Mohon tunggu...
Chairunisa Rohadi
Chairunisa Rohadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Make it easy readers, lets talk about Islam holistically.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PPN Naik, untuk Makan Siang yang Tidak Gratis

26 Desember 2024   08:00 Diperbarui: 26 Desember 2024   09:18 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Pixabay.com

Hai readers, kamu sudah dengar belum soal kebijakan baru pemerintah yang akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12% mulai tahun 2025? Kalau belum, yuk kita bahas bareng-bareng! Kebijakan ini jadi hot topic di Indonesia belakangan ini. Ada yang setuju, ada yang nggak, dan tentu saja ada juga yang bertanya-tanya, "Kenapa sih harus naik?"

Apa Itu PPN dan Kenapa Naik?

Sebelum masuk lebih jauh, kita bahas dulu, apa sih PPN itu? Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi barang atau jasa. Jadi, kalau kamu beli barang atau pakai jasa, kamu sebenarnya udah bayar pajak lho, cuma sering kali nggak terasa karena harganya udah termasuk pajak.

Nah, jadi walaupun di antara readers mungkin masih anak sekolah, atau pun bukan pembayar Pajak Penghasilan (PPh) karena pendapatan gak seberapa, kita sebenarnya pasti udah atau pernah bayar pajak. Nah sampai tahun 2024 ini, PPN yang berlaku sebesar 11% dari nilai barang dan jasa yang kita nikmati.

Nah, mulai 2025, pemerintah berencana menaikkan PPN dari 11% menjadi 12%. Alasan utamanya? Menteri Keuangan bilang, ini buat memperbaiki struktur pajak dan meningkatkan pendapatan negara. Salah satu program yang disebut bakal dibiayai dari kenaikan ini adalah makan bergizi gratis untuk masyarakat. Sounds good? Hmmm, kita bahas lebih jauh dulu deh.

Protes dan Petisi Rakyat

Beberapa hari terakhir, masyarakat mulai menyuarakan keberatan mereka. Bahkan, ada petisi menolak kenaikan PPN ini yang udah sampai ke Sekretariat Negara. Dalam petisi itu, rakyat menilai bahwa kebijakan ini memberatkan, terutama buat kalangan menengah ke bawah. Bansos dan subsidi PLN memang ada, tapi bagi sebagian besar orang, ini dianggap nggak cukup untuk menutupi kenaikan harga barang dan jasa akibat kenaikan pajak.

Apalagi, meskipun pemerintah bilang ada batasan barang-barang tertentu yang akan terkena kenaikan PPN, nyatanya kebutuhan pokok tetap akan terdampak. Jadi, ujung-ujungnya, rakyat kecil yang harus menanggung beban ini.

Masyarakat juga menyinggung bahwa program yang menjadi salah satu faktor utama kenaikan ini sebaiknya di evaluasi kembali. Tidak semua orang menikmati makan gratis, belum lagi kelayakan nilai gizi yang disodorkan.

Masih ada langkah lain untuk mewujudkan tumbuh kembang generasi muda yang lebih baik.

Apa Kata Pemerintah?

Kementerian Keuangan sih santai aja. Mereka bilang, kenaikan PPN ini nggak bakal berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Menurut mereka, bansos dan subsidi listrik sudah cukup untuk melindungi kelompok rentan. Tapi ya, rakyat tetap merasa keberatan.

Di sisi lain, ada yang bilang bahwa kebijakan ini adalah contoh dari pendekatan populis otoriter. Maksudnya, pemerintah merasa cukup dengan memberikan bantuan langsung, tapi mengabaikan aspirasi rakyat yang sebenarnya. Protes lewat petisi? Diabaikan. Kenaikan PPN? Jalan terus. Ini mah bukan makan siang gratis namanya!

Risau yang Penuh Alasan

Sebenarnya pun, masih ada alasan lain yang bahkan mungkin semakin kompleks kenapa masyarakat perlu menolak. Beberapa di antaranya seperti, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kian melonjak, Asosiasi Pengusaha Indonesia saja menyebut kondisi industri tekstil dan garmen kian memprihatinkan. Sritex yang baru saja pailit kemarin, harus memulangkan 3000 pekerjanya. Memprihatinkan...

Ketidakpastian ekonomi global, termasuk potensi resesi di beberapa negara dan konflik geopolitik, turut mempengaruhi perekonomian Indonesia. Penurunan permintaan ekspor dan fluktuasi harga komoditas global dapat berdampak negatif pada sektor industri dan tenaga kerja di dalam negeri.

Bahkan ketika pemerintah menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% untuk tahun 2025. Meskipun bertujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha akan meningkatnya biaya operasional, yang dapat berujung pada PHK jika perusahaan tidak mampu menyesuaikan.

Pandangan Islam tentang Penguasa dan Kebijakan

Kalau kita melihat dari perspektif Islam, kebijakan seperti ini sebenarnya jauh dari prinsip Islam. Dalam Islam, penguasa itu bukan cuma sekadar pemimpin, tapi juga raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung) rakyatnya. Penguasa wajib memastikan kesejahteraan sebagai individu yang hidup, bukan hanya dihitung dalam skala statistik.

Kebijakan yang memberatkan rakyat, seperti kenaikan pajak yang justru memperparah beban hidup, jelas bertentangan dengan prinsip ini. Islam menetapkan bahwa kebijakan ekonomi harus fokus pada kemaslahatan rakyat, bukan sekadar menambah pendapatan negara. Bahkan, pajak dalam Islam itu sifatnya temporer, hanya diberlakukan dalam kondisi darurat dan harus dihapuskan setelah kebutuhan terpenuhi.

Solusi Islam untuk Kesejahteraan Rakyat

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang mengandalkan pajak sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara, Islam punya mekanisme tersendiri untuk mengelola keuangan negara. Sumber pendapatan negara dalam Islam berasal dari pengelolaan sumber daya alam, zakat, kharaj, jizyah, dan lain-lain. Semua ini diatur sedemikian rupa agar nggak memberatkan rakyat.

Bayangkan kalau sumber daya alam yang sekarang dikelola oleh swasta atau asing, bisa diambil alih oleh negara untuk kepentingan rakyat. Pendapatan negara akan jauh lebih besar, tanpa perlu membebani rakyat dengan pajak yang tinggi. Dengan begitu, kesejahteraan individu bisa benar-benar terwujud.

Pemerintah kita yang korup gimana? Itu mungkin akan jadi bahasan lain, ya.

Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Sebagai rakyat, penting banget buat terus menyuarakan pendapat dan mencari solusi yang lebih baik. Salah satu cara yang bisa kamu lakukan adalah ikut berdiskusi di ruang-ruang publik, baik online maupun offline. Jangan ragu untuk menyampaikan aspirasi kamu lewat media sosial atau ikut menandatangani petisi yang sejalan dengan hati nurani kamu.

Dan yang nggak kalah penting, yuk belajar lebih banyak tentang bagaimana sistem Islam mengatur kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi. Karena siapa tahu, solusi yang kita cari-cari selama ini sebenarnya udah ada dalam ajaran Islam, tinggal kita implementasikan aja.

Kesimpulan

Kenaikan PPN jadi 12% memang jadi isu yang kontroversial. Di satu sisi, pemerintah merasa ini perlu untuk meningkatkan pendapatan negara dan membiayai program-program sosial. Tapi di sisi lain, rakyat merasa kebijakan ini justru memberatkan, terutama buat mereka yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebagai rakyat, penting banget buat terus kritis terhadap kebijakan pemerintah. Dan sebagai Muslim, kita juga perlu belajar dan memahami bagaimana Islam mengatur relasi antara penguasa dan rakyat. Karena pada akhirnya, kesejahteraan sejati hanya bisa terwujud kalau penguasa benar-benar menjalankan tugasnya sebagai pengurus dan pelindung rakyat.

Gimana menurut kamu? Setuju atau punya pendapat lain? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun