Sebuah buku dapat dinilai dari penggunaan gaya bahasa penulis yang digunakan, selain itu sebuah buku dapat membekas bagi para pembaca ketika menggunakan latar belakang cerita yang unik seperti masa kolonial dan keterkaitan dengan sejarah seperti masa penjajahan.
Salah satu buku yang terkenal dan dapat menjadi buah bibir adalah buku Parijs van Java. Buku tersebut mampu meraih dan menarik pembaca dengan cerita yang disajikan.
Dalam keremangan malam yang pekat, di antara bangunan-bangunan tua yang menyimpan rahasia masa lalu, tersembunyi kisah gelap Kota Bandung di era kolonial Hindia Belanda.
Dalam novel ini, kita dihadapkan pada sebuah alur penuh intrik, ketegangan, dan perjuangan cinta yang berani di tengah gejolak yang melibatkan para tokoh, serta sosok-sosok kolonial yang menjalankan permainan kekuasaan mereka dengan gemerlapnya.
Penulis dengan kefasihan menggambarkan setiap latar belakang dengan memukau, menyajikan kemegahan kolonialisme yang bertabrakan dengan sisi gelapnya yang tersembunyi. Dalam setiap halaman, kita dihadapkan pada drama emosional yang memilukan, di sisi lain, kita juga disajikan dengan konspirasi yang menggugah rasa ingin tahu.
Apakah cinta mampu bertahan dalam ketidakadilan yang tak terbayangkan? Bisakah sepasang kekasih melawan arus gelombang kepentingan yang menyeret mereka ke dalam pusaran konflik dan tipu daya?
Mungkin saja, di antara bayangan-bayangan malam Kota Bandung yang menyimpan rahasia, ada kekuatan yang mampu mengubah takdir dan mempertahankan cahaya di tengah gelapnya dunia.
SINOPSIS
Buku karya Remy Sylado memperkenalkan tokoh utama, Gertruida van Veen, seorang gadis berdarah Belanda yang memasuki usia 16 tahun dalam keluarga yang kental dengan nilai-nilai agama.
Kehidupan yang dijalani oleh Gertruida dipenuhi dengan ceramah dari ayahnya yang seorang Pastor dan seorang ibu mantan aktris.
Gertruida memulai petualangan hidupnya setelah bertemu dengan seorang pelukis bernama Rob Verschoor asal Oude Gracht. Ia jatuh cinta dengan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Rob untuknya.
Cerita cinta mereka dimulai dengan indah, membawa anugerah kehamilan yang mengubah segalanya. Namun, kebahagiaan mereka diuji oleh tantangan besar.
Tidak ada yang berjalan seperti apa yang ia harap, mulai dari konflik orangtuanya, pelarian dari rumah selama berbulan-bulan, dan kepekaan terhadap perjalanan hidupnya yang tak terduga.
Gertruida menghadapi kegetiran yang ia jalani tidak hanya membuat hidup yang mulanya monoton menjadi sangat berliku. Ia juga merasakan kegundahan hingga keindahan memiliki seorang lelaki yang dapat diandalkan.
Dalam pahitnya kenyataan yang ia tidak akan pernah duga, ia menghadapi semua dengan kepala yang tegak dan hati yang penuh kesadaran.
Dari negeri van oranje, ia mengarungi samudera ke tanah jajahan Belanda yaitu Hindia Belanda untuk melangsungkan kehidupan baru bersama sang kekasih dengan tawaran hidup yang menjanjikan dari seorang teman dekat Rob, yaitu Rumondt.
Kisah liku yang penuh tantangan dan keindahan berlanjut bahkan setelah mereka menginjakan kaki di Batavia, kemudian berpindah ke Djogja, hingga berlabuh di Parijs van Java, Bandung.
Tidak mudah bagi Gertruida dengan apa yang harus ia lalui di Hindia Belanda, kebahagiaan seketika runtuh ketika ia keguguran. Dalam tragedi yang lebih besar, ia mengalami peristiwa tragis ketika diperkosa oleh Rumondt, seseorang yang mencabut kebahagiaan dalam dirinya.
Rob yang mulanya tidak mengetahui hal tersebut malah mendapati dirinya dipenjara karena siasat licik Rumondt dan rekannya Van der Wijk. Meski mengalami kepahitan itu semua, Gertruida bangkit kembali dan mengandung anak lagi.
Anak tersebut lahir dan diberi nama Indonesia, namun kesengsaraan tidak berakhir disitu ketika anaknya diculik. Sementara itu, Rob, yang sebelumnya dikira telah meninggal setelah mampu melarikan diri dari penjara, ternyata masih hidup, membuka babak baru dalam cerita yang penuh kejutan dan kompleksitas.
Kisah ini tidak hanya tentang cinta, tetapi juga tentang ketahanan, kebijaksanaan, dan kehidupan yang tak terduga di kota yang memikat, Parijs van Java.
Judul buku : Parijs van Java
Penulis : Remy Sylado
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Desain Sampul : Fitriana Hadi
Cetakan : Cetakan ketiga, Maret 2023
Tebal : v + 592 hlm.; 14 cm x 21 cm
ISBN : 978-602-481-879-1
ISBN Digital : 978-602-481-880-7
RESENSI
Pada awalnya, terasa tidak perlu ekspektasi yang banyak terhadap alur dari novel ini karena penggambaran isi buku pada bagian sampul belakang terkesan mengandung konflik dan jalan cerita yang terlalu biasa.
Namun ketika selesai membaca satu buku penuh, akan terasa bahwa alur ataupun konflik pada buku ini tergolong cukup berat, serta ada begitu banyak hal yang menurut kami menarik.
Salah satunya dalam aspek bahasa, yang menggunakan gaya bahasa semi baku di setiap halaman nya, juga terdapat banyak percampuran antara bahasa Indonesia - Belanda.
“Sedalam Noord Zee?” (hlm 72)
“Itu artinya sarjana-sarjana Belanda mencoba berpihak pada kebenaran yang onzin itu” (hlm 248)
“Kejadian-kejadian itu semua adalah liefdadigheid” (hlm 454)
Ditemukan juga ada beberapa penggunaan bahasa Sunda seperti “Mangga dilieueut, Mepro” (hlm 436), bahasa Inggris di beberapa dialog Rumondt dan Van der Wijk, dan bahasa Ibrani saat Gertruida mencoba menjawab pertanyaan Rob mengenai bahasa Ibrani dari ‘Ibunda Perawan’.
Selain aspek bahasa, pembaca juga akan mendapatkan pengetahuan baru saat narasi penjelasan Gertruida tentang bagaimana orang Belanda gemar membuat singkatan terhadap nama-nama mereka, misalnya J.S.B.L Olberg dan kemudian kebiasaan tersebut mempengaruhi juga orang-orang di negeri jajahan Belanda di Asia terutama orang asal Minahasa seperti Dr G.S.S.J. Ratoelangi.
Di setiap akhir bab penulis seringkali menyelipkan quotes bahasa Belanda yang sesuai dengan konflik yang sedang terjadi kala itu, seperti pada bab 3 ketika Gertruida atau yang biasa ibunya panggil dengan sebutan Gerry sedang bimbang terhadap gejolak perasaan nya sendiri, terdapat sebuah quotes pada akhir bab “Het verstand des mensen vertrekt zijn torn” yang berartikan "Pemahaman manusia mengarah pada murkanya".
Atau pada akhir bab 19 “Een vriend heeft te aller tijd lief” yang berarti "Seorang teman mencintai setiap saat" Dimana ketika itu Gertruida berkenalan dengan seorang mahasiswa Technische Hoogeschool bernama AbA (Abdoelkarim bin Abdoelkadir).
Itulah yang kemudian diceritakan menjadi sahabat baik Gertruida pada bab-bab selanjutnya. Buku yang berlatar pada tahun 1920-an ini juga memiliki banyak footnote untuk beberapa istilah-istilah asing dan nama tempat.
Masuk pada bagian konflik, novel karya Remy Sylado ini kaya akan masalah keluarga dimana Mark van Veen, ayah dari Gertruida digambarkan sebagai sosok Pastor dengan aliran calvinisme dan kristen yang kental namun tidak mencerminkan sosok Pastor yang seharusnya, ia sering memaki istrinya dan Gertruida dengan sebutan yang tidak pantas.
Tidak lupa masalah percintaan turut andil dalam kisah tanpa akhir ini, dimana Gertruida si gadis lugu jatuh cinta terhadap Rob si pelukis bahkan cinta nya semakin besar sehingga ia nekat untuk melakukan apapun, namun sang ayah sangat menentang mereka. Mengakibatkan hubungan mereka dipenuhi lika liku tak terhingga.
Jangan lupakan masalah politik yang membuat konflik buku ini semakin seru, di narasikan bahwa mulai melebarnya informasi mengenai pembangunan bordil pada zaman hindia-belanda dan segala rasisme yang terjadi di tahun 1920-an dari Belanda ke Indonesia.
Adapun sekali menyinggung tentang Jepang yang sudah mulai tertarik untuk “menjajah” Indonesia tetapi lebih mengarah tentang bagaimana “kehewanan” para Jepang yang tertarik oleh hasrat dan seksual yang terjadi di rumah bordil di Bandung atau Parijs van Java, staad van bloemen pada saat itu.
Serta diikuti konflik hukum ketika tokoh pendamping protagonis yaitu Rob Verschoor sang pujaan hati Gertruida terperangkap ke dalam jebakan saat meluapkan amarahnya kepada Rumondt karena telah melakukan tindakan keji memperkosa istrinya.
Konflik hukum ini juga beberapa kali dengan gamblang mengangkat tentang permainan nakal para penegak hukum dan aparat yang mudah disogok dengan uang, seakan men-justifikasi bahwa ‘hukum tidak berlaku bagi si kaya’ ironi-nya, masih terjadi juga hingga saat ini.
Ada satu hal menarik lagi yang tidak luput dari pengamatan setelah selesai bergumul dengan karya hebat ini. Bahwa dari konflik yang bisa di relate sebagai remaja mengenai percintaan, buku ini bisa dibaca tergantung bagaimana si pembaca meresapi bukunya.
Bagi sudut pandang kami, konflik dari buku ini memberikan adanya dorongan untuk mengakhiri hidup karena terbawa suasana akan beragam masalah yang terus menghantam kehidupan sang tokoh utama.
Secara keseluruhan, buku ini merupakan karya dengan ide yang cemerlang dan begitu menarik untuk dibaca dengan segala konflik yang disajikan, juga berhasil memberikan perasaan menggebu gebu dan cemas terhadap apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun pada beberapa bab, kami merasa tidak nyaman dengan adanya narasi yang terlalu panjang dan bertele-tele serta penokohan untuk anak Gertruida dan Rob yang diberi nama Indonesia, seakan penulis kurang kreatif atau bahkan menganggap hal ini sebagai lelucon.
"Parijs van Java" oleh Remy Sylado menghadirkan cerita menarik di masa kolonial Hindia Belanda.
Novel ini memperlihatkan kisah yang penuh pasang surut, menggambarkan konflik cinta, masalah keluarga, politik, dan hukum dengan gaya bahasa yang khas, menggabungkan berbagai bahasa untuk memperkaya narasinya.
Meskipun memuaskan dan menyentuh emosi pembaca, ada beberapa poin yang seharusnya bisa di pertimbangkan oleh penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H