Mohon tunggu...
Chairunisa Rohadi
Chairunisa Rohadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Make it easy readers, lets talk about Islam holistically.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Food Estate, Proyek Ketahanan Pangan yang Tak Kunjung Tuai Hasil Panen

5 April 2023   19:00 Diperbarui: 26 November 2024   13:59 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Joko Widodo memberikan sinyal peringatan kepada para menteri kabinet Indonesia Maju akan datangnya ancaman krisis pangan dunia di tengah Pandemi Covid-19. 

Hal ini pun langsung direspon oleh beberapa menteri termasuk Mentri pertahanan Prabowo Subianto yang dimana akan merencanakan program pembangunan lumbung pangan nasional (food estate) di Kalimantan Tengah dengan alasan agar cadangan strategi pangan Pemerintah tetap terjaga ke depan hingga mampu melakukan ekspor pangan. 

Namun berdasarkan penelusuran BBC News Indonesia Bersama LSM Pantau Gambut menemukan proyek tersebut justru hanya memicu persoalan baru, bencana banjir yang meluas dan berkepanjangan, serta memaksa masyarakat Dayak mengubah kebiasaan menanam.

Sebelum lahan berubah menjadi kebun singkong, hutan menjadi tempat tumpuan penduduk mencari kayu guna membangun rumah, berburu hewan, hingga mencari ramuan tradisional. Kini semua telah hilang. Bermula dari November 2020, puluhan alat berat dikawal tentara mulai memasuki hutan di wilayah Gunung Mas. Kini beberapa di antaranya terbengkalai rusak dan hanya meninggalkan pilu bagi masyarakat sekitar. Selain singkong, pemeirntah juga mengembangkan food estate padi di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau.

Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah, Bayu Herinata, pidaknya sudah mengira program lumbung pangan ini akan gagal sebagaimana yang terjadi sebelumnya. 

Program serupa juga pernah dijalankan di era presiden Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono namun taka da yang berhasil. Penyebabnya karena kajian ilmiah perihal kesesuaian lahan dan kondisi sosial masyarakat di Kalimantan Tengah. Sebab menanam padi di atas lahan eks-Pengembangan Laham Gambut (PLG) adalah Tindakan serampangan. 

Seharusnya fungsi gambut adalah pengatur siklus air namun justru diekploitasi sehingga terjadi kekeringan dan malah memicu kebakaran hutan. Pemerintah tak hanya merusak gambut, namun merembet ke kawasan hutan yang menjadi lokasi kebun singkong. Padahal hutan habitat satwa liar.

Ketahanan pangan, di sisi lain, adalah bentuk otonomi negara. Tujuan dari ketahanan pangan itu sendiri tidak hanya mencakup pangan yang cukup (ketersediaan), murah (terjangkau), tetapi juga pangan yang aman dan bergizi (keamanan).

Jika pemerintah benar-benar ingin mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia, aspek ketersediaan, keterjangkauan, dan keamanan pangan harus benar-benar menjadi ukuran utama. 

Keberadaan ruang makan yang terencana harus menjawab permasalahan dari ketiga aspek tersebut. Perencanaan yang cermat, koordinasi antar-lembaga yang baik, dan implementasi yang baik sangat penting untuk mewujudkan ketiga aspek tersebut. 

Menilik situs resminya, situs KPPIP belum update dengan perkembangan terkini terkait food estate di beberapa lokasi yang diusulkan, termasuk masalah sumber pendanaan, jadwal pendanaan, dan rencana memulai pembangunan.

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Hal ini juga disebutkan dalam Al-Qur'an: "Kami tidak menjadikan mereka badan-badan yang tidak memakan makanan, dan mereka (juga) bukanlah manusia yang kekal." (QS. Al-Anbiya: 8)

Ayat di atas menjelaskan bahwa tubuh yang tidak makan tidak abadi, artinya tidak berumur panjang. Pangan telah menjadi Hajah Ghariziyah, kebutuhan fitrah manusia. Jika orang tidak makan atau minum, kelangsungan hidup mereka terancam. 

Krisis pangan yang melanda dunia saat ini bukan hanya karena kurangnya ketersediaan, tetapi juga karena kualitasnya. Padahal, jauh sebelum krisis, hukum Islam menawarkan solusi ketahanan pangan. Bahkan memiliki praktik hukum sendiri yang secara khusus mengatur keamanan pangan.

Cakupan fiqh di bidang pangan tidak hanya terbatas pada fiqh pangan yang berkaitan dengan halal dan haram, tetapi juga harus mencakup banyak topik lainnya, terutama politik ekonomi pangan. 

Menurut kaidah hukum, peran pemerintah sangat besar dalam mewujudkan kemaslahatan manusia secara umum, Tasharruf al-imam 'ala al-raiyah manutun bi al-maslahah, artinya peran pemimpin (pemerintah) adalah kepada rakyatnya membawa keuntungan. Tujuan hukum Islam tidak lain adalah kemaslahatan umat Islam. 

Di antara lima maqasidik syariah (tujuan syariah) salah satunya adalah Hifz Nafs alias yang melindungi atau menjaga jiwa manusia. Islam selalu memperjuangkan kondisi yang aman bagi jiwa manusia. Pemenuhan kebutuhan merupakan bagian dari tujuan hukum Islam.

Setiap masyarakat dapat secara individu memenuhi kebutuhan makanan. Namun, Islam menuntut kepemimpinan pemerintahan yang lebih kuat. Terutama tentang distribusi industri makanan. 

Kita tahu bahwa ketimpangan ada di mana-mana. Ada orang yang kenyang karena tambahan makanan, tapi ada juga orang yang lapar, bahkan tidak bisa makan nasi.Investasi untuk melaksanakan hak atas pangan secara makro menjadi tanggung jawab negara di bawah kendali rakyatnya. 

Nabi Muhammad adalah salah satu contohnya. Saat memimpin pemerintahan, perhatian Rasulullah SAW terhadap masalah pangan tidak pernah lepas dan selalu tetap. 

Sayyid al-Bakri dalam bukunya I'anatuth Tholibin melaporkan betapa kerasnya Nabi terhadap kemungkinan ketidakadilan pangan karena aktivitas yang menumpuk dari beberapa elemen. 

Akumulasi ini menyebabkan harga pangan naik dan rumah tangga miskin tidak mampu membeli pangan. Rasulullah mengatakan bahwa menimbun adalah dosa besar dan perilaku ini adalah kutukan dari Allah.

Untuk struktur kelembagaan, harus ada kementerian tersendiri yang menangani ketahanan pangan. Negara yang didirikan Nabi bergantung pada tiga departemen atau kementerian yang bekerja sama dalam tugas administrasi dan lapangan untuk mempertahankan pangan. Yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Lumbung Pangan (Kemenhan) dan Kementerian Kesejahteraan Sosial.

Ketiga bagian tersebut di atas dikelola langsung oleh Majelis Ulama (Penasehat Istana, dll). Dewan kemudian menyajikan pandangannya tentang keamanan pangan, peraturan dan praktik, aspek administrasi yang diperlukan, prosedur yang digunakan dan pedoman untuk pengembangan dan perencanaan yang tepat.

Ketiga departemen yang berada di bawah pengawasan ini kemudian harus memastikan tersedianya pangan yang aman, halal, dan bebas penyakit bagi masyarakat serta mempertimbangkan bagaimana menjaga distribusi dengan harga/biaya yang terjangkau.

Diharapkan intervensi pemerintah dalam ketahanan pangan dapat membantu memerangi kemiskinan dan kekurangan gizi. Dalam Islam sendiri, distribusi ekonomi pangan juga harus diimbangi dengan ibadah zakat, infaq, sedekah dan infak. Ini tugas Perbendaharaan, uang rakyat harus dikelola dengan baik agar tersalurkan untuk ketahanan pangan.

Krisis pangan memang mengancam dunia, tapi Islam punya solusinya. Promosi pertanian dan regulasi industri makanan dijelaskan dengan jelas dalam yurisprudensi keamanan pangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun