Mohon tunggu...
Chairien Nasution
Chairien Nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

kecil yang memenuhi 'act of service' dipeluk oleh momen berharga dalam hidupnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberlakuan Beauty Privilege dalam Kehidupan Masyarakat

14 Juni 2022   17:51 Diperbarui: 14 Juni 2022   17:59 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap manusia di dunia lahir dengan berbagai macam kelebihan dan kekurangan. Setiap manusia tersebut juga pastinya memiliki keinginan untuk berhasil masuk dalam golongan 'si cantik', 'si tampan', ' si menawan', maupun 'si rupawan'. Untuk mewujudkan hal tersebut, mereka pasti melakukan berbagai cara seperti menggunakan produk kecantikan, produk perawatan kulit, melakukan botox, melakukan proses sedot lemak, melakukan diet, dan berbagai kegiatan lainnya untuk menjadi lebih cantik sesuai ekspektasi yang mereka inginkan. 

Proses yang mereka lalui untuk menjadi cantik atau rupawan itu tidak mudah, semuanya membutuhkan waktu yang cukup lama, membutuhkan biaya dengan jumlah tidak sedikit, serta biasanya menimbulkan rasa sakit sesuai dengan tagline yang terkenal dalam kehidupan masyarakat, yaitu 'beauty is pain' dan 'behind every beautiful thing, there is some kind of pain'.

Orang-orang yang tergabung dalam golongan 'si cantik', 'si tampan', ' si menawan', maupun 'si rupawan' itu biasanya memiliki hak istimewa yang berlaku dalam kehidupannya di lingkungan sekitar. Hak istimewa tersebut disebut dengan 'beauty privilege'. Beauty privilege merupakan hak istimewa yang didapatkan oleh setiap wanita maupun setiap pria yang dianggap lebih cantik atau lebih menarik berdasarkan standar kecantikan yang berlaku di masyarakat. 

Orang - orang yang berhasil memperoleh beauty privilege biasanya dinilai hanya dari segi ketampanan maupun kecantikannya saja tanpa memandang kepribadian dan kinerja mereka dalam melakukan suatu pekerjaan. Mereka dalam hidupnya diyakini akan memperoleh banyak kesempatan, banyak perhatian, dan banyak pujian daripada mereka yang memiliki penampilan fisik standar ataupun penampilan fisik biasa saja.

Keunggulan dari setiap wanita dan setiap pria yang memperoleh beauty privilege dapat dikatakan sangat menguntungkan. Pertama, memperoleh banyak perhatian. 

Masyarakat yang ada di sekitar mereka akan cenderung selalu memperhatikan, mendengarkan setiap bahan pembicaraan, berperilaku baik seperti mau mengantarkan ke rumah suatu tempat lain walau jaraknya terbilang jauh, membelikan makanan, memberikan bantuan dengan cepat apabila membutuhkan pertolongan, dan lain sebagainya. Kedua, mendapatkan label baik dari masyarakat. Label yang diberikan masyarakat dapat berupa pujian seperti "kamu cantik", "kamu tampan", "dia tergolong sangat pintar", "dia merupakan menantu idaman", dan lain sebagainya. A

da salah satu stereotype yang diyakini oleh beberapa masyarakat, yaitu "orang yang good looking atau berparas menarik itu cenderung memiliki segudang prestasi'. Adanya stereotype tersebut mendorong beberapa masyarakat mengira bahwa 'si cantik', 'si tampan', ' si menawan', maupun 'si rupawan' itu pasti cenderung pintar dan dapat diandalkan tanpa mencari tahu apakah hal tersebut valid untuk individu tersebut atau tidak. 

Ketiga, memperoleh banyak kesempatan yang menguntungkan. Beauty privilege saat ini tidak hanya berlaku dalam kehidupan sehari-hari, namun sudah masuk dalam dunia pekerjaan dan dunia sekolah maupun universitas. 'Si cantik', 'si tampan', ' si menawan', maupun 'si rupawan' biasanya lebih mudah memperoleh pekerjaan.

 Hal ini bisa dibuktikan dengan suatu perusahaan, umumnya pada divisi hubungan masyarakat, biasanya berisi orang - orang dengan penampilan menarik dan berparas cantik atau tampan. Kriteria - kriteria untuk harus berpenampilan menarik tersebut juga biasanya ditulis di lowongan pekerjaan yang beredar di masyarakat. 

Selain itu, di area pendidikan seperti sekolah dasar dan sekolah menengah, terdapat beberapa guru yang cenderung melabeli muridnya yang berparas cantik dan tampan sebagai 'anak emas'. Para guru tersebut biasanya lebih memperhatikan murid tersebut, memberi nilai lebih, bahkan berperilaku lebih menyenangkan daripada dengan murid - murid lainnya. Hal ini juga terjadi di lingkungan universitas, di mana dosen juga berperilaku lebih menyenangkan kepada mahasiswa atau mahasiswi yang berparas menarik, memberi nilai lebih, bahkan meluluskan pendidikan 'si cantik', 'si tampan', 'si menawan', maupun 'si rupawan' itu lebih cepat daripada mahasiswa dan mahasiswi lainnya yang berpenampilan biasa saja.

Beberapa orang masih ada yang tidak percaya akan berlakunya beauty privilege dalam kehidupan lingkungan sekitarnya, namun apabila mereka perhatikan lebih mendalam, beauty privilege itu berlaku dalam lingkungan sekitar. Bukti - buktinya dapat dilihat dari perlakuan masyarakat sekitar ketika mereka bertemu 'si cantik', 'si tampan', ' si menawan', maupun 'si rupawan'. Pasti terlihat adanya perbedaan dalam waktu ketika mereka memberikan sikap perhatian. 

Mereka yang memiliki beauty privilege pasti akan lebih didengar dan diperhatikan dengan baik. Memang tidak semua orang berperilaku demikian, namun tetap saja ada sebagian orang yang berperilaku tidak adil pada mereka yang berpenampilan menarik dan mereka yang berpenampilan standar atau biasa saja.

Tidak dapat dibantah lagi kalau adanya beauty privilege bisa menumbuhkan berbagai dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan dapat berupa tindakan diskriminasi. Tindakan membandingkan penampilan serta paras seseorang dan menentukan siapa yang menjadi 'si cantik', 'si tampan', 'si menawan', maupun 'si rupawan' merupakan tindakan diskriminasi. 

Adanya beauty privilege juga mampu membuat seseorang menjadi insecure atau tumbuh rasa tidak percaya diri. Hal ini dikarenakan mereka yang merasa tidak mendapatkan perhatian yang sama berarti telah ditentukan kalau mereka bukan bagian dari 'si cantik', 'si tampan', 'si menawan', maupun 'si rupawan'. 

Selain itu, dampak terburuk yang dihasilkan oleh berlakunya beauty privilege adalah perundungan dan tumbuhnya rasa dikucilkan dari lingkungan sekitarnya. Rasa dikucilkan dapat muncul ketika mereka yang merasa bukan bagian dari 'si cantik', 'si tampan', 'si menawan', maupun 'si rupawan' dijauhi oleh masyarakat yang lebih memilih untuk berteman dengan mereka yang berparas lebih menarik.

Dikarenakan banyaknya ketidakadilan yang tumbuh akibat berlakunya beauty privilege, maka sebaiknya masyarakat mampu mengubah mind set mereka agar tidak menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya seperti tagline "Don't judge a book by it's cover". Setiap orang pasti memiliki kelebihan maupun kekurangan sendiri dalam hidupnya dan value tersebut tidak melulu hanya berada di penampilan. Mereka bisa jadi memiliki soft skill yang lebih baik atau hard skill yang membuat mereka lebih unggul. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun