembala karena Karyo. Karyo saudara jauh Karmin, beda embah. Embah Suro dari Karyo kakak kandung Embah Joyo dari Karmin. Ketertarikan Karmin didukung dengan angpao khitannya cukup untuk membeli 3 biri-biri. Dua betina dan satu jantan.
Jumat Kliwon pagi Karmin dikhitan. Dikhitan bareng dengan Karyo yang usianya di atas Karmin 2 tahunan. Dua kursi berhias dijajarkan. Sang calak (sang bengkong/tukang khitan) Kang Juki pun mengkhitan Karmin. Dilanjutkan mengkhitan Karyo yang berada di sebelah kirinya. Khitan tradisional ini dimulai dengan seremoni doa-doa. Sedang khitannya dimulai dengan memasukkan sadakan ke kulub zakar anak yang dikhitan.Â
Sadakan berupa kayu yang telah diraut halus sebesar saluran kulub zakar balita hingga usia jelang remaja. Setelah itu, supit dijepitkan pada kulup ujung sadakan yang telah menyentuk kepala zakar.
Peran sadakan selesai dan digantikan supit. Maka bagian kulup di antara dua supit yang menjepit dipotong dengan pisau bambu pupus atau pisau khusus khitan. Lazimnya para calak, tanpa membersihkan terlebih dahulu sisa kotoran dalam kulup. Langsung bekas khitan diperban sesudah ditaburi bubuk antibiotic yang telah disiapkan.
Saat Karmin khitan kaleder hijriah ada pada 7 Rabiul Awal 1392. Masehi tepat pada 21 April 1972, hampir setahun sesudah Pemilu Legislatif 5 Juli 1971. Pemilu pertama pada era orde baru mulai digulirkan. Hiruk pikuk sisa-sisa pesta demokrasi perdana sesudah peristiwa "tongples" gestapu di kampungnya masih terasa.
Embah kakung, bapak, paklik, dan pakde Karmin aktivis partai. Meski taka da yang separtai, mereka rukun dan saling menghormati. Karmin mengenal beragam partai di Indonesia 1955 dan 1971 sejak belia. Setidaknya melalui gambar-gambar partai konstentan pemilu pada dua even itu ada di menja rumah tempat tinggalnya.
Karmin tersenyum sipu. Mengingat kisah empat puluh empat tahun yang lalu. Di ujung ladang Haji Machfud itu dulu yang mereka ciptakan sebuah taman. Taman yang Karmin dan teman-temannya buat di bawah rumpun bambu. Tentu atas seijin empunya ladang. Untuk istirahat saat siang memberikan minum kepada kambing, domba, atau sapi piaraan mereka belum lulus SD atau Madrasah. Apa yang membuat Karmin tersenyum sipu?
Tersenyum sipu karena teringat peristiwa hari Ahad, 23 April 1972 pagi, dua hari setelah khitan. Waktu itu Karmin menjaring air sumur. Sambil membantu emaknya masak di dapur. Menjelang matahari terbit, Karmin membawa ember berisi air jerangan ke teras belakang rumah.