Hal itu hanya bias dicapai oleh rakyat Indonesia sendiri tanpa mengharapkan bantuan siapapun dan pada prinsipnya menghindari perpecahan demi tercapainya tujuan. Dengan pemikiran yang demikian tegas, wajarlah apabila PI menjadi satu ancaman terhadap kredibilitas pemerintah Belanda dalam menjalanjan kolonialismenya di Indonesia. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh aktivis PI di Belanda maupun di luar negeri, diantaranya ikut serta dalam kongres Liga Demokrasi Perdamaian Internasional pada tahun 1926 di Paris. Dalam kongres itu Mohammad Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan akan kemerdekaan Indonesia.
Demikian pula pendapat-pendapat mereka banyak disampaikan ke tanah air. Aksi-aksi yang dilakukan menyebabkan mereka dituduh melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Karena tuduhan penghasutan untuk pemberontakan terhadap Belanda, maka tahun 1927 tokoh-tokoh PI diantaranya M. Hatta, Nasir Pamuncak, Abdul Majid Djojonegoro dan Ali Sastroamidjojo ditangkap dan diadili. Dalam organisasi kepemudaan yang ada pada saat itu ada beberapa pemimpin yang mempunyai gagasan untuk merintis persatuan nasional seluruh masyarakat Indonesia. Mereka itu adalah M. Tabrani, Sumarto, Suwarso, Bahder Djohan, Jamaludin, Sarbaini, Yan Toule Soulehuwiy, Paul Pinontoan, Hamami, dan Sanusi Pane.
Sebelumnya mereka mengadakan pertemuan untuk membahas gagasan tersebut dan pada akhirnya diputuskan untuk menyelenggarakan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Kongres Pemuda I dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 30 April – 2 Mei 1926. Tujuan kongres adalah untuk menanamkan semangat kerja sama antar perkumpulan pemuda untuk menjadi dasar persatuan Indonesia dalam arti yang lebih luas. Usaha menggalang persatuan dan kesatuan dalam Kongres Pemuda I ini belum terwujud, karena rasa kedaerahan masih kuat. Sementara itu para pelajar di Jakarta dan Bandung melihat adanya dua kepentingan yang bertentangan dalam penjajahan, yang mereka sebut sebagai antithesis kolonial yang sangat merugikan pihak Indonesia.
Antithesis ini akan dihapus apabila penjajahan sudah lenyap. Untuk itu, maka para pelajar dari berbagai daerah pada bulan September 1926 mendirikan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta. PPPI memperjuangkan Indonesia merdeka. Pada tahun 1928 alam politik di Indonesia sudah dipenuhi oleh jiwa persatuan. Rasa kebangsaan dan cita-cita Indonesia merdeka telah menggema di jiwa para pemuda Indonesia. Atas inisiatif PPPI, maka diadakan Kongres Pemuda II di Jakarta, yang dihadiri oleh utusan organisasi-organisasi pemuda dan berhasil diikrarkan sumpah yang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II diselenggarakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Maksud dan tujuan Kongres Pemuda II ialah: hendak melahirkan cita-cita perkumpulan Pemuda Indonesia, membicarakan masalah pergerakan Pemuda Indonesia, dan memperkuat perasaan kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia.
Pada Kongres tersebut dikumandangkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman, dan dikibarkan bendera Merah Putih yang dipandang sebagai bendera pusaka bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 18 Oktober 1928 merupakan salah satu puncak Pergerakan Nasional, maka sampai sekarang peristiwa bersejarah ini diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda dan dimaknai sebagai lahirnya pergerakan Indonesia Muda. Lahirnya Indonesia muda tidak lepas dari perjuangan PPPI yang didukung oleh organisasi kepemudaan yang ada dan telah mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi dan dibantu oleh seluruh rakyat Indonesia, karena pergerakan pemuda merupakan pergerakan rakyat dalam melawan penjajah.
Perjuangan PPPI untuk menyatukan perkumpulan pemuda kedaerahan ke dalam perkumpulan pemuda yang bersuarakan kebangsaan Indonesia telah terealisasi dengan berdirinya Indonesia Muda. Dalam perjuangan tersebut tertuang cita-cita untuk kemerdekaan dan keagungan nusa dan bangsa juga diterima oleh pemuda pada khususnya inilah yang tercatat dalam sejarah Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Hindia-Belanda.
Jadi, bagaimana menurut Anda, apakah pergerakan nasional Indonesia hanya sebatas pada Gerakan Reformasi tahun 1998? Tentu saja tidak, kan? Pergerakan nasional Indonesia sudah tumbuh dan muncul jauh sebelumnya, atau lebih tepatnya muncul pada masa Belanda. Dan, pada saat bersamaan juga, ketika kita membicarakan masalah pergerakan (Reformasi) tahun 1998 yang digerakkan oleh berbagai kalangan dalam jumlah yang besar, kita juga harus mengakui bahwa rekor demontrasi (jumlah peserta) yang terlibat dalam aksi 1998 tersebut, kini rekor itu telah dipatahkan oleh umat Islam se-Indonesia ketika mengalakkan “Aksi Bela Islam” di penghujung tahun 2016 yang lalu.
Jumlah peserta Aksi Bela Islam tersebut, dihadiri oleh ribuan bahkan jutaan kaum muslimin dan muslimah yang juga terdiri dari berbagai kalangan dan bagaikan lautan manusia yang tumbah ruah di ibukota Jakarta. Hebatnya lagi, aksi tersebut berjalan damai tanpa ada keributan dengan aparat keamanan. Kini, tinggallah menungu waktu, apakah Aksi Bela Islam akan tercatat dalam lembaran sejarah Indonesia bahkan dunia tentang jumlah demontrasi. Mudah-mudahan sejarawan Indonesia bersikap adil ketika menulis dan membukukan tentang sejarah demontrasi di Indonesia. Insya Allah.
Selesai.
Jum’at, 20 Januari 2017.
**Chaerol Riezal (penulis), adalah masih berstatus sebagai Mahasiswa Pendidikan Sejarah. Selama menjadi mahasiswa dan kuliah, penulis pernah aktif dibeberapa organisasi baik didalam kampus maupun diluar kampus dengan berbagai jabatan dan tanggung jawab yang diemban, meskipun bertarif amatiran. Sampai detik ini, masih merasa bingung untuk mereduksikan mengapa para mahasiswa (aktivis kampus) selalu menjadikan Gerakan Reformasi 1998 sebagai bahan bakar untuk memotivasi semangat mahasiswa baru dalam pergerakan mahasiswa Indonesia atau di dalam organisasi yang sedang ia geluti. Sementara yang penulis tahu, jauh sebelum itu sudah muncul pergerakan intelektual muda Indonesia di masa Belanda yang juga bergerak lewat organisasi. Email: chaerolriezal@gmail.com