Mohon tunggu...
Chamelia Dwi Angelina
Chamelia Dwi Angelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ( 20107030010)

Vagabond on Vacation

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pengalaman Mistis Mendaki Gunung Argopuro

20 Mei 2021   13:10 Diperbarui: 20 Mei 2021   13:22 3063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah menjadi agenda umum bahwa setiap akhir tahun ataupun akhir semester, baik untuk yang masih pelajar ataupun mahasiwa, bahwa diadakannya liburan . Karena kesempatan itulah, pada akhir tahun 2018 lalu yang mana merupakan salah satu pengalaman pendakian saya yang tak terlupakan . Mengingat saya mendaki dalam keadaan datang bulan dan mengalami kejadian seru. Saat itu saya bersama teman-teman pendaki merencanakan untuk mendaki Gunung Argopuro . Dimana gunung ini memiliki keistimewaan , yaitu "Track" atau jalur pendakian terpanjang se-pulau Jawa yakni 45 kilometer . Dan juga secara administratif, Gunung Argopuro masuk dalam kawasan Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Situbondo. Hal ini menyebabkan 3 puncak Gunung Argopuro , yaitu puncak Rengganis (2.980 Mdpl) , Puncak Archa, dan Puncak tertingginya Puncak Argopuro (3.088 Mdpl) terletak di Kabupaten yang berbeda-beda . Selain terkenal karena kedua hal tersebut, Argopuro juga menyimpan legenda Dewi Rengganis bersama enam dayangnya .

Kami yang hanya beranggotakan tujuh orang yang terdiri dari 5 laki-laki dan 2 perempuan, berangkat dari Jember sehari sebelum pendakian menggunakan mobil menuju basecamp . Gunung Argopuro sendiri memiliki dua jalur pendakian yaitu via Baderan dimana kami menggunakan jalur ini, dan via Bremi. Jalur Bremi berada di sisi barat Argopuro, sedangkan Jalur Baderan berada di sisi timur. Biasanya pendakian Argopuro dihabiskan dengan melewati kedua jalur tersebut. Artinya start dan finish pendakian melalui kedua jalur. Jalur Baderan terletak di Kabupaten Situbondo, sedangkan Jalur Bremi terletak di Kabupaten Probolinggo.

Untuk menuju pos pertama yaitu Pos Mata Air , kami menempuhnya menggunakan ojek namun hanya sampai pintu masuk hutan. Agar lebih menghemat waktu dan mengurangi penderitaan . Karena dari basecamp menuju pos Mata Air  sangat jauh sekitar 8 km. Bisa-bisa kami menempuh lebih dari 4 hari perjalanan , apabila berjalan kaki dari basecamp . Tarif ojek dari 50.000 yang hanya sampai pintu masuk hutan hingga sampai 150.000 untuk sampai ke Cikasur .

Jalur pendakian Gunung Argopuro berupa tanjakan menyusuri punggung bukit , landai , menanjak hingga memasuki hutan dan kami menemukan papan nama yang bertuliskan "Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang" . Perjalanan dilanjutkan dengan trek yang becek dan menanjak mengingat saat itu masih musim hujan . Hingga sampailah kami di pos Mata Air . Di pos ini terdapat sungai dibawahnya, dimana bisa digunakan untuk para pendaki mengisi perbekalan air .

Setelah melanjutkan perjalanan menyusuri hutan, kami mulai dimanjakan dengan pemandangan padang savana yang pertama . Lepas itu, sepanjang jalan yang kami susuri memiliki pemandangan yang sama hingga memasuki hutan kembali . Padang Savana di Gunung Argopuro sendiri termasuk terpanjang dan terindah se-pulau Jawa . Yang paling indah adalah ketika menuju pos selanjutnya yaitu Cikasur, habis melewati punggungan bukit dan sungai , terlihat kembali savana yang membentang luas . Seakan ingin merebahkan diri di padang savana itu. Kami menghabiskan waktu bersurvival dan mendirikan tenda semalam disini, dengan memanfaatkan air sungai untuk minum . Dan mencari tumbuhan air dimasak . Pada malam harinya ketika kami sudah tertidur , tenda kami sempat diganggu "Bagas" atau babi ganas . Mengingat kawasan Gunung Argopuro sendiri masih habitat hewan liar yang masih terjaga .

dokpri
dokpri

Di balik keindahan Kawasan Cikasur berupa savana seluas tiga kali lapangan sepakbola ini,  dulu adalah landasan pesawat pada masa kolonial Belanda. Buktinya adalah ditemukan sebuah ganset yang bertuliskan tahun 1912. Konon, Belanda membuat landasan udara disitu karena ingin memanfaatkan sumber mineral yang tersimpan di Gunung Argopuro. Dan yang membangun landasan tersebut ialah para pribumi. Hingga pada suatu hari para pekerja disuruh untuk menggali lubang, dan mereka dibantai satu per satu lalu dikuburkan dalam lubang yang telah mereka gali sendiri. Kawasan Cikasur itu pun disebut sebagai 'lembah pembantaian'.

Esok harinya kami melanjutkan pendakian menuju Cisentor lalu ke Rawa Embik . Seperti hari sebelumnya kami melewati padang savana, sungai dan trek naik turun. Namun terdapat pemandangan baru yang kami lewati yaitu berupa padang bunga edelweiss . Ketika kami hendak melanjutkan perjalanan, hujan mulai mengguyur kami dan pendaki lainnya. Dengan menggunakan jas hujan kami melanjutkan perjalanan menuju daerah puncak . Alhasil , kami mendirikan tenda dalam keadaan basah dan situasi menunjukan bahwa akan berganti malam . Jadi kami merasakan dingin bukan main .

Pagi harinya kami menanjak puncak Rengganis menggunakan sandal, karena sepatu kami semua basah . Treknya menanjak namun tidak terlalu tinggi dan hanya menempuh waktu 15 menit . Namun ternyata, membuat sandal rekan yang saya pinjam putus . Puncak Rengganis berupa batuan kapur dan berbau belerang .  Memiliki kawah mati yang dinamakan Kawah Sijeding. Di dalam kawah tersebut terdapat tembok reruntuhan yang mengarah pada peninggalan masa Kerajaan Hindu-Budha. Inilah yang menjadi latar belakang kisah Dewi Rengganis di Gunung Argopuro.

Karena candi ini terletak di Gunung Argopuro memunculkan spekulasi bahwa candi inilah yang tertinggi di Indonesia . Inilah mengapa dinamakan Gunung "Argopuro" yang mana memiliki arti "Argo= gunung" dan "Puro=pura" bisa dimaknai dengan sebuah pura berupa gunung.  Saat ingin melanjutkan perjalanan menuju Puncak Argopuro , kabut tebal menyelimuti keadaan sekitar jadi kami dan pendaki yang lain tidak bisa melihat pemandangan dengan jelas. Menuju puncak dibutuhkan waktu sekitar 30 menit . Puncak Argopuro sendiri berupa susunan batu dan pohon yang mengelilinginya . Sebenarnya kami ingin melihat lautan awan , akan tetapi hujan kembali mengguyur kami . Dan kami melanjutkan menuju Puncak Archa, disini terdapat patung kepala sapi yang cukup besar .

Lalu dalam keadaan hujan deras, kami menuruni jurang berbatuan . Malah menurut saya setelah menuruni puncak, perjalanan seru kami baru dimulai . Di sepanjang jalan , trek mulai sulit karena licin diguyur hujan yang tidak kunjung terus terang hingga kami terpleset berkali kali . Jurang dengan batu-batu yang tajam , hingga beberapa jas hujan kami robek , tentu saja kami semua menjadi kotor . Dan dalam keadaan seperti itu , saya menyadari bahwa saya sedang datang bulan .

dokpri
dokpri

Pada pertengahan jalan menuju Danau Taman Hidup, tempat penghujung kami nanti akan bermalam . Kami memisahkan diri menjadi dua kelompok . Dan saya berada di kelompok pertama , dimana kami berjalan dahulu menuju taman hidup . Dan kelompok kedua dibelakang menyusul . Akan tetapi , saya dan rekan-rekan merasa mereka yang belakang sangat lambat . Alhasil kami menunggu sangat lama , karena rekan-rekan saya takut saya terkena hiportemia. Alhasil saya dan rekan saya satunya , kami berdua disuruh untuk ke taman hidup dahulu . Dan mereka berdua menyusul rekan yang dibelakang .

Waktu itu menunjukan hampir maghrib . Sepanjang perjalanan kami berdua tidak berbicara sama sekali , karena perasaan saya seperti sangat buruk dan saya berjalan dengan cepat mengingat sebentar lagi malam tiba dimana kami masih terjebak ditengah-tengah hutan  . Dan kami menyadari bahwa dihutan itu Cuma kami seorang. Mungkin karena saking tergesa-gesanya saya, kami sempat hampir salah jalan entah jalan apa yang saya lewati kemarin . Akan tetapi rekan saya menyadarinya, dan kami melanjutkan perjalanan hingga sampailah kita berdua ditaman hidup tepat waktu maghrib. Karena tenda dibawa oleh semua rekan dibelakang, alhasil kita berdua basah kuyup sambil menunggu mereka .

Ketika mereka datang saya melihat rekan wanita saya satunya terlihat sangat sedih. Setelah kami mendirikan tenda dalam keadaan hujan, rekan saya bercerita bahwa gelang emas dari ayahya di Malaysia yang dia pakai hilang diperjalanan menuju Taman Hidup tadi. Padahal gelang tersebut sebelumnya tidak dapat dilepas dari tangan , jika tertarik oleh tumbuhan seharusnya dia merasa . Akan tetapi tangannya malah merasakan sakit seperti habis ditarik paksa sampai akhirnya rasa sakit itu sembuh setelah ia keluar dari wilayah argopuro esoknya . Sebelum hal itu terjadi rekan saya merasakan punggungnya panas, padahal keadaan saat itu hujan gerimis dan hawa digunung selalu dingin.

Mungkin saja , ini adalah peringatan untuk pendaki agar tidak membawa barang seperti itu , masih lega yang diminta harta benda bukan nyawa . Kami menghabiskan malam tahun baru digunung dengan tidur ditenda, masak ditenda, bercerita ditenda bersama pendaki-pendaki yang lain juga. Esoknya kami melanjutkan perjalanan pulang dengan diguyur hujan kembali sampai di basecamp bremi , pulangnya kami menggunakan bis angkutan umum dan angkot sampai jember . Sangat melelahkan tapi semua terbayar , mendapat teman baru dan bisa merasakan keindahan alam dinegeri sendiri .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun