Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Suatu Hari, 10 Januari 1993 ... 24 Tahun Kemudian (Selamat Ulang Tahun, Chaerol Riezal)

10 Januari 2017   09:28 Diperbarui: 10 Januari 2017   18:47 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh: Chaerol Riezal*

Semakin ramai perbincangan dan perayaan ulang tahun seseorang, semakin menggembirakan juga buat ... Semua bagian dari hal itu berputar kencang. Bahkan semua informasi (berupa foto, ucapan selamat dan doa hingga meme-meme kocak) disebarluaskan ke semua jejaringan media sosial. Dengan kata lain, ada ajang pameran foto dan kontes uji kebolehan (?). Tetapi di sisi lain, kita dipusingkan oleh: kado apa yang harus saya berikan sebagai rasa balasan.

Karenanya, kalau Anda merayakan ulang tahun, ya biasa-biasa sajalah dalam perayaannya apalagi sampai terobsesi. Sebab bagi saya (dan ini tidak mewakili pemikiran Anda), perayaan ulang tahun yang sangat berlebihan itu adalah kamuflase dari kehidupan nyata yang ia lakoni. Kecuali bagi Anda yang merayakannya dengan cara syukuran bersama anak-anak yatim piatu, yang terlantarkan, yang tinggal di panti asuhan, atau ... anak-anak yang mengindap penyakit yang mematikan.

Bercurigalah dengan perasaan cinta, kasih sayang, kesetiaan, pengorbanan, melankolia, dan romantisme Anda terhadap diri Anda sendiri. Rawatlah sedikit ruang sinis dalam pikiran. Supaya kita tidak mudah diperah oleh perasaan kita sendiri. Tumpul dan layu diserap oleh pusaran besar beranama cinta.

***

Apakah judul tulisan ini lebay, alay, norak, menggelitik, dan mengundang gelak tawa? Ya, tentu saja. Saya tidak bisa membantahnya. Tulisan yang menguraikan tentang selamat ulang tahun untuk Chaerol Riezal ini, adalah sebuah tulisan yang bisa saya anggap sebagai kado terindah di hari ulang tahun penulis. Dan yang lebih menarik serta anehnya, tulisan ini ditulis langsung oleh Chaerol Riezal sendiri.

Saya tidak tahu, apakah diluar sana ada juga orang-orang yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk dirinya sendiri melalui sebuah tulisan artikel seperti ini. Jika pun ada, saya juga tidak tahu entah berada diurutan berapa saya dari daftar nama-nama penulis yang menuliskan ucapan selamat ulang tahun untuk dirinya sendiri lewat sebuah artikel.

Tetapi, jika Anda menganggap tulisan ini lebay atau sejenisnya, tulisan yang lebay ini tidak dimaksudkan untuk dan sebagai pujian atau mengabarkan kepada orang bahwa saya sedang memperingati hari kelahiran saya, dan mengajak mereka untuk merayakannya, atau sekadar meminta ucapan selamat untuk saya. Rincinya, seolah saya sedang mengharapkan simpati dari seseorang. Bukan, bukan seperti itu maksdunya.

Silahkan setuju atau tidak dengan argumen di atas. Apakah perlu saya jelaskan semua alasan mengapa saya menuliskan ini untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada Chaerol Riezal? Saya akui bahwa, meskipun tulisan ini terlihat dan terkesan aneh, akan saya utarakan beberapa alasan mengapa saya menuliskan ini untuk saya sendiri (itupun, saya berharap Anda membaca semua tulisan ini).

Anda tahu, saya bukanlah seorang pria yang gemar dan piawai dalam hal merayakan hari kelahiran. Bahkan saya juga tidak pernah merayakannya dengan cara; kue ulang tahun, balon HBD, menu makanan, baju yang serasi dan sebagainya. Karena kenapa, saya adalah bagian dari orang yang pemalu. Bukannya tidak pernah diajak merayakan, hanya saja saya menolak secara halus. Meskipun saya menyukai hal yang romantis, tetapi tidak dengan cara demikian.

Seorang teman saya mengatakan: Toh, kebetulan juga dunia ini menyukai kisah-kisah cinta (romantisme) yang menyenangkan, dimana tokoh-tokohnya itu tidak berakhir dengan (mati) secara mengenaskan seperti Romeo-Juliet atau Laila-Majnun. Saya dan tulisan ini,– mengutip dan meminjam ucapan dari Nurdin Halid ketika timnas Indonesia gagal jadi juara Piala AFF 2010,– adalah “takdir.” Tidak ada yang protes, tidak ada yang ngedumel. Semuanya manut. Mungkin begitu dugaan saya.

***

10 Januari 1993, lahirlah seorang anak manusia bernama Chaerol Riezal dari pasangan suami istri Juneidi dan Julaikha. Ya, hari ini, 24 tahun yang lalu, saya dilahirkan ke dunia ini. Ketika itu nyaris tidak akan ada yang menyangka bahwa anak yang lahir di Alue Bilie ini kelak akan berada di di tempat yang saya injak saat ini.

Mungkin juga tidak akan ada yang menduga anak yang pelawan guru semasa sekolah tingkat SMP dan SMA ini, tidak bisa berubah (perilaku) pelawan dan bandelnya itu terhadap nasehat dan omongan guru di sekolah. Juga tidak akan ada yang menduga bahwa anak ini bisa melampaui status pendidikan orang tua dan guru-gurunya di sekolah. Untuk pernyataan ini, kita masih bisa berdamai agar dapat membuktikan pendapat mana yang benar mengenai hal tersebut.

Para ahli sosial pun hingga kini tidak ada yang bisa membuktikan pendapat mana yang benar mengenai perilaku seseorang. Hingga akhirnya para ahli sosial mencoba berdamai dengan mengatakan bahwa perilaku seseorang dapat berubah akibat beberapa faktor seperti: agama, keluarga, lingkungan, pendidikan, teman, musibah, kesadaran alamiah, dan sebagainya.

Kesimpulan yang terkesan mencari aman tersebut, mungkin memang tidak ada yang salah. Pasalnya, memang seperti itulah kenyataan yang ada ditemukan di lapangan. Ya, sedikit banyak, saya dipengaruhi oleh faktor tersebut. Dan iya, benar bahwa, sedikit banyaknya, Tuhan memang sudah menyadarkan saya dan membuka mata saya untuk diberikan jalan. Ucapan yang terkahir ini, bukan berarti saya dulu adalah seorang penjahat, perampok, pencuri, pemabuk, penjudi, dan maksiat lainnya yang telah bertaubat.

Tentu kita semua sudah tahu bahwa sejak pertama kali manusia dilahirkan ke dunia ini, akan mengalami beberapa fase dalam kehidupan ini, mulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, sampai tumbuh menjadi dewasa dan menua. Pun juga dengan saya, pernah mengalami fase demikian, kecuali tumbuh menjadi dewasa butuh waktu dan proses yang matang sehingga akan mencapai umur yang menua (itupun jika panjang umur).

Saya yang lahir di tahun 90-an adalah generasi yang paling bahagia, generasi terakhir yang masih bermain di halaman rumah orang yang luas. Kami berlari, bersembunyi, dan penuh canda tawa. Bermain petak umpet, lompat tali, masak-masakan, jepret karet, jamuran, putri-putri melati, tanpa peringatan dari Bapak Ibu hingga malam hari. Kami juga bisa memanfaatkan gelang karet, biji sawo, biji asem, biji jeruk, biji pohon karet, daun-daunan, kotak rokok, gambar-gambaran, sandal jepit, rantai dan ban bekas, hingga baterai bekas untuk dijadikan sebuah permainan yang mengasyikkan. Kami adalah generasi terakhir yang memainkan meriam bambu dan obor. Kami adalah generasi yang paling bahagia, tidak seperti generasi setelah kami yang lebih disibukkan dengan permainan game digital, smartphone, berkurung di dalam rumah, atau bermain di mall-mall besar.

***

Chaerol Riezal berulang tahun ke-24 hari ini. Berbagai kisah dan pengalaman sudah saya lakoni. Di usia yang ke-50 tahun kelak (Insyaallah jika panjang umur) akan saya bukukan sendiri pengalaman hidup ini. Juga untuk menulis sejarah hidup saya sendiri. Satu hal yang pasti, bahwa saya bukanlah seorang tokoh besar atau orang yang berpengaruh, tetapi hanya manusia biasa yang saat ini masih berstatus sebagai mahasiswa.

Hari ini, saya merayakan ulang tahun lewat sebuah tulisan ini. Di hari kelahiran ini, saya sempat berpikir apakah tulisan ini akan menjadi kado terindah bagi saya sendiri? Ya, tentu saja, kenapa tidak !

[Chaerol Riezal. Koleksi pribadi. Camera: Dedek Ay]

Ucapan selamat ulang tahun memang saya peroleh dari teman dan media sosial. Tetapi selama ini, saya hanya berharap agar di umur yang baru menjadi lebih baik dan semakin dewasa. Itupun hanya di niatkan dalam hati dan tidak di umbarkan ke media. Benar bahwa sebelumnya saya tidak pernah mengucapkan selamat ulang tahun untuk diri saya sendiri. Itulah sebabnya mengapa saya menuliskan tentang ini, menunjukkan kepada Anda bahwa saya adalah orang yang (sedikit) aneh. Karena itulah, untuk pertama kalinya ini saya mengucapkan selamat ulang tahun untuk diri saya sendiri lewat tulisan yang ini. Lalu, apakah orang yang telah membaca tulisan ini kemudian mengikuti hal yang sama? Itu, biarkan saja selera orang yang menjawabnya.

Dengan usia 24 tahun, masa edar saya di masa remaja mungkin sudah akan mendekati hari paripurna. Dan, saat hal ini saya tanyakan kepada diri sendiri, saya punya jawabannya :

“Masa remaja saya? Itu sudah berakhir ketika saya resmi menyandang status mahasiswa. Saya tidak seperti dulu lagi, meskipun sifat candaan dan gurauan masih ada, tetapi bukankah hal itu lumrah bagi siapapun.”

Merupakan sebuah kebanggaan bagi saya sendiri, masih diberi kesempatan untuk menikmati kehidupan di dunia ini. Tentu saja, saya mendoakan hal yang terbaik untuk diri saya sendiri, dan bersiap untuk menghadapi berbagai tantangan dan ujian di masa saat ini dan masa yang akan datang. Insyaallah.

***

Dengan yang namanya waktu, manusia takkan bisa berbuat banyak. Sungguh, betapa kita ingin sekali membuatnya terasa lebih lambat atau lebih cepat, terlebih lagi jika kita marasakan momen-momen yang menyenangkan hati atau hal-hal yang membuat kita bahagia. Tetapi, ia (waktu) tetap saja berjalan sebagaimana mestinya.

Anda tahu, saat sesuatu yang sudah lama kita nikmati sudah hampir habis waktunya, di saat itulah kita merasa gelisah. Wajar kita merasa gelisah dan tidak rela kehilangannya. Perasaan gelisah itu pula yang sedang menyelimuti dan meliputi sebagian besar– walau tidak bisa dibilang semuanya– di pikiran saya.

Saya sadar bahwa saya sudah memasuki angka dua dekade lebih dalam kehidupan di dunia ini. Lalu apakah saya sudah termakan oleh waktu? Sudah mendekati senjanya?

Hari ini, 10 Januari 2017, Chaerol Riezal telah berusia 24 tahun. Satu angka lagi menuju 25, adalah sebuah usia yang cocok untuk menikah berdasarkan pengalaman Nabi Muhammad SAW dengan Siti Khadijah r.a.

Saya akan menuju angka 24 tahun ke atas memang tidak bisa dibantah lagi. Hal itu pun sudah sangat dekat. Tapi melepas dan mengingat ingatan selama 24 tahun yang sudah berlalu itu bukanlah perkara yang mudah. Dua puluh empat tahun tanpa bimbingan, motivasi, teguran, fasilitas yang diberikan dan kehadiran kedua orang tua, belum dapat saya bayangkan sampai saat ini. Entah seperti apa jadinya kalau saya tidak memperoleh hal tersebut.

Saya pun mulai gelisah: mungkin memang waktu itu sudah semakin dekat. Apalagi setiap awal tahun baru, saya selalu dipertemukan oleh 10 Januari, dan seketika itu pula saya sadar bahwa usia ini sudah semakin bertambah. Mungkin inilah kali terakhir saya mengenakan jubah remaja.

Sebenarnya, petanda tersebut sudah muncul jauh sebelumnya ketika saya resmi menyandang status sebagai mahasiswa. Puncaknya pun terjadi di saat saya mengenakan toga dan jubah perguruan tinggi negeri. Saya merasakan kesedihan yang dipadukan oleh rasa kebahagiaan, senang, bangga, terharu dan emosional. Ada kesedihan dan diliputi kebahagian dibalik jubah dan toga itu.

Tapi saya merasakan kesedihan dalam diri saya. Ada sedikit banyak (kesedihan) mengelilingi saya saat ini. Saya tidak tahu apakah akhir-akhir ini kopi saya terlalu pahit atau justru terasa kemanisan, atau mungkin saya mulai mengerti bahwa saya sedang menuju akhir masa lajang dan kepada kehidupan yang lebih besar: berkeluarga. Tapi sulit untuk membayangkan itu saat ini, karena jodoh pun saya tak punya dan masih di rahasiakan oleh Tuhan.

Membayangkan rasa kehilangan, tentu saja sulit untuk saya, untuk Anda, dan untuk siapa pun juga (terlebih yang pernah merasakan). Maka tak heran kalau rasanya kita ingin memutar kembali waktu atau melambatkannya demi melihat masa lalu yang lebih lama, memperbaiki kesalahan di masa lalu itu, atau merasa tak kehilangan.

Tapi itu jelas tidak mungkin, tidak masuk masuk akal dan tidak rasional. Yang bisa dilakukan saat ini adalah menikmatinya dan melakukan sesuatu di masa saat ini demi wewangian di masa depan. Perkara apakah saya akan menikah di umur 25 sampai 28 tahun dengan seorang perempuan (entah itu dari Aceh, Medan, Jawa, Kalimantan atau daerah lainnya), itu nanti saja di pikirkan.

Mari menikmati setiap momen yang menyenangkan sekaligus yang menyedihkan. Nikmati dan maafaatkan setiap kesempatan dan peluang yang ada dengan berusaha sambil berdoa. Nikmati candaan, gurauan, dan perbedaan pendapat antara sesama teman. Nikmati juga bagi kita yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Nikmati apa yang ada saat ini. Apapun itu. Nikmatilah selagi masih hidup di dunia ini, sebelum Allah memanggil kita; waktunya pulang.

Tapi apapun yang terjadi: Selamat ulang tahun yang ke-24, Chaerol Riezal !

Selasa, 10 Januari 2017.

= = = = = = =

*Penulis, Chaerol Riezal adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah, yang saat ini sedang merayakan ulang tahunnya lewat artikel ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun