Perhatian dari keluarga, kunci kesembuhan jiwa
Cie ketipu judul ya? ^^ Kirain bahas cintaku padamu, eh ternyata ....
Ngomong-ngomong, kalian tipe yang aware dengan masalah kejiwaan atau justru punya pengalaman penyintas? Saya? Baca deh, artikel-artikel saya sebelumnya. Udah menjadi panggilan jiwa  untuk meramaikan kampanye kesehatan mental dalam bentuk tulisan. Alasannya? tentu saja untuk jurnal pribadi yang tidak akan lekang oleh waktu.Â
Bisa jadi ... saya perlu artikel ini tiga tahun lagi. Bisa jadi ... artikel ini semakin membuka pikiran banyak orang untuk perhatian dengan kesehatan jiwa. Bisa jadi ... satu tahun lagi, topik ini tidak lagi mendapatkan tertawaan, cemoohan, dan hinaan dari rekan sejawat.
Tidak perlu jauh-jauh. Keluarga atau tetangga terdekat saja.Â
Seperti tanda-tanda Merasa Sendiri? Alarm Bahaya, Nih! atau sudah masuk fase Realita Terganggu? dari Bunyi Bisikan sampai Bunyi Bantingan. Nah, kita perlu aware dan menangkap sinyal-sinyal ini agar cepat tertangani dan dirangkul. Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Bojonegoro, ada perbedaan data ODGJ yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, nih.Â
2020, ada 185 kasus ODGJ berat
2021, ada 170 kasus baru ODGJ berat.Â
Belum lagi Gangguan Mental dan Emosional. Ada 14.826 orang di 2021. Sementara depresi ada sebanyak 221 orang. Sedangkan untuk kunjungan di 36 puskesmas se-Kabupaten Bojonegoro dengan keluhan gangguan kejiwaan di 2021 ada sebanyak 12.638 orang. Tren dikatakan meningkat karena salah satu faktornya adalah pandemi Covid. Ayuk, kita doakan, yang sakit lekas sembuh, dan yang sehat semakin bugar.Â
Saya belajar banyak dari teman-teman Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Bojonegoro. Betapa beruntungnya saya ketika mendapat Whatsapp dari dr. Utami Sanjaya. Psikiater yang selalu muncul di setiap artikel tentang kesehatan jiwa yang saya tulis. Entah kala itu wawancara langsung, ataupun ketika Beliau siaran di Radio Malowopati, radio pemerintah.Â
Beliau mengundang saya untuk hadir dalam seminar yang diadakannya. Terharu? Jelas. Sangat. Saya merasa dirangkul di tengah kesulitan yang saya lalui hari demi hari walau saya tidak mau mengakuinya. Sebab, pasien sangat membutuhkan peran dan dukungan khususnya dari keluarga. Tanpa kepedulian maka sulit untuk kesembuhan walau sudah menjalankan terapi kesehatan. Kalau tidak? Sulitnya berkali lipat.