Mereka yang memiliki beauty privilege pasti akan lebih didengar dan diperhatikan dengan baik. Memang tidak semua orang berperilaku demikian, namun tetap saja ada sebagian orang yang berperilaku tidak adil pada mereka yang berpenampilan menarik dan mereka yang berpenampilan standar atau biasa saja.
Tidak dapat dibantah lagi kalau adanya beauty privilege bisa menumbuhkan berbagai dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan dapat berupa tindakan diskriminasi. Tindakan membandingkan penampilan serta paras seseorang dan menentukan siapa yang menjadi 'si cantik', 'si tampan', 'si menawan', maupun 'si rupawan' merupakan tindakan diskriminasi.Â
Adanya beauty privilege juga mampu membuat seseorang menjadi insecure atau tumbuh rasa tidak percaya diri. Hal ini dikarenakan mereka yang merasa tidak mendapatkan perhatian yang sama berarti telah ditentukan kalau mereka bukan bagian dari 'si cantik', 'si tampan', 'si menawan', maupun 'si rupawan'.Â
Selain itu, dampak terburuk yang dihasilkan oleh berlakunya beauty privilege adalah perundungan dan tumbuhnya rasa dikucilkan dari lingkungan sekitarnya. Rasa dikucilkan dapat muncul ketika mereka yang merasa bukan bagian dari 'si cantik', 'si tampan', 'si menawan', maupun 'si rupawan' dijauhi oleh masyarakat yang lebih memilih untuk berteman dengan mereka yang berparas lebih menarik.
Dikarenakan banyaknya ketidakadilan yang tumbuh akibat berlakunya beauty privilege, maka sebaiknya masyarakat mampu mengubah mind set mereka agar tidak menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya seperti tagline "Don't judge a book by it's cover". Setiap orang pasti memiliki kelebihan maupun kekurangan sendiri dalam hidupnya dan value tersebut tidak melulu hanya berada di penampilan. Mereka bisa jadi memiliki soft skill yang lebih baik atau hard skill yang membuat mereka lebih unggul.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H