Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera secara fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan system reproduksi. Kesehatan reproduksi merupaka masalah penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan remaja.
Setiap remaja yang kelak akan menikah dan menjadi orang tua, sebaiknya mempunyai kesehatan reproduksi yang prima, sehingga dapat menghasilkan generasi yang sehat dan berkualitas.Â
WHO mendefinisikan remaja sebagai individu yang berusia 10-19 tahun, sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2014, rentang usia remaja adalah 10-18 tahun.Â
Berbeda dengan kedua definisi tadi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendefinisikan remaja sebagai individu berusia 10-24 tahun yang belum menikah. Meskipun terdapat perbedaan rentang usia kelompok remaja dari berbagai otoritas, remaja diidentifikasikan dengan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015, proporsi penduduk kelompok usia 15- 24 tahun adalah 16.5% atau sekitar 42 juta. Angka ini perkirakan akan semakin meningkat sampai dengan tahun 2030 kemudian akan mengalami penurunan. Hal ini berkaitan dengan transisi demografi di Indonesia (Lembaga Demografi FEB UI, 2017).Â
Terkait hal tersebut, sampai tahun 2030, jumlah penduduk usia produktif akan meningkat dan hal ini dikenal sebagai bonus demografi.Â
Untuk mengoptimalkan bonus demografi, diperlukan upaya untuk memastikan penduduk usia produktif tumbuh sehat dan cerdas sehingga benar-benar dapat produktif. Masa remaja merupakan salah satu masa terjadinya perkembangan paling pesat dalam perjalanan hidup manusia.Â
Proses pematangan secara biologis umumnya mendahului kematangan psikososial pada remaja. Perkembangan korteks pre-frontal yang bertanggung jawab terhadap fungsi eksekutif, pengambilan keputusan, organisasi, pengendalian impuls dan perencanaan masa depan terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perkembangan sistem limbik yang bertanggung jawab terhadap kenikmatan dan pemrosesan ganjaran, respon emosional dan pengaturan tidur.Â
Hal ini menyebabkan remaja cenderung tertarik untuk mengeksplorasi dan bereksperimen tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.
Problematika kaum remaja dapat terjadi sehubungan dengan adanya perbedaan kebutuhan dan aktualisasi dari kemampuan penyesuaian diri remaja terhadap lingkungan tempat hidupnya.Â
Masa ini amat kritis bagi remaja, karena waktu ini muncul keinginan lepas mandiri dari ketergantungan orang tua, rasa ingin tahu yang berlebihan dan mulai rentan terhadap perilaku beresiko.