Mohon tunggu...
Chamelia Dwi Angelina
Chamelia Dwi Angelina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ( 20107030010)

Vagabond on Vacation

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pengalaman Mistis Mendaki Gunung Argopuro

20 Mei 2021   13:10 Diperbarui: 20 Mei 2021   13:22 3063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena candi ini terletak di Gunung Argopuro memunculkan spekulasi bahwa candi inilah yang tertinggi di Indonesia . Inilah mengapa dinamakan Gunung "Argopuro" yang mana memiliki arti "Argo= gunung" dan "Puro=pura" bisa dimaknai dengan sebuah pura berupa gunung.  Saat ingin melanjutkan perjalanan menuju Puncak Argopuro , kabut tebal menyelimuti keadaan sekitar jadi kami dan pendaki yang lain tidak bisa melihat pemandangan dengan jelas. Menuju puncak dibutuhkan waktu sekitar 30 menit . Puncak Argopuro sendiri berupa susunan batu dan pohon yang mengelilinginya . Sebenarnya kami ingin melihat lautan awan , akan tetapi hujan kembali mengguyur kami . Dan kami melanjutkan menuju Puncak Archa, disini terdapat patung kepala sapi yang cukup besar .

Lalu dalam keadaan hujan deras, kami menuruni jurang berbatuan . Malah menurut saya setelah menuruni puncak, perjalanan seru kami baru dimulai . Di sepanjang jalan , trek mulai sulit karena licin diguyur hujan yang tidak kunjung terus terang hingga kami terpleset berkali kali . Jurang dengan batu-batu yang tajam , hingga beberapa jas hujan kami robek , tentu saja kami semua menjadi kotor . Dan dalam keadaan seperti itu , saya menyadari bahwa saya sedang datang bulan .

dokpri
dokpri

Pada pertengahan jalan menuju Danau Taman Hidup, tempat penghujung kami nanti akan bermalam . Kami memisahkan diri menjadi dua kelompok . Dan saya berada di kelompok pertama , dimana kami berjalan dahulu menuju taman hidup . Dan kelompok kedua dibelakang menyusul . Akan tetapi , saya dan rekan-rekan merasa mereka yang belakang sangat lambat . Alhasil kami menunggu sangat lama , karena rekan-rekan saya takut saya terkena hiportemia. Alhasil saya dan rekan saya satunya , kami berdua disuruh untuk ke taman hidup dahulu . Dan mereka berdua menyusul rekan yang dibelakang .

Waktu itu menunjukan hampir maghrib . Sepanjang perjalanan kami berdua tidak berbicara sama sekali , karena perasaan saya seperti sangat buruk dan saya berjalan dengan cepat mengingat sebentar lagi malam tiba dimana kami masih terjebak ditengah-tengah hutan  . Dan kami menyadari bahwa dihutan itu Cuma kami seorang. Mungkin karena saking tergesa-gesanya saya, kami sempat hampir salah jalan entah jalan apa yang saya lewati kemarin . Akan tetapi rekan saya menyadarinya, dan kami melanjutkan perjalanan hingga sampailah kita berdua ditaman hidup tepat waktu maghrib. Karena tenda dibawa oleh semua rekan dibelakang, alhasil kita berdua basah kuyup sambil menunggu mereka .

Ketika mereka datang saya melihat rekan wanita saya satunya terlihat sangat sedih. Setelah kami mendirikan tenda dalam keadaan hujan, rekan saya bercerita bahwa gelang emas dari ayahya di Malaysia yang dia pakai hilang diperjalanan menuju Taman Hidup tadi. Padahal gelang tersebut sebelumnya tidak dapat dilepas dari tangan , jika tertarik oleh tumbuhan seharusnya dia merasa . Akan tetapi tangannya malah merasakan sakit seperti habis ditarik paksa sampai akhirnya rasa sakit itu sembuh setelah ia keluar dari wilayah argopuro esoknya . Sebelum hal itu terjadi rekan saya merasakan punggungnya panas, padahal keadaan saat itu hujan gerimis dan hawa digunung selalu dingin.

Mungkin saja , ini adalah peringatan untuk pendaki agar tidak membawa barang seperti itu , masih lega yang diminta harta benda bukan nyawa . Kami menghabiskan malam tahun baru digunung dengan tidur ditenda, masak ditenda, bercerita ditenda bersama pendaki-pendaki yang lain juga. Esoknya kami melanjutkan perjalanan pulang dengan diguyur hujan kembali sampai di basecamp bremi , pulangnya kami menggunakan bis angkutan umum dan angkot sampai jember . Sangat melelahkan tapi semua terbayar , mendapat teman baru dan bisa merasakan keindahan alam dinegeri sendiri .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun