Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

UMKM Kuliner Jakarta: Cerita Suka dan Duka di Baliknya

19 Mei 2024   20:10 Diperbarui: 20 Mei 2024   11:25 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret UMKM kuliner di Jakarta, foto: dokpri

UMKM adalah penyokong utama perekonomian nasional. Makanan adalah penyokong utama kekuatan tubuh dalam beraktivitas sehari-hari. Kombinasi keduanya, UMKM kuliner, menyediakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat khususnya kaum pas-pasan dan memberikan penghidupan bagi banyak orang yang terlibat di dalamnya.

Tak terkecuali blantika UMKM Jakarta dan UMKM Bogor, dari pusat kota sampai pinggiran kota memiliki berbagai usaha kuliner bahkan banyak di antaranya menjadi tempat makan yang terkenal. Tak sedikit dari mereka yang bekerja gigih kemudian berhasil melebarkan sayapnya dengan mendirikan cabang dan lama-lama menjadi usaha besar. Akan tetapi, perjuangan mereka juga tak main-main bahkan bertarung di jalan seharian tanpa tempat berteduh.

Ceritaku dengan UMKM kuliner

Sehari-hari, saya dan keluarga memang mengonsumsi masakan rumah. Pergi bekerjapun, tak lupa saya membawa bekal dari rumah. Akan tetapi, dalam kondisi darurat atau ketika seharian berada di luar rumah, kami membeli makanan termasuk dari UMKM kuliner. 

Sebelum pandemi, kami hanya mengenal mereka yang membuka warung nasi, berdagang keliling, dan berdagang di kantin atau pujasera. Datang dengan perut lapar, makan dengan peralatan makan yang disediakan, lalu perut kenyang kemudian dengan hati yang puas pula. Kami tidak punya tempat langganan tertentu, menyesuaikan dengan apa yang tersedia dan di mana kami berada.

Ikut menghidupkan UMKM kuliner dari rumah di masa-masa tersulit

Dagangan ibu-ibu pelaku UMKM kuliner dari rumah, foto: dokpri
Dagangan ibu-ibu pelaku UMKM kuliner dari rumah, foto: dokpri

Semua berubah ketika pandemi datang. Banyak kantor memindahkan kegiatan operasional karyawan ke rumahnya masing-masing sehingga pedagang di kantin dan pujasera perkantoran pun tak memperoleh pemasukan. 

Tak terkecuali seorang ibu tiga anak yang dulu pernah menjadi tetangga kami, warung nasinya di kantin perkantoran tak bisa beroperasi ketika suami mengalami pemotongan gaji besar-besaran dan kebutuhan keluarga sedang besar-besarnya dengan anak-anaknya sedang menempuh pendidikan kuliah.

Ibu ini beralih menyediakan layanan katering dari rumah. Mereka yang biasa bekerja di tempat ibu ini berdagang dan wilayah tempat tinggalnya bisa dijangkau oleh si ibu tetap menjadi incaran pelanggan utama, tetapi jumlahnya tentu berkurang. Status WhatsApp pun diandalkan untuk menjangkau para kenalan dan juga ikut melibatkan semua anggota keluarga.

Berdasarkan pengakuan si ibu, selama jadwal kuliah online anaknya memungkinkan, seluruh keluarga terlibat setiap pagi. Dua anak perempuan mempersiapkan alat dan bahan, ibu memasak, ayah membungkus, dan anak laki-laki berurusan dengan para driver ojek online yang akan mengantarkan makanan tersebut sekaligus menjadi PIC keuangan. Agar mereka senantiasa memiliki uang yang cukup, keluarga ini rela menjual rumah satu-satunya yang mereka miliki dan pindah ke rumah sewaan. Satu unit mobil sederhana dipertahankan sebagai kendaraan ibu dan anak-anaknya pergi ke pasar untuk berbelanja.

Berbeda dengan hari-hari biasanya di warung nasi ketika pelanggan terpaksa menerima apa adanya menu yang disediakan, ibu ini memutar otak dengan memperbolehkan para pelanggannya meminta menu yang mereka inginkan. Si ibu siap untuk belajar dari internet dengan harapan rasanya sesuai, jika tidak bisa maka permintaan akan ditolak. Bahkan jika sebelumnya di warung nasi hanya tersedia makanan utama, kini ibu ini berusaha menambah pendapatan dengan turut menyediakan makanan penutup.

Dengan perjuangan keras mereka, kebutuhan keluarga terpenuhi dan anak-anak tetap bisa melanjutkan kuliahnya dengan baik. Ditambah kemudian salah satu anak berhasil mendapatkan beasiswa prestasi, selepas pandemi keluarga ini bisa kembali membeli rumah meskipun tidak sebagus dan sebesar yang dulu. Ibu saya pernah membeli makanan dari ibu ini dan cukup senang ketika mendengar bahwa beliau turut berkontribusi dalam membantu kehidupan keluarga ini sampai akhirnya keadaan pulih dan warung nasi bisa dibuka kembali seperti semula.

Lain ceritanya dengan ibu pelaku UMKM yang lain, meskipun sama-sama berasal dari warung nasi tetapi akhirnya ketika pandemi pulih pun tetap melanjutkan berdagang dari rumah. Meskipun akses rumahnya tidak terjangkau oleh kendaraan, ibu ini tidak patah arang dan bekerja sama dengan pelaku usaha di jalan raya terdekat agar diperbolehkan menjadi tempat ibu ini menyerahkan makanan hasil masakannya kepada driver ojek online. Menu memang sudah ditentukannya sendiri tanpa menerima request, tetapi pilihannya sangat beragam dengan menjangkau aneka rasa dari berbagai daerah dan negara.

Tetap melayani meskipun tidak berkelimpahan

Potret dagangan UMKM kuliner keliling, foto: dokpri
Potret dagangan UMKM kuliner keliling, foto: dokpri

Tidak hanya melayani pelanggan dengan memberikan makanan yang dijual, tingkat pelayanan para pedagang ini tak sampai di situ. Saya mengambil contoh seorang pedagang bakso keliling yang menjual sebutir bakso sapi hanya seribu Rupiah. 

Tidak hanya berjualan ketika hujan turun dan hari libur tiba meskipun seringkali tidak banyak pelanggan, pedagang bakso ini rela meluangkan waktunya untuk mendengarkan curahan hati para pelanggannya sekalipun tidak sebentar. 

Sehari-hari mencari nafkah di Jakarta, beliau mudik Lebaran sedikit lebih lama untuk menggantikan tanggung jawab kerja bakti sebagai warga setempat yang tidak terpenuhi. 

Contoh lain diberikan oleh pedagang siomay dan sate keliling. Beliau menata hari dan jam berdagangnya agar memiliki waktu untuk mengikuti ibadah berjamaah, ikut merawat tempat ibadah, dan turut serta dalam kegiatan pelayanan yang dilakukan untuk membantu orang lain.

Alasan membeli dan harapan untuk UMKM kuliner

Di sebagian besar kejadian, kami membeli makanan dari UMKM kuliner karena membutuhkannya dengan cepat dan khususnya di waktu ketika restoran belum buka atau malah sudah tutup. Harganya pun cenderung terjangkau, meskipun ada saja satu atau dua pelaku UMKM ditemukan "menggetok" harga karena merasa dibutuhkan dan tidak punya lawan. Tentu saja, kondisi ini membuat kami ogah berlangganan.

Kami lebih suka pada UMKM kuliner yang menyediakan makanan segar dan bersih. Kami tidak memaksakan mereka bisa melayani permintaan khusus karena mungkin memasak banyak porsi sekaligus untuk pelanggan lain juga, tetapi kami berharap memberitahukannya di depan. Seringkali, mereka menyanggupi permintaan khusus tersebut dan ujungnya mengabaikannya saat makanan jadi sehingga membuat kami kecewa. Oh iya, memberitahukan harga di awal dan memberlakukannya secara konsisten kepada semua pelanggan juga penting bagi kami.

Sekian cerita suka dan duka terkait UMKM kuliner yang hendak saya bagikan kali ini. Semoga tidak hanya menghidupi masyarakat, tetapi pelaku UMKM juga bisa naik kelas. Bukan hanya solusi murah dan cepat mendapatkan makanan, mereka juga layak menjadi potret Jakarta dan Bogor dalam menyajikan cita rasa terbaik bagi para wisatawan yang datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun