Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Romantisme dan Koneksi Hebat Umar dan Dhien (Bagian Ke- 1)

22 Agustus 2017   17:55 Diperbarui: 21 September 2017   19:22 2351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Chaerol Riezal*

Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata romantis bersifat seperti cerita roman (pencintaan); mesra dan mengasyikkan. Sementara romantisme adalah suatu perasaan, pikiran, dan tindakan spontanitas yang mengutamakan imajinasi, emosi dan sentimen idealisme.

Namun demikian, lain halnya bagi para pemuja cinta. Bagi mereka, pemuja cinta (terutama di kalangan pemuda) romantisme bisa bermakna lain dan sangatlah simpel. Ia bisa berupa; seikat bunga, berlutut dihadapan pasangan, mengutarakan kata-kata bijak dan mutiara tentang cinta, melancong (jalan-jalan) kemana saja, singgah ke restoran mewah dan cafee yang lampunya sedikit remang-remang, berpakain yang serasi, kalung liontin, pemberian hadiah, upload foto di sosial media, atau juga bisa saja berupa ... kue ulang tahun.

Dengan kata lain, bagi para pemuja cinta (apalagi yang remaja), kata romantisme itu mampu mengalahkan semua pengertian dalam KBBI. Seperti halnya dalam sebuah lirik lagu yang dilantunkan oleh Agnes Monica, "cinta ini kadang-kadang tak ada logika." Romatisme itu bisa membuat seseorang di mabuk kepayang oleh cinta. Di sinilah muncul sebuah mitos, bahwa masyarakat ilmiah belum cukup mampu mengalahkan para pemuja cinta (mungkin).

Layaknya jatuh cinta oleh kebanyakan orang, jangan bertanya soal nalar disini. Jika cinta sudah melekat, tahi kucing pun rasanya cokelat. Sudah sering kejadian dan jamak terjadi di mana-mana. Maka jangan heran jika sudah mabuk kepayang dengan cinta, ada-ada saja tindakan bodoh yang dilakukan secara spontan atau tidak. Di satu sisi iya, sementara di sisi lainnya, tetap saja menghadirkan kebahagiaannya (romantis) tersendiri. Begitu pendapat mereka. Silahkan setuju atau tidak dengan argumen tersebut.

Nanum, adakalanya orang yang beranggapan bahwa kecintaan kita kepada seseorang tidak bisa di pilih-pilih atau di tolak-tolak. Alamiah saja. Terkadang, kalau kita dipertemuakan dengan seseorang lalu berjodoh dengan dia, atau menyukai suatu hal tertentu, ya terjadilah. Biarpun hal itu diluar dugaan kita. Mencintai dan memberikan kasih sayang kita kepada seseorang atau menyukai sesuatu, memang begitulah: tidak ada jaminan bakal berbalas. Ya sudahlah, memang begitulah perih dan risiko yang harus ditanggung. Tapi, jangan lupa, justru disitulah kasih sayang, kecintaan, kesetiaan, kesabaran, melankolia, dan romantisme kita sedang diuji. Barangkali inilah yang dulu (mungkin) sempat dialami oleh Umar dan Dhien.

Tapi satu hal yang pasti, bahwa romantisme bagi Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien tidak melulu soal cinta. Bagi mereka, romantisme lebih dari itu. Oleh karenanya, menurut saya Umar dan Dhien sedang memperlihatkan sebuah romantisme yang sesungguhnya kepada orang-orang, sebuah kisah (sejarah) romantis yang selamanya akan diingat dan dikenang dari satu generasi ke generasi berikutnya.

*

Ketika Teuku Umar tertembak dalam sebuah pertempuran dengan pasukan Belanda diwilayah Meulaboh (Aceh Barat) dan tak lama setelah itu meninggal dunia, nama Cut Nyak Dhien keluar sebagai pengganti dan melanjutkan perjuangan sang suami. Bagi Anda yang pernah mengikuti sejarah Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien, pasti tahu bahwa peperangan Belanda dengan Aceh tidak akan berhenti hanya karena Umar dinyatakan telah syahid di medan pertempuran. Atmosfer perang Belanda di Aceh tetap tercipta dan terus berlanjut. Di sanalah cerita romantisme Umar dan Dhien tersajikan.

Ya benar, saat Umar dinyatakan meninggal dunia dan dikebumikan di daerah Mugo (Aceh Barat), Dhien selaku istri Umar memutuskan untuk melanjutkan perjungan sang suami yang telah menghibahkan dirinya untuk Aceh. Keputusan Dhien yang berjuang bersama pesukan Aceh ini sebagai bentuk penolakan atas kehadiran Belanda dan juga respons atas ultimatum perang yang dicetuskan oleh Belanda kepada Kerajaan Aceh.

Ada cukup banyak cerita menarik untuk dikisahkan ulang dari pasangan suami dan istri yang hebat tersebut. Kalau boleh disebut, Umar dan Dhien menyimpan romantismenya tersendiri. Romantisme tersebut sudah jauh adanya, bahkan sebelum Dhien memutuskan melanjutkan perjuangan Umar. Dan kalau Anda tahu cerita dibalik kejeniusan Teuku Umar yang berhasil memikat hati Cut Nyak Dhien dan menikahinya, Anda mungkin akan setuju bahwa cerita itu adalah salah satu bentuk romantisme Umar dan Dhien.

Tapi baiklah, jika itu memang bukan sebuah bentuk romantisme. Tidak menjadi masalah. Silahkan Anda sebut dengan istilah lainnya. Tapi, jangan lupa juga, bahwa Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien memang punya koneksi yang hebat. Terlebih lagi, jika Anda memandangnya dari kacamata perang Belanda di Aceh, maka koneksi tersebut akan semakin terasa hebat dan unik. Keduanya seperti ditakdirkan untuk saling mendukung satu sama lain. Tidak percaya? Silahkan Anda baca sejarah perjalanan hidup Umar dan Dhien. Maka, seketika itu pula Anda akan menemukan dengan sendirinya. Percayalah.

**

Pernahkah Anda mendengar cerita pria bernama Vincent Willem van Gogh? Bagi Anda yang pernah mendengar cerita Vincent van Gogh pasti tahu bahwa betapa ia menyimpan bakat pelukis yang hebat, hingga ia menjadi salah satu pelukis yang paling terkenal sepanjang sejarah. Van Gogh tak lain dan tak bukan adalah pelukis pasca-impresionis asal Belanda.

Sumber Foto: reddit.com
Sumber Foto: reddit.com
Sejumlah pengamat seni menilai bahwa lukisan-lukisan karya Van Gogh telah melampaui zamannya. Ya benar, Vincent van Gogh adalah seorang pelukis gila dengan lukisan maha karyanya yang melampaui zaman. Meskipun demikian, nama dan karya lukisannya baru mulai dikenal dan diakui oleh dunia internasional setelah ia meninggal dunia.

Sepanjang hidupnya yang sebagian dihabiskan untuk melukis, setidaknya Van Gogh telah membuat 2.100 karya seni, termasuk 860 lukisan cat minyak. Konon semasa ia hidup, hanya ada satu lukisannya yang laku terjual.

Akan tetapi, setelah ia meninggal, hampir sebagian besar karya Van Gogh telah terjual laris manis saat ini, bahkan ada yang tercatat sebagai lukisan termahal di dunia. Beberapa lukisannya yang cukup terkenal antara lain seperti Portrait of Dr. Gachet, The Starry Night, dan The Potato Eaters.

Sebelum memilih menjadi pelukis, Van Gogh pernah menjadi pramuniaga di galeri seni milik pamannya di London, Inggris. Di samping itu, ia juga sempat menjadi pelayan Tuhan di Belgia. Setelah mengabdi sebagai pelayan Tuhan di Belgia, pada tahun 1881 Van Gogh memilih terjun sebagai pelukis. Tetapi, keputusannya menjadi pelukis mendapat tentangan dari keluarga besarnya. Meski demikian, ada satu orang yang mendukung keputusan Van Gogh, yaitu adik kandungnya bernama Theo van Gogh.

Van Gogh dan Theo van Gogh memang dikenal sangat dekat sejak mereka masih kecil. Bahkan ketika Van Gogh menjadi pelukis, adik kandungnya (Theo van Gogh) yang telah suksus menjadi penguasahan besar memberikan finansial kepada sang kakak sebagai bentuk dukungannya.

Konon, selama menjadi pelukis, Van Gogh harus hidup secara nomaden (berpindah-pindah). Ia pernah melukis berbagai objek di beberapa kota di Belanda dan Perancis. Namun saat menetap di Arles, Perancis, Van Gogh terkena gangguan jiwa akut. Bahkan, sempat terdengar isu Van Gogh memotong telinga kirinya, lalu diberikan kepada seorang pelacur. Itu terjadi sekitar bulan Desember 1888. Atas ulahnya yang ini, ia terpaksa dirawat dan dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Saint-Remy, Perancis, pada 1889-1990.

Meskipun demikian, Van Gogh tidak meninggalkan keputusannya menjadi pelukis. Ia tetap melukis selama dirawat di rumah sakit. Beberapa karyanya yang lahir di rumah sakit tersebut, seperti The Starry Night, The Olive Trees, dan Country Road in Provence by Night.

Sumber Foto: armaila.com
Sumber Foto: armaila.com
Tetapi, dibalik konsisten Van Gogh dalam melukis, ada seseorang yang menyokongnya. Dialah Theo van Gogh sang adik dari Van Gogh. Ketika berulang kali penyakit kejiwaan Van Gogh kambuh, berulang kali pula Theo menanggung biaya pengobatannya. Tak hanya itu, Theo juga terus memasok kanvas, cat, pensil, kertas, dan alat-alat lukis lain untuk kakaknya di manapun dia berada, termasuk di rumah sakit jiwa. Tujuannya jelas: agar sang kakak tetap berkarya dalam melukis.

Selain memberikan dukungan diatas, Theo van Gogh mencoba menjual lukisan sang kakak. Tapi langkahnya tersebut tidak membuahkan hasil. Meski gagal menjual lukisan, istri Theo van Gogh, Johanna Bonger, ternyata melanjutkan perjuangan suaminya untuk menjual lukisan-lukisan karya Van Gogh. Lewat usaha Johanna Bonger, lukisan Van Gogh satu per satu mulai terjual dan dikenal oleh dunia.

Van Gogh dinyatakan meninggal dunia pada 28 Juli 1890 di Auvers-sur-Oise, Perancis, dalam usia yang tergolong muda dan tidak terlalu tua, yaitu 37 tahun. Ternyata setelah Van Gogh meninggal dunia, sang adik Theo van Gogh jatuh sakit. Sakitnya sang adik di duga kuat karena merasa amat kehilangan atas meninggalnya sang kakak.

Enam bulan setelah Van Gogh meninggal,  pada tanggal 25 Januari 1891 Theo van Gogh menghembuskan nafsar terakhirnya di Utrecht, Belanda. Theo van Gogh akhirnya menyusul sang kakak yang sudah pergi duluan. Jasad Theo van Gogh kemudian dimakamkan yang bersebelahan dengan makam Van Gogh di Auvers-sur-Oise.

Sosok kakak dan beradik yang sangat dekat, saling menyayangi dan mendukung itu lantas diabadikan ke dalam dua patung sosok mereka yang dibangun di Zundert, tempat kelahiran mereka berdua.

Tak hanya itu saja, kisah hidup Van Gogh yang fenomenal juga diabadikan dalam novel biografi yang ditulis oleh Irving Stone. Stone menulis buku Lust for Life setelah melakukan riset serius dengan membaca surat-surat dan catatan harian yang pernah dibuat oleh Van Gogh, mewawancarai orang-orang yang mengenal Van Gogh, dan mendatangi lokasi-lokasi di Eropa yang pernah ditinggali oleh Van Gogh.

Buku yang terbit di tahun 1934 itu meledak dan tersebar di pasaran sehingga membuat nama Irving Stone menjadi dikenal sebagai salah satu penulis novel biografi terbaik di dunia. Cerita dalam buku itu kemudian diadopsi dalam film berjudul sama seperti judul buku, Lust for Life, oleh Vincente Minelli pada tahun 1956. Film yang dibintangi oleh Kirk Douglas itu sukses menyabet 1 piala Oscar dan meraih 3 nominasi piala Oscar lainnya.

Selain diabadikan dalam buku dan film, kisah hidup Vincent van Gogh juga diabadikan dalam lagu dan tak jarang pula dipentaskan dalam beberapa pertunjukan teater. Don McLean, musisi Amerika Serikat, misalnya, pernah menciptakan lagu berjudul Vincent (Starry Starry Night) yang ia persembahkan untuk mendiang dan mengenang sosok pelukis Vincent van Gogh.

Tak hanya musisi luar negeri, seniman-seniman di Indonesia pun pernah turut membuat karya persembahan untuk pelukis yang begitu terkenal justru setelah ia meninggal. Taufik Ismail, sastrawan Indonesia kelahiran Bukittinggi misalnya, pada tahun 1964 pernah menggubah puisi berjudul Oda Pada van Gogh. Puisi itu kemudian dimusikalisasi oleh Bimbo, sebuah grup musik Indonesia yang beranggotakan 3 musisi bersaudara, menjadi lagu berjudul sama.

Karya-karya Vincent van Gogh masih dikagumi dan dinikmati oleh para pecinta seni sampai sekarang. Di Amsterdam, Belanda, terdapat sebuah Van Gogh Museum yang dibangun untuk mengenang karya-karya dan peninggalan pelukis Van Gogh, sehingga hal itu menjadi sebuah kebanggaan bagi Belanda sendiri.

Hingga saat ini, kisah hidup Vincent van Gogh juga masih sering dibaca dan ditonton oleh kebanyakan orang. Kisah hidup Van Gogh bahkan turut menginspirasi orang-orang lain yang hidup setelah zamannya.

Maryam Mirzakhani, wanita asal Iran yang kini menjadi profesor di Universitas Stanford, Amerika Serikat, mengaku terinspirasi oleh buku Lust for Life. Wanita yang pada tahun 2014 lalu meraih Fields Medal --sebuah penghargaan internasional di bidang matematika empat tahunan itu--, mengaku sangat terkesan oleh novel biografi Van Gogh karena mengisahkan betapa bersemangat, total, dan detailnya sang maestro dalam berkarya (melukis).

Di Indonesia sendiri, buku novel biografi Van Gogh (Lust for Life) yang ditulis dalam bahasa Inggris, sudah pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Serambi pada tahun 2011.

Film tentang biografi Van Gogh juga pernah diproduksi dan ditayangkan berulang kali, salah satunya ke dalam film berjudul Van Gogh: Painted With Wordspada 2010 yang dibintangi oleh Benedict Cumberbatch.

Di tahun 2017 ini, juga akan hadir film biografi Van Gogh lainnya dalam bentuk animasi. Film animasi Van Gogh itu berjudul Loving Vincent.Film ini terdiri dari 65.000 frameyang merupakan gambar lukisan minyak.

Demi merealisasikan film tersebut, 65.000 lukisan minyak sengaja dibuat beramai-ramai oleh sejumlah seniman dengan mengikuti gaya lukisan Van Gogh. Film ini dibuat sebagai persembahan para seniman untuk mendiang Vincent Willem van Gogh.

Bagi Van Gogh, lukisan adalah dunia sepanjang hidupnya, bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena itulah, Van Gogh pernah berkata: "I dream of painting, and then I paint my dream"(Aku bermimpi melukis, lalu aku melukis mimpiku).

Tetapi, apa hubungannya cerita Van Gogh dengan Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien? Iya, memang tidak ada hubungannya. Tapi, jika Anda benar-benar menyimak jalannya cerita Van Gogh dengan cerita Umar dan Dhien, maka Anda akan menemukan satu kesamaan dari dua kisah tersebut: romantisme dan koneksi hebat dalam bentuk melanjutkan perjuangan orang yang dicintai.

Bersambung.

Solo, 21 Agustus 2017.

= = = = = =

**Penulis merupakan Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi Magister Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, asal dari Provinsi Aceh, Kabupaten Nagan Raya. Email: chaerolriezal@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun