Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menelusuri Akar Kebangkitan Harian Serambi Indonesia Pasca Mega Musibah Aceh

1 Januari 2018   14:58 Diperbarui: 2 Januari 2018   14:43 2783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka yang dikirim untuk mambantu Serambi Indonesia itu datang dari berbagai daerah, mulai dari Persda Network di Jakarta, Tribun Kaltim, Tribun Timur Makasar, Banjarmasin Post, Tribun Jabar, Tribun Batam dan Bangka Post. Dari 10 tenaga bantuan itu, termasuk enam wartawan yaitu Mursalim Djafar, Vovo, Chritiana Dwi, Hasanuddin Aco dan Sugi. Kemudian empat diantaranya ditugaskan ke Banda Aceh. Sedangkan tenaga lainnya bertugas di bidang jaringan, layout, dan administrasi (Catatan Pribadi Ismail M. Syah, 2009: 109-110).

Bantuan dari KKG itu tentu saja menambah darah segar dan tenaga tambahan bagi Serambi Indonesia. Buktinya, hampir sebagian besar pekerjaan keredaksian diambil alih oleh tenaga kerja tersebut. Hadirnya tenaga bantuan itu tentu berpengaruh besar terhadap kiprah Serambi Indonesia berikutnya. Kerena itu, tidaklah berlebihan jika penulis mengatakan bahwa kiriman bantuan dari Kompas merupakan salah satu faktor atas kebangkitan Serambi Indonesia pacsatsunami Aceh.

Tampilnya Lhokseumawe
Sekedar informasi bahwa sebelum terjadinya mega musibah Aceh dan mendapat kiriman bantuan dari KKG, pada tahun 2003 Manajemen Serambi Indonesia telah memutuskan untuk mambangun mesin percetakan jarak jauh di Lhokseumawe. Mesin itu baru bisa dioperasikan pada 16 Februari 2004. Di bangunnya mesin percetakan jarak jauh itu sebagai bentuk dan respons Serambi Indonesia atas panjangnya mata rantai distribusi dan meningkatkan ketibaan koran kepada pelanggan (Catatan Pribadi Mohd. Din, 2009: 124).

Ketika terjadinya tsunami, Lhokseumawe tampil untuk menggantikan posisi Banda Aceh sebagai kantor pusat Serambi Indonesia. Di sinilah letak pentingnya Lhokseumawe dengan adanya masin percetakan jarak jauh. Jika ditelusuri lebih jauh, Lhokseumawe adalah alasan sesungguhnya mengapa Serambi Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan pascatsunami. 

Lhokseumawe dan mesin percetakan jarak jauh adalah akar kebangkitan Serambi Indonesia pascatsunami. Memang ada banyak alasan lainnya. Tapi keberadaan mesin percetakan jarak jauh di Lhokseumawe, diakui atau tidak, bahwa Kota Petro Dollar telah berhasil menerbitkan kembali Serambi Indonesia setelah dinyatakan hilang dari peredaran selama lima hari.

Lebih dari itu, Lhokseumawe juga menjadi tempat transit dan titipan pesan dari Jakarta untuk Aceh (dalam hal ini Kompas Gramedia kepada Serambi). Karena itulah, keputusan untuk menerbitkan kembali Serambi Indonesia diserahkan oleh Jakarta kepada Lhokseumawe.

Serambi terbit kembali
Seperti yang telah disebutkan di atas, Serambi Indonesia sempat tidak bisa diterbitkan selama lima hari pascabencana. Hal ini dikarenakan selama musibah tersebut, mesin percetakan Serambi Indonesia di Desa Baet tidak bisa beroperasi lagi. Untuk alasan inilah, wartawan Serambi Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe sepakat bahwa koran harus terbit kembali. Mengenai isi dan rubrik koran, tidak begitu dipertimbangkan. Satu-satunya yang penting adalah bagaimana Serambi Indonesia harus terbit kembali di Lhokseumawe.

Memang, ide untuk menerbitkan kembali Serambi Indonesia sempat menuai pro dan kontra dari kalangan wartawan Serambi Indonesia itu sendiri. Mereka yang kontra beralasan bahwa seharusnya nasib wartawan dan karyawan yang belum menentu itu dipastikan dulu. Baru kemudian koran dipikirkan.

Namun, kritikan itu diabaikan oleh Ismail M. Syah yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Serambi Indonesia di Lhokseumawe. Ismail M. Syah beralasan bahwa akan ada cukup banyak orang-orang yang memikirkan nasib para korban tsunami Aceh, ketimbang orang yang memikirkan keberlangsungan hidup Serambi Indonesia beserta karyawannya (Catatan Pribadi Ismail M. Syah, 2009: 107).

Setelah melakukan koordinasi ulang dengan Jakarta dan Banda Aceh, maka dipastikan bahwa Serambi Indonesia terbit lagi. Tak terhitung berapa kali wartawan di Lhokseumawe pergi ke Banda Aceh untuk menemui jajaran petinggi redaksi. Akhirnya, Sjamsul Kahar setuju akan rencana itu dan menyerahkan segala keputusan kepada pasukan di Lhokseumawe.

Malam tanggal 31 Desember 2004 menjadi malam paling bersejarah bagi wartawan Serambi Indonesia di Lhokseumawe. Sebab pada malam itu mesin percetakan jarak jauh di Lhokseumawe dihidupkan. Banyak wartawan yang tak percaya dan menitikkan air mata ketika mesin itu mencetak lembar per lembar koran Serambi Indonesia. Akhirnya Serambi Indonesia terbit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun