Dahulu kala ada seorang wanita perawan bernama Pipalnanr. Dia tidur di sebuah gua di atas bukit dekat sebuah kolam. Dia hidup selama waktu yang cukup lama seorang diri. Suatu hari, dia berjalan di hutan. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan seorang lelaki bernama masalai. Masalai terlihat baik dan tidak menakutkan Pipalnanr. Sehingga pada pagi harinya mereka berdua menentukan untuk menikah. Mereka berkumpul di waktu siang hari, namun pada malam hari Pipalnanr meninggalkan masalai di hutan untuk kembali ke gua.
Pernikahan antara Pipalnanr dan Masalai berlangsung cukup lama. Suatu hari, wanita itu hamil. Ketika tiba waktunya untuk melahirkan, masalai berkata, "Ketika bayi menangis di malam hari, kamu tidak boleh menyalakan lampu atau membuat api untuk menenangkannya. Jika bayi buang air besar atau kecil di malam hari, kamu tidak boleh menyalakan lampu untuk membersihkannya. Ini harus kamu lakukan selama lima hari setelah aku memberitahumu ini.
Ketika bayi lahir, Masalai pergi jauh dari istrinya dan anaknya, sehingga istrinya harus melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh masalai. Dia berhasil melakukan hal itu pada awalnya, tetapi pada hari keempat, dia menyalakan lampu untuk membersihkan bayi. Tidak lama kemudian masalai kembali. Dia dengan penuh kemarahan berkata kepada istrinya, "Aku pikir kamu benar-benar menjadi istriku, tapi ternyata tidak. Jika kamu melakukan sesuai dengan yang aku katakan, kamu akan menjadi seseorang yang terkenal di antara penduduk desa. Jika kamu melakukannya, maka ketika orang tua, anak-anak, atau orang dewasa mati, roh mereka akan datang ke sungai ini dan mereka akan dilahirkan kembali." Dia memalingkan punggungnya dan pergi. Kemudian dia berkata, "Tapi karena kamu tidak melakukan seperti yang aku katakan, ketika laki-laki dan perempuan mati mereka tidak akan dilahirkan kembali." Dia mengakhiri pidatonya dan kembali ke hutan, penduduk desa tidak pernah melihat masalai lagi setelah peristiwa itu.
Saat ini bila kita mengunjungi tempat itu (Tingau di provinsi Manus papua Nugini), kita dapat melihat empat kolam. Tiga kolam terlihat indah dan memiliki air. Tetapi satu kolam terkesan marah; kolam tersebut berbatu dan berkelahi dengan pohon-pohon yang mencoba masuk. Kita akan melihat tanda pada pohon-pohon yang tinggal di sana. Pohon-pohon yang tinggal di sana berhenti tumbuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H