Mohon tunggu...
Angga Birawa
Angga Birawa Mohon Tunggu... Konsultan - Content Creator | Pemikir | Penyendiri

Angga Birawa merupakan nama pena saya. Saya menulis disini untuk mencurahkan kegelisahan dan kemarahan mengenai kultur kita yang makin menjauh dari hakekat manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

[Renungan] Ketika Iblis Berkuasa

17 Desember 2019   20:18 Diperbarui: 27 Desember 2019   17:46 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penat seketika, hembusan angin panas pengusaha, merambahi hidup para jelata. Derap kaki langkah sang penguasa, yang mengukuhkan taringnya ke dalam kisi-kisi celah negeri. Penguasa layaknya boneka. Konglomerat adalah dalangnya. Rakyat jelata, mereka hanyalah alat untuk mencapai dunia. Pakai. Pakai habis - habisan. Sampai habis nyawa. Lalu buang.

Tak perlu resah. Rakyat akan selalu ada. Mudah digantikan. Tak ada harga. Nyawa tak ubahnya sinar lilin. Tiup. Hilang.

Apa harga mereka tak lebihnya seperti seekor sapi perah. 

Bagaimana bila bos - bos di perusahaan itu. Para manajer itu. Yang ada bukan karena manfaat. Yang ada bukan karena akhlak. Yang ada bukan karena kompetensi mereka. Tapi karena ampuhnya jilatan kepada bos mereka. Dan bos mereka kepada bos mereka lagi. Dan bos mereka lagi. Dan seterusnya. 

Inikah generasi penjilat? Inikah generasi pengemis? Lalu akan kemana generasi seterusnya?

Bagaimana layaknya kehidupan kerja, saling hantam untuk mencari muka. Saling hantam untuk mencari rizki. Rizki macam apa? Rizki yang akan mereka bawa ke rumah - rumah mereka. Yang akan mengalir ke darah dan nadi istri dan anak - anak mereka. Tegakah orang - orang itu? Memakan bangkai sesamanya sendiri? Lalu, membawa pulang bangkai itu, dan menyuapkannya pada  mulut - mulut istri dan anak - anak mereka. Yang setelahnya, tidak akan lagi suci.

Bayangkan bangkai itu. Dicerna oleh usus dan perut mereka. Bersatu dengan jiwa keluargamu. Menjijikkan.

Wahai kita semua, sampai kapan harta dan dunia akan jadi Tuhanmu? Gelap dahimu hanya untuk menutupi gelap hatimu. Cerah penampilanmu, hanya untuk menutupi busuknya pikiranmu. 

Apakah dirimu dan hidupmu, sehalal status dan KTPmu. Pikir lagi. Berpikir lagi. Jangan teriakan mulutmu. Luaskan manfaat hidupmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun