Tanggal 8 Zulhijjah siang kami di berangkatkan menuju Arafah, tanpa hambatan berarti kami pun tiba di padang Arafah. Angin yang bertiup sangat kencang menyambut kedatangan kami, begitu kencang nya sehingga ada kloter/rombongan lain yang tendanya beterbangan di sapu angin. Perihnya mata oleh sapuan pasir yang beterbangan adalah sebagian cobaan yang harus kami lalui saat itu. Alhamdulillah jam 10 malam suasana mulai tenang bahkan saking tenang nya daun pun tidak bergerak sama sekali, sungguh suatu malam yang nyaman dan damai bagi kami para jemaah yang ada di Arafah saat itu.
Tanggal 9 Zulhijjah adalah wukuf yaitu puncak pelaksanaan ibadah Haji. Diawali dengan mendengarkan khutbah Arafah oleh ketua KBIH Data 15 yang benar benar membuat air mata berderai tanpa malu malu, ingat semua kesalahan dan dosa kami di masa lalu, dengan orang tua, sahabat, saudara, suami istri, anak, tetangga .... Semua kehidupan seolah berputar balik menayangkan film film masa lalu tersebut. Ya Allah andaikan aku di izinkan untuk kembali ke masa lalu akan kucium kaki almarhumah ibuku, akan kuperbaiki semua langkah dan dosaku. Ya Allah sungguh di hari ini Kau tunjukkan kebesaranMu dengan menunjukkan betapa kecilnya kami di hadapanMu ya Allah...
Setelah sholat Zuhur, kami saling bermaaf-maafan dengan penuh keharuan dan keikhlasan. Setelah itu suami istri bertemu untuk saling maaf memaafkan, tak ada yg merasa lebih super dari yang lain, semua kata seolah lebur lewat kata maaf dan derai air mata, sungguh suatu pemandangan yang sangat jarang terjadi, kehidupan kota besar yg terkadang membuat suami istri seolah menjadi orang asing tapi di hari wukuf ini muncul semangat baru untuk saling melengkapi, saling support dalam beribadah dan bekeluarga.
Sore nya kami berangkat untuk bermalam di Muzdalifah, di sana di lapangan yang luas hanya beralaskan tikar dan beratap langit rombongan Data 15 berkumpul di situ, sembari mencari batu untuk bekal melempar jumroh.
Suasana di Muzdalifah
Jam 6 pagi kami tiba di tenda maktab 38 Mina, setelah istirahat sebentar ketua Data 15 mengajak untuk melempar jumroh aqobah karena di rasa jalur yang kami lewati bisa di lewati dengan aman.
Jam 08.30 kami bergerak menuju terowongan Mina melalui jalur lantai 3, sebuah jalur yang memang merupakan jalur yang biasa di pakai oleh jemaah haji Indonesia. Suasana yang lumayan padat dengan ribuan jemaah pada saat memasuki terowongan Mina sedikit menimbulkan kekhawatiran di tambah ada sedikit insiden kecil di mulut terowongan ketika serombongan kecil orang Afrika berhenti tiba tiba karena marah kakinya kena kursi roda yang di dorong, beruntung jemaah lainnya saling menyabarkan dan meneriakkan talbiyah sehingga kemacetan menjadi lancar kembali. Suatu hal yang berbahaya pada saat arus padat tiba tiba ada yang berhenti seperti itu.
Proses lempar jumroh Aqobah berjalan dengan lancar dan kami tiba di tenda lagi jam 11.30 siang. Dan saat itulah kami baru menyadari bahwa telah terjadi tragedi besar di terowongan Mina lantai 1 saat itu. Telpon dari tanah air berdering ke ponsel kami satu per satu di iringi pertanyaan dan isak tangis sanak keluarga, sungguh suatu hari yang tidak bisa kami lupakan seumur hidup kami. Di saat kami sibuk menenangkan anggota keluarga yang menelpon, kami sendiri tidak tahu persis apa sebenarnya yang terjadi dalam tragedi tersebut.
Pelan-pelan setelah mengumpulkan informasi dari beberapa sumber baru kami mengetahui bahwa banyak jemaah haji Indonesia yang menjadi korban terinjak injak baik tewas ataupun terluka (informasi terakhir 129 Jemaah Haji Indonesia tewas dari ribuaan total yang tewas dari peristiwa tersebut) karena padat nya jamaah dan mampet di mulut terowongan ditambah sejumlah rombongan negara lain memaksa maju merangsek kedalam barisan antrian masuk terowongan, kejadian tersebut sekitar jam 09.30 pagi kira-kira 2 km sebelum pintu terowongan Mina lantai 1, atau lebih dikenal sebagai jalan 204 yang sebetulnya bukanlah jalan yang biasa di lewati oleh Jemaah Haji Indonesia.