Mohon tunggu...
Chaca Veronica
Chaca Veronica Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Pembangunan Jaya

Mahasiswa Psikologi Universitas Pembangunan Jaya dengan minat yang besar dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perilaku Seksual Remaja: Ini Fakta yang Harus Kamu Ketahui!

23 Januari 2025   13:31 Diperbarui: 23 Januari 2025   13:31 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Ron Lach : https://www.pexels.com/photo/two-teenagers-walking-in-the-park-9652357/

Masa remaja adalah masanya jatuh cinta. Beragam cara dilakukan oleh seorang remaja  untuk mengekspresikan rasa cintanya terhadap sang kekasih. Namun, karena tabunya pengetahuan akan perilaku seksual bisa saja cara pengekspresian itu justru mendorongnya untuk melakukan perilaku seksual secara sadar atau tanpa disadari. Jadi, apa itu sebenarnya perilaku seksual itu? Mari kita bahas secara lebih dalam.

Pengertian Perilaku Seksual

Menurut Sarwono, perilaku seksual adalah suatu bentuk tingkah laku yang disebabkan oleh Hasrat keinginan seksual dan dapat terjadi baik pada lawan jenis maupun sesama jenis(Yulianto, 2020). Perilaku seksual atau yang disebut juga sebagai hubungan seksual pranikah ini, kerap kali dilakukan oleh para remaja dengan rentan usia 15 hingga 19 tahun (Rohmadini et al., 2020).

Penyebab Terjadinya

Perilaku seksual pranikah ini tentu tidak terjadi begitu saja. Penyebab utamanya adalah rangsangan berupa materi seksual yang mereka terima secara terus-menerus melalui internet. Salah satu cara yang biasa ditemukan dalam melakukan hubungan seksual pranikah ini ialah dengan berpacaran, beberapa dari mereka menganggap jika lewat berpacaran mereka dapat mengekspresikan perasaannya. Menurut hasil temuan Rahayani, melalui materi pornografi yang telah terakses oleh remaja lewat internet, nantinya Ketika mereka sedang Bersama pacar bentuk perilaku seksual tersebut akan disalurkan (Rohmadini et al., 2020). Selain itu, menurut Rahman dan Hirmaningsih, kemunculan Hasrat dan rasa kasih sayang berbentuk seksual, juga dapat memicu remaja untuk lebih menginginkan terjadinya kontak fisik dengan sang pacar. Dimana Keintiman fisik dan kontak fisik dalam remaja yang berpacaran tidaklah sama bentuknya dengan keintiman fisik dan kontak fisik mereka dengan teman atau keluarga. Hal inilah yang pada akhirnya akan mengarahkan mereka pada perilaku seksual. Belum lagi menurut Santrock, kecenderungan remaja yang sulit untuk melakukan pengendalian diri juga menjadi salah satu pendorong mereka untuk melakukan perilaku yang menyimpang (Putri & Ariana, 2021).

Bentuk Perilaku Seksual pada Remaja

Terdapat beragam perilaku seksual pada remaja seperti berpegangan tangan, berpelukan (bisa merangkul ataupun memeluk), berciuman (baik pipi ataupun  bibir), meraba ataupun memegang bagian alat vital (payudara, vagina dan penis), petting (secara sengaja mengesek bagian tubuh yang sensitif seperti alat kelamin), dan melakukan senggama atau intercourse (aktivitas seksual yakni dengan memasukkan alat kelamin milik laki-laki ke dalam alat kelamin milik perempuan) (Putri & Ariana, 2021).

Urutan dalam Perilaku Seksual

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswa SMK di Surabaya dengan rentan usia 16-18 tahun ditemukan jika 47,2% siswa telah melakukan perilaku seksual tingkat rendah, seperti berpelukan, mengecup pipi atau kening, bergandengan tangan, 25,8% melakukan perilaku seksual tingkah sedang, seperti berciuman bibir atau mencium leher dan 27% melakukan perilaku seksual tinggi, seperti petting (secara sengaja mengesek bagian tubuh yang sensitif seperti alat kelamin) ataupun berhubungan kelamin (Yulianto, 2022).

Dampak Perilaku Seksual pada Remaja

Menurut Soetijiningsih perilaku seksual yang telah mencapai tahap tinggi dapat mengakibatkan timbulnya perilaku obssesive compulsive, misalnya individu terdorong untuk terus-menerus mandi karena dihantui rasa bersalah berlebihan. Secara Psikologis, perilaku seksual pada remaja ini dapat memberikan beban secara emosional, timbulnya rasa bersalah dan berdosa, kecemasan, perasaan jenuh setelah menikah karena hubungan seks telah dilakukan sebelum menikah, ataupun ketakutan (Wahyuni, 2014).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun