Mohon tunggu...
Nilam Sari
Nilam Sari Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

try to reverse enggineering what people think about me...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

The Revenant: Ketika Leonardo di Caprio Bisa Dapat Oscar

15 Februari 2016   15:50 Diperbarui: 15 Februari 2016   18:32 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Di samping plot yang unik, film Inception ini juga menyajikan dialog yang keren dan lucu ala budaya Amerika.

Di Urutan ketiga tentunya adalah Titanic. Saya yakin pembaca semua sudah hafal dengan jalan cerita film ini jadi saya ga perlu paparkan panjang lebar di tulisan ini. Singkatnya adalah ada bahtera besar, dan tenggelam akibat menabrak gunung es. Mungkin si Produser James Cameron terinspirasi dari kisah di Kitab Perjanjian Lama.

Di Urutan keempat adalah film The Revenant. Film ini baru keluar 2015, dan saat ini sudah mendapatkan 10 buah nominasi di Oscar. Saya ga tau apakah Leonardo di Caprio bakal mendapatkan Oscar? Ketika film Titanic dinominasikan di Piala Oscar, semua kru bahkan pemungut sampah mendapatkannya kecuali beliau. Namun kita liat saja nanti di tanggal 28 Februari tahun ini.

Film ini berkisah tentang petualangan korporasi pemburu kulit binatang yang beranggotakan orang-orang kulit putih Eropa. Pada saat itu (sekitar 1820) di negara bagian Lousiana masih merupakan alam liar yang dihuni oleh mayoritas Bangsa Indian Amerika. Jadi para pemburu kulit binatang ini di samping harus berhadapan dengan buasnya alam liar, ternyata juga harus berhadapan dengan buasnya teman sendiri---yang bukan sekedar teman makan teman. Mungkin film ini sedikit mendeskripsikan pernyataan Arnaud Almaric tokoh Kristen abad ke-13 yang begitu terkenal, “bunuh mereka semua, biar Tuhan yang memilih mana yang menjadi miliknya.” Jadi Leonardi di Caprio memerankan tokoh Hugh Glass yang harus kehilangan istrinya dan kemudian anaknya yang dibunuh oleh saudara sendiri sesama kulit putih. Terdapat si rakus bernama John Fitzgerald yang diperankan oleh Tom Hardy yang membunuh Hawk anak dari Glass.

Yang lebih menonjol di film ini sebenarnya bukan Leonardi di Caprio (kendatipun dia dinominasikan sebagai Best Actor Oscar di tahun ini), akan tetapi sosok Tom Hardy (memerankan John Fitzgerald) yang dikisahkan sebagai orang yanng begitu licik dan rakus akan uang. Fitz selalu membawa-bawa Tuhan di setiap tindakan yang dia ambil, termasuk ketika dia akan membunuh Jim Bridger (dibintangi Will Poulter). Kutipan dialognya adalah, “God Giveth, and God taketh away.” Sosok Fitzgerald ini mungkin sudah mirip dengan almarhum Amrozi: konsep Tuhan hanya merupakan legitimasi dari tabiat intrinsiknya yang memang sudah dari sononya dibekali dengan genetik buas dan anti kehidupan.

Fitz lahir dari orangtua dengan ayah yang Atheis seperti kutipan dialog, “If you couldn’t grow it, or kill it, or eat it, then he just plain all didn’t believe in it…” namun kemudian menemukan Tuhan akibat kerasnya hidup yang dialaminya. Apa yang dimaksudnya dengan Tuhan adalah kerasnya hidup itu sendiri. Ajaran ini kemudian diwariskannya pada Fitz.

Di samping membunuh Hawk, FItz juga membunuh Andrew Henry (si kapten rombongan yang dibintangi oleh Domhall Gleeson). Kapten Henry begitu peduli dengan hilangnya Glass dari rombongan yang kembali ke kamp. Dan adanya tempat minuman Hawk yang dibawa oleh salah satu anggota pemburu kulit binatang yang lain yang mengindikasikan Glass masih hidup membuat kapten Henry ikut menyusulnya di hutan. Dia kemudian menemukannya di hutan yang 13 mil jaraknya dari kamp. Glass menceritakan bahwa Fitz lah telah membunuh Hawk, anaknya. Kapten Henry kesal dan dia mencari Fitz. Fitz ternyata sudah lari ke hutan. Glass dan Kapten Henry kemudian memburunya. Niatan mereka adalah membawa Fitz untuk dihukum karena hukum harus ditegakkan di manapun kita berada bahkan di hutan belantara.

Namun apalah daya, Fitz membunuh Kapten Henry yang tidak sigap dengan keberadaannya. Glass kemudian terus memburu Fitz dan sebuah tembakannya mengenai Tangan Fitz. Fitz yang sudah lemah tak bisa berlari kemana-mana. Glass kemudian mendapatinya dan mereka berkelahi hingga sebuah tikaman mengenai bawah lutut dari Fitz. Fitz menjadi makin tidak berdaya, namun Glass tidak langsung menghabisinya. Dia teringat ucapan bijak dari seorang Indian yang dijumpainya, “revenge is in God's hands.” Fitz dihabisi oleh anggota suku Indian lain yang anakanya diculik oleh Fitz.

Singkat cerita film ini berkisah betapa kerasnya kehidupan yang dijumpai oleh pendatang Eropa yang menginjakkan kaki di belantara Amerika: harus berhadapan dengan permusuhan penduduk asli yang tidak tega tanahnya diobrak-abrik.

Yang lucu adalah Anda akan mendapati bahwa Fitzgerald itu melakukan dialognya dengan bahasa Inggris logat kulit hitam Amerika, sedikit berbeda dengan Film Seven Years as a Slave di mana si budak kulit hitam berbicara dengan logat Bahasa Inggris yang formal (Plain English).

Untuk saat ini itu dulu rekomendasi yang saya berikan, masih ada beberapa film lainnya yang dibintangi Leonardi di Caprio yang sebenarnya juga tak kalah keren. Antara lain Romeo and Juliet, dan Blood Diamonds. Kedua-duanya sudah saya nonton, namun lupa dengan jalan ceritanya. Dan saat ini saya masih menyisakan satu film Leonardo di Caprio di harddisk saya yakni The Beach yang saya belum nonton karena banyaknya kesibukan.

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun