Dengan perjuangan keras mereka, kebutuhan keluarga terpenuhi dan anak-anak tetap bisa melanjutkan kuliahnya dengan baik. Ditambah kemudian salah satu anak berhasil mendapatkan beasiswa prestasi, selepas pandemi keluarga ini bisa kembali membeli rumah meskipun tidak sebagus dan sebesar yang dulu. Ibu saya pernah membeli makanan dari ibu ini dan cukup senang ketika mendengar bahwa beliau turut berkontribusi dalam membantu kehidupan keluarga ini sampai akhirnya keadaan pulih dan warung nasi bisa dibuka kembali seperti semula.
Lain ceritanya dengan ibu pelaku UMKM yang lain, meskipun sama-sama berasal dari warung nasi tetapi akhirnya ketika pandemi pulih pun tetap melanjutkan berdagang dari rumah. Meskipun akses rumahnya tidak terjangkau oleh kendaraan, ibu ini tidak patah arang dan bekerja sama dengan pelaku usaha di jalan raya terdekat agar diperbolehkan menjadi tempat ibu ini menyerahkan makanan hasil masakannya kepada driver ojek online. Menu memang sudah ditentukannya sendiri tanpa menerima request, tetapi pilihannya sangat beragam dengan menjangkau aneka rasa dari berbagai daerah dan negara.
Tetap melayani meskipun tidak berkelimpahan
Tidak hanya melayani pelanggan dengan memberikan makanan yang dijual, tingkat pelayanan para pedagang ini tak sampai di situ. Saya mengambil contoh seorang pedagang bakso keliling yang menjual sebutir bakso sapi hanya seribu Rupiah.Â
Tidak hanya berjualan ketika hujan turun dan hari libur tiba meskipun seringkali tidak banyak pelanggan, pedagang bakso ini rela meluangkan waktunya untuk mendengarkan curahan hati para pelanggannya sekalipun tidak sebentar.Â
Sehari-hari mencari nafkah di Jakarta, beliau mudik Lebaran sedikit lebih lama untuk menggantikan tanggung jawab kerja bakti sebagai warga setempat yang tidak terpenuhi.Â
Contoh lain diberikan oleh pedagang siomay dan sate keliling. Beliau menata hari dan jam berdagangnya agar memiliki waktu untuk mengikuti ibadah berjamaah, ikut merawat tempat ibadah, dan turut serta dalam kegiatan pelayanan yang dilakukan untuk membantu orang lain.
Alasan membeli dan harapan untuk UMKM kuliner
Di sebagian besar kejadian, kami membeli makanan dari UMKM kuliner karena membutuhkannya dengan cepat dan khususnya di waktu ketika restoran belum buka atau malah sudah tutup. Harganya pun cenderung terjangkau, meskipun ada saja satu atau dua pelaku UMKM ditemukan "menggetok" harga karena merasa dibutuhkan dan tidak punya lawan. Tentu saja, kondisi ini membuat kami ogah berlangganan.
Kami lebih suka pada UMKM kuliner yang menyediakan makanan segar dan bersih. Kami tidak memaksakan mereka bisa melayani permintaan khusus karena mungkin memasak banyak porsi sekaligus untuk pelanggan lain juga, tetapi kami berharap memberitahukannya di depan. Seringkali, mereka menyanggupi permintaan khusus tersebut dan ujungnya mengabaikannya saat makanan jadi sehingga membuat kami kecewa. Oh iya, memberitahukan harga di awal dan memberlakukannya secara konsisten kepada semua pelanggan juga penting bagi kami.
Sekian cerita suka dan duka terkait UMKM kuliner yang hendak saya bagikan kali ini. Semoga tidak hanya menghidupi masyarakat, tetapi pelaku UMKM juga bisa naik kelas. Bukan hanya solusi murah dan cepat mendapatkan makanan, mereka juga layak menjadi potret Jakarta dan Bogor dalam menyajikan cita rasa terbaik bagi para wisatawan yang datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H