Mohon tunggu...
Chairunisa Rohadi
Chairunisa Rohadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Pencinta cerita penuh romantisme dan perjuangan, sekaligus pengamat sosial yang peduli pada pendidikan dan ekonomi masyarakat grassroot. Saya percaya bahwa Islam bisa menjadi jendela untuk memahami dunia, dan tulisan opini adalah cara saya membagikan sudut pandang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tom Lembong dan Najwa Shihab, dan Politik Balas Dendam dalam Era Kapitalisme Demokrasi

2 November 2024   06:06 Diperbarui: 2 November 2024   06:06 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelantikan Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara (sumber : presidenri.go.id) 

Demokrasi yang seharusnya menjadi ruang aspirasi rakyat kini berubah menjadi arena permainan kepentingan, penuh strategi politik yang hanya menguntungkan kelompok tertentu. Dua kasus belakangan ini, yaitu upaya pembungkaman Najwa Shihab melalui fitnah dan panggilan persidangan terhadap Tom Lembong atas dugaan korupsi, menggarisbawahi bagaimana sistem kapitalisme dengan pedangnya bernama demokrasi menciptakan iklim politik yang cenderung represif.

Mereka yang berdiri di luar lingkaran rezim atau dianggap sebagai ancaman akan menghadapi tekanan yang begitu kuat, sebuah bukti dari pergeseran fungsi demokrasi menjadi alat pemukul untuk mempertahankan dominasi kekuasaan.

Najwa Shihab dan Fenomena Karakter Assassination

Najwa Shihab, seorang jurnalis terkenal yang kerap bersikap kritis terhadap berbagai persoalan bangsa, baru-baru ini menghadapi serangan fitnah yang dirancang untuk merusak reputasinya. Melalui berbagai platform, ia diposisikan sebagai sosok yang pantas dicurigai atau bahkan dibenci.

 Tindakan ini bukan pertama kali terjadi dalam politik Indonesia. Karakter assassination atau pembunuhan karakter, adalah strategi klasik untuk menyingkirkan suara kritis yang berpotensi menggerus citra penguasa.

Sebaliknya, figur seperti Nikita Mirzani, selebritas yang kerap mencari masalah dengan banyak pihak, justru tidak mendapat tekanan serupa dari aparat. Alih-alih dibungkam, sosok seperti Nikita sering kali dianggap sebagai alat pengalihan isu atau bahkan diabaikan saat ada kritikan terhadap kekuasaan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme dengan demokrasi di permukaannya tidak sungguh-sungguh memberikan ruang setara bagi setiap individu. Mereka yang "bermasalah" tapi tidak mengancam kekuasaan masih bisa diberi tempat di ruang publik, sementara yang kritis dan berpotensi menggoyang status quo akan cepat dilumpuhkan.

Tom Lembong dan Tuduhan Korupsi di Balik Kebijakan Impor

Kasus Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang saat ini diseret ke meja hijau karena kebijakan impor gula pada tahun 2015, menyisakan banyak tanda tanya. Mengapa kebijakan yang telah lama berlalu baru sekarang dipermasalahkan? Kenapa baru sekarang ada tuduhan korupsi terkait kebijakan tersebut?

Tom Lembong dikenal sebagai sosok yang kerap menyuarakan kritik terhadap pemerintahan, dan sikap ini tentu bertentangan dengan posisi pemerintah saat ini. Belum lagi posisinya sebagai co-captain paslon lawan pasangan pemenang yang saat ini sudah resmi menjabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun