Mohon tunggu...
Anak Kampoeng
Anak Kampoeng Mohon Tunggu... -

Hanya ingin menulis apa yang aku pikirkan dan aku rasakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak Kecil Itu Menyadarkanku...

21 April 2013   22:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:49 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore menjelang malam, ku pacu si hitam butut kesayanganku kembali dari kantor.

Padatnya pekerjaanku hari, membuatku buru-buru untuk segerah kembali kontrakanku.

Pikiranku bercampur aduk,..

Tanggal gajian masih seminggu lagi, dan aku hanya punya cukup uang untuk 3 hari kedepan.

Akh,.. Seandainya aku bisa egois dan lari dari kenyataan, cukup hanya memikirkan diriku saja

Mungkin tak sesulit ini..

Yah.. aku selalu berjanji untuk tidak mengeluh, tetapi kemanusianku lebih bisa menguasaiku.

Aku terkadang lupa akan tanggung jawab, dan amanah yang harus ku emban.

Anak pertama, yang harus menyambung ayah yang telah pensiun untuk membiayai kuliah dan sekolah

kedua adikku. Aku hanya menikmati 1/4 dari gajiku, boro-boro menanbung, untuk makan aku masih begitu berhemat. Bagaimana jika aku memutuskan untuk menikah..?? Semakin jauh rasanya, setelah orang tua pacarku menentang hubungan kami karena beda agama...

Seandainya aku lahir dan besar dari keluarga kaya, mungkin aku tak begini.. aku bisa melakukan apa saja yang kumau. Aku bisa membelinya dengan uang.

Pertanyaan-pertanyaan dan keluh putus asa itu menemani perjalanan pulangku tadi.

Sebentar lagi aku akan tiba di kontrakanku,. Kupacu motorku lebih kencang agar aku segera tiba.

Dari kejauhan mataku menangkap seorang anak kecil yang melambaikan tangan

Meminta pengendara yang lewat dijalan itu untuk memberinya tumpangan.

Tak ada satupun yang berhenti..

Terlintas dipikiranku untuk berhenti atau tidak.

Dan akhirnya aku singgah tepat di depan anak itu.

Aku menangkap jelas raut wajah memohon anak itu...

Bercelana merah, dengan kaos putih yang lusuh.

Kak, boleh numpang...??

Mau kemana de,..

Aku mau pulang tetapi aku tidak punya cukup uang untuk naik angkot.

Tanpa banyak bertanya kusuruh ia segera naik.

Iseng aku bertanya, Kamu dari dek..??

Dari pasar, jawabnya.

Ngapain kamu kepasar,..??

Mikul barang kak, kalau ada yang belanja dan banyak belanjaannya saya menawarkan diri untuk memikul belanjaannya ke mobil atau sekedar mengantarnya ke depan jalan.. Jawabnya.

Emang kamu ga sekolah,.?? tanyaku

Saya sekolah,. tapi sepulang sekolah saya ke pasar, nyari uang buat bantu ibu, soalnya ibu lagi sakit. katanya polos.

Sejak kapan kamu cari uang... tanyaku semakin penasaran.

Sudah lama kak.. jawabnya,

Sehari kamu dapat berapa.. ??

Sukur-sukur kalau 5 ribu, biasanya cuman 3 ribu.

Terus uangnya kamu pake untuk apa..??

Untuk beli makan dan obat untuk ibu..??

Kamu senang melakukannya..?? tanyaku lagi.

Iya.. jawabnya singkat.

Aku terdiam, aku masih tak percaya anak sekecil ini telah bisa melakukan hal sehebat itu. Menghabiskan waktu bermainnya di pasar, menawarkan jasa kepada pengunjung pasar demi selembar rupiah, untuknya dan ibunya yang sedang sakit. Keluhku tadi tiba-tiba hilang.. aku merasa menjadi pribadi yang jauh lebih kecil dari anak kecil yang ada di belakangku. Jantungku berdetup kencang, muncul rasa bersalahku, rasa berdosaku...

Aku selalu mempersalahkan, aku selalu mengeluh, seolah-olah aku manusia yang paling sial. Betapa malunya aku dengan anak kecil dibelakangku, ia sepertinya begitu santai, karena ia sedang bersiul di belakangkku... Kupacu terus motorku tapi tak sekencang tadi.. aku masih memikirkan diriku vs si kecil di belakangku.

Kak... di lorong depan itu saya turun... katanya.

Rumah kamu dimana..? tanyaku

Dibalik pertokoan itu kak..

Akupun berhenti pas di depan lorong itu,.

Anak itupun turun dan mengucapkan terima kasih, dan hendak melangkah pergi.

Kurogoh kantong celanaku,. aku masih punya selembar uang 50 rbu.

Dek.. kesini sebentar.

Anak itu mendekat,.

Maaf saya hanya punya ini. kataku..

Kusodorkan selembar uang itu, dan ia pun mengambilnya.

Belih makanan dan obat untuk ibu kamu,. kataku.

Mata anak itu berkaca-kaca, aku merasa begitu terharu. Entah berapa kali anak itu mengucapkan terima kasih.

Pergilah ibumu menunggumu..

Anak itupun pergi dan aku pun melanjutkan perjalananku.

Kejadian tadi menyadarkanku, aku menyesal telah menjadi pribadi yang mudah putus asa, sering mengeluh, egois dan selalu ingin lari dari tanggung jawab. Anak kecil tadi menyadarkanku...

Aku harus berubah........!!!

Makasih dek,. kau menyadarkanku.

Aku tiba-tiba merasa begitu damai,.

Gas motorku kutarik perlahan..

Perlahan kulantunkan lagu kesukaanku.

Belokan terakhir sebelum aku tiba,...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun