Selanjutnya juga telah di siapkan tangga tebu yang akan digunakan untuk panjatan si bayi, prosesnya ialah bayi dipanjatkan oleh oleh orang tuanya ke arah tangga dari tangga yang paling bawah menuju tangga atas ke urutan tujuh yang merupakan simbol dari pitonan itu sendiri. Hal ini memiliki filosofi  dimana anak tersebut akan melewati fase-fase kehidupan, dan diharapkan si anak dapat melewati fase ini kedepannya.
Rangkaian 'pitonan' ini masih berlajut ke sesi selanjutnya yaitu si bayi digendong ayahnya kemudian memasang tas yang di dalamnya ada buku dan alat tulis ke badan si bayi. Tas yang berisi buku dan pensil itu di simbolkan sebagai ilmu dan kepintaran.
    Setelah itu, dukun bayi membacakan doa untuk si kecil lalu membagikan jajanan yang berada dikurungan ayam tadi untuk anak-anak kecil . Kemudian si bayi diberi paha sampai ceker ayam. Selaku orang tua si bayi, ayahnya menggendongnya sambil membawakan minum air putih.
Lalu dukun anak tersebut , menanyakan kepada si bayi yang posisinya masih digendong ayahnya "Apa oleh-olehnya Mekah-Madinah, Nduk?" . Saya kurang mengerti, kenapa harus Mekah-Madinah. Berhubung si kecil belum bisa jawab, maka di jawab oleh dukun anak tersebut ,"Oleh-olehnya amal ibadah sholeh, doa-doa baik, semua isi al-quran, ilmu yang bermanfaat, kepintaran, dan semua hal baik lainnya, Bu.." . "Untuk apa semua itu Nduk?" Tanya mbah dukun lagi.
"Untuk bekal hidup di dunia dan akhirat kelak, sebagai saku untuk beribadah kepada Allah dan berbakti kepada Bapak dan Ibu." Dari sini disimpulkan bahwa minuman dan paha ayam yang dibawa si bayi sebagai wujud amal kebaikan yang akan ia lakukan kedepanya .
Terakhir, sebagau penutup rangkaian acara yaitu dengan mengundang warga desa untuk kerumah selepas sholat maghrib . Untuk tasyakuran dirumah keluarga si bayi .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H