Mohon tunggu...
Carissa Marchande
Carissa Marchande Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

penjelajah pikiran, mengarungi lautan ide dan menelusuri daratan cerita untuk menemukan harta karun inspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen Pasca Pemilu Tahun 2024

22 Juni 2024   16:15 Diperbarui: 22 Juni 2024   16:26 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan data Perludem (2024) diungkapkan bahwa keterwakilan perempuan dalam parlemen diproyeksikan meningkat menjadi 22,1%, atau 128 kursi dari total 580 kursi DPR. Ini merupakan peningkatan dari Pemilu 2019, di mana keterwakilan perempuan mencapai 20,5% dengan 118 dari 575 kursi. Pencapaian ini menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah pemilu di Indonesia. Namun, meskipun ada peningkatan ini, keterwakilan perempuan masih berada di bawah target 30% yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Dalam konteks penelitian mengenai underrepresentasi keterwakilan perempuan dalam parlemen pasca Pemilu 2024, artikel ini memberikan pandangan mendalam tentang dinamika dan tantangan yang dihadapi perempuan dalam politik Indonesia. Salah satu faktor utama yang disebutkan adalah persaingan ketat antar calon legislatif (caleg) di daerah pemilihan (dapil) dan tantangan dalam mengawal suara di tempat pemungutan suara (TPS). Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan dalam keterwakilan perempuan, masih terdapat hambatan struktural dan sistemik yang perlu diatasi.

Ketangguhan para perempuan caleg disebutkan sebagai salah satu alasan peningkatan persentase keterwakilan perempuan di DPR. Namun, perlu dicatat bahwa hampir semua partai politik peserta Pemilu 2024 tidak memenuhi ketentuan 30% keterwakilan perempuan di setiap dapil. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 10 Tahun 2023, yang mengatur pembulatan ke bawah persentase pencalonan perempuan, berdampak pada kurangnya jumlah minimal perempuan 30% di beberapa dapil. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kebijakan kuota, implementasinya masih menemui kendala yang signifikan.

Pemilu 2024 juga dihadapkan pada fokus perhatian yang lebih besar terhadap pemilu presiden dibandingkan dengan pemilu legislatif. Ini berpotensi mengalihkan perhatian dari isu keterwakilan perempuan, meskipun ada upaya dari berbagai pihak, termasuk Perludem, untuk mendorong peningkatan keterwakilan perempuan. Heroik Mutaqin Pratama dari Perludem menekankan bahwa jika KPU bisa memastikan minimal 30% keterwakilan perempuan dalam pencalonan di setiap dapil, angka keterwakilan perempuan terpilih di DPR bisa lebih meningkat lagi.

Data dari artikel menunjukkan bahwa capaian 22,1% keterwakilan perempuan DPR berasal dari sejumlah dapil, dengan beberapa dapil mencapai persentase keterpilihan perempuan yang cukup tinggi, bahkan ada dapil yang mencapai 100% keterwakilan perempuan. Namun, masih ada dapil yang tidak memiliki perempuan caleg terpilih. Mayoritas caleg terpilih adalah caleg nomor urut 1, yang menunjukkan adanya kecenderungan bahwa nomor urut dapat berpengaruh signifikan terhadap keterpilihan.

Meskipun Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 245 dengan jelas mengamanatkan bahwa setiap dapil harus memiliki minimal 30% calon perempuan, hampir seluruh partai politik peserta Pemilu 2024 gagal memenuhi persyaratan ini. Situasi ini mengkhawatirkan karena keterwakilan perempuan yang seharusnya meningkat justru berpotensi menurun, akibat perubahan dalam peraturan KPU terkait teknis penghitungan persyaratan keterwakilan perempuan.


Peneliti Perludem, Nurul Amalia Salabi, menyatakan kekhawatirannya bahwa keterwakilan perempuan di parlemen bisa menurun dalam Pemilu 2024, meskipun ada tren peningkatan pencalonan perempuan dari Pemilu 2014 hingga 2019. Pada Pemilu 2014, pencalonan perempuan mencapai 37%, dan meningkat menjadi hampir 40% pada Pemilu 2019. Namun, perubahan elemen dalam peraturan KPU terkait penghitungan pencalonan perempuan menyebabkan banyak partai politik gagal mencapai kuota 30% di setiap dapil, meskipun secara agregat nasional, pencalonan perempuan sudah mencapai 40%.

Masalah ini menyoroti ketidakefektifan kebijakan afirmatif yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, yang seharusnya menjamin keterwakilan perempuan minimal 30% di setiap dapil. Ketentuan ini menjadi kurang efektif karena penghitungan yang diatur oleh peraturan KPU tidak mendukung pencapaian target tersebut. Hal ini memperlihatkan adanya gap antara kebijakan afirmatif dalam undang-undang dan implementasi teknisnya, yang pada akhirnya menghambat keterwakilan perempuan di parlemen.

Nurul Amalia Salabi juga menekankan bahwa meskipun ada dapil yang memiliki persentase calon perempuan lebih dari 40%, bahkan hingga 50%, tidak semua dapil memenuhi kuota minimal 30%. Ini menunjukkan ketidakseimbangan distribusi calon perempuan di dapil-dapil yang berbeda, yang berdampak pada hasil pemilu dan keterwakilan perempuan di parlemen. Kekhawatiran utama adalah bahwa pada Pemilu 2024, jumlah perempuan yang terpilih akan berkurang dari pencapaian sebelumnya, yaitu sekitar 20% dari total keterwakilan.

Di beberapa daerah, salah satunya Kota Magelang, keterwakilan perempuan di beberapa partai politik belum memenuhi standar keterwakilan menurut undang-undang. Berdasarkan data yang disajikan, keterwakilan perempuan dalam penyelenggaraan dan keikutsertaan pemilu di Kota Magelang menunjukkan variasi yang signifikan di berbagai tahap proses seleksi dan partisipasi. Berikut adalah analisis terperinci mengenai keterwakilan perempuan di Kota Magelang:

1. Bawaslu Kota Magelang:
o Tahap Penelitian Berkas Administrasi: Keterwakilan perempuan mencapai 26,92%, tidak memenuhi komposisi keterwakilan perempuan 50%.
o Tahap Tertulis dan Psikologi: Keterwakilan perempuan adalah 33,33%, masih di bawah 50%.
o Tahap Kesehatan dan Wawancara: Keterwakilan perempuan mencapai 50%, memenuhi komposisi 50%.
o Tahap Kelayakan dan Kepatutan: Keterwakilan perempuan kembali menurun menjadi 33,33%, tidak memenuhi komposisi 50%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun