Mohon tunggu...
Panca
Panca Mohon Tunggu... Lainnya - Selenophile

Hello

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebut Saja Kalangan Itu: Ada Apa sih dengan Pamer Kekayaan?

19 April 2021   14:24 Diperbarui: 19 April 2021   14:26 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi tak ubahnya mendorong masyarakat untuk dapat terus terhubung dengan semua orang melalui internet. Sejalan dengan itu internet juga memudahkan manusia dalam mengakses segala hal, baik itu bertentangan dengan idealismnya ataupun tidak. Kemudian pada era ini juga menjamur berbagai platforms social media yang kini kian banyak macamnya. Mereka menawarkan banyak kemudahan dalam mengabadikan segala moment bagi penggunanya pada khalayak ramai khususnya para platform users. Seperti halnya dengan yang dilakukan oleh para public figure di tanah air, sebagai users mereka memang memiliki hak untuk membagikan semua moment yang dimiliki secara bebas. Tetapi, tidak serta merta bagi mereka untuk mengabaikan nilai-nilai social tentang cara menghargai manusia lainnya. Sebenarnya, topic semacam ini sudah sering muncul kepermukaan, bagaimana para kalangan itu (sebut saja artis, youtuber, dan para pesohor negeri) dengan begitu mudahnya menjadikan kemudahan dalam pengaksesan segala hal ini menjadi ajang untuk memamerkan kekayaan. Layaknya perlombaan untuk memberitahu siapa yang lebih kaya dari siapa, hal ini pasti tidak akan ada titik penghujungnya karena yang seharusnya ternilai adalah seberapa bermanfaatnya harta yang mereka gembor-gemborkan itu bagi orang lain. Terdapat dua main point akibat dari sikap suka pamer yang dimunculkan oleh kalangan itu -- yang justru dapat menjerumuskan manusia untuk memuarakan pemikirannya pada hal-hal negative.

Mulai dari yang paling menonjol dari perilaku-perilaku kalangan itu, jelas mencerminkan sikap hedonisme yang kuat. Kemudahan akses yang diberikan oleh sejumlah platform selain dapat dicairkan menjadi pundi, layanan ini juga malah menjadi wadah untuk pamer kekayaan selain televisi, platform YouTube misalnya. Naasnya konten-konten itu dipertontonkan oleh banyak orang namun, tidak menampik pula banyak orang yang menggemari tontonan tersebut dengan bukti tingginya minat netizen malah bukan pada hal-hal yang lebih bersifat educative. Dari bukti ini, sikap hedonism ini secara sadar telah berdampak luas pada perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pada pola pikirnya. Seperti halnya perkembangan teknologi yang secara massive mengedarkan segala hal dengan mudah. Berbeda lagi dengan kaum-kaum pemikir yang masih terus survive dengan idealismenya masing-masing ditengah banyaknya hal yang tidak berguna sekarang ini. Selanjutnya yang entah itu dilakukan secara sengaja ataupun tidak oleh kalangan itu, sikap self-reward mereka menjadi sasaran empuk alasan yang paling masuk akal versi kalangan itu. Sekalipun untuk membenarkan apa yang mereka bagikan tidaklah salah dan hanya sebagai manifestasi dari rasa bersyukurnya, jika terus menerus dipertontonkan bukankah seharusnya tidak patut untuk dicontoh. Dan memungkinkannya untuk masuk dalam pelanggaran etik?

Tetapi mengenai hal itu kita tidak bisa menutup mata bahwasannya segala hal yang mereka bagikan juga pastinya memungkinkan memiliki positive side. Mengapa demikian? Karena kedua sikap itu sedikit banyak terdapat nilai positive bagi sekelompok orang, dengan memungkinkan seseorang baik yang melihat, menonton, atau membacanya agar merasa termotivasi seperti: menjadi lebih rajin, tekun, dan pantang menyerah.

Daripada itu tidak pula lalai akan negative side yang pastinya amat sangat mampu dipicu dari apa yang kalangan itu bagikan. Menjerumuskan, menjadi kunci dari kelahiran semua hal buruk. Iri hati adalah perilaku yang seharusnya tidak tanamkan, berkat kalangan yang suka pamer harta tidak diragukan lagi bagi seseorang terbesit rasa ingin memiliki hingga berandai-andai dan membayangkan. Atau setidaknya, ingin memiliki sikap kedermawanan yang selalu ditunjukkan oleh kalangan itu dengan harta yang berlimpah. Meskipun kedermawanan seseorang tidak dapat diukur hanya dengan kekayaan. Namun, bukankah lebih mudah jika materiil cukup dan pula mampu membantu orang lain dengan kelebihannya. Kedermawanan, siapa diantara jutaan manusia di muka bumi yang tidak ingin menjadi seorang dalam kategori ini? Hampir semuanya. Maka dari itu melalui perilaku pertama ini dapat terlihat bagaimana iri mampu membuat orang tidak bersyukur, mengutuk takdir, dan mengeluh terus menerus.

Lalu perilaku kedua adalah kejahatan dapat dilahirkan. Sebagai contoh perwujudannya ini tidak menutup kemungkinan karena dorongan-dorongan rasa iri yang begitu menggunung puncaknya membuat seseorang menghalalkan segala cara dengan: mencuri, merampok, menipu, atau bahkan menculik dan membunuh. Akibat rasa kesal yang begitu mengakar pada kalangan yang begitu mudahnya memamerkan segala hal kekayaannya. Dengan dalih seperti itu jadi siapa yang patut disalahkan?

Meskipun juga tidak semua kalangan itu memiliki perangai yang sama beberapa diantaranya lebih memilih untuk tidak mengumbar-umbar. Akan tetapi memang ada golongan yang dengan gampangnya melakukan hal demikian tanpa mempertimbangkan sebab akibat yang akan terjadi kedepannya. Itulah dua hal dari sikap pamer kekakayaan para kalangan itu yang lebih banyak menitik beratkan dan memiliki begitu besar pemicu bagi manusia lain untuk melakukan hal-hal negative yang tidak hanya membahayakan orang lain tetapi juga dirinya sendiri. Sebab itu, dari hal ini dapat disimpulkan bahwa bukankah lebih baik jika para kalangan itu meminimalisir perilaku pamer kekayaan seperti itu di segala platform? Meskipun sebenarnya yang lebih utama adalah bagaimana mengubah cara pandang masyarakat yang menggemarinya menjadi lebih teredukasi pada hal-hal yang lebih bermanfaat lainnya. Karena content creator mengikuti apa yang diminati pasarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun