Pecinta film di Tanah Air pada umumnya menjadikan dua ajang penghargaan bergengsi ini sebagai acuan apakah suatu film layak dikatakan memiliki kualitas yang melegenda. Blantika perfilman nasional mempercayakannya pada Piala Citra, ketika acuan film internasional cenderung berkiblat pada ajang penghargaan Academy Awards atau yang lebih sering dikenal dengan Piala Oscar. Tahun ini, Piala Oscar akan dibagikan untuk yang ke-96 kalinya, tepatnya pada 10 Maret mendatang waktu Amerika Serikat.
Saya sendiri bukanlah kelompok dari mereka yang senang menghabiskan waktu berlama-lama untuk menyaksikan suatu tayangan. Film yang sehari-hari saya tonton adalah film-film pendek di YouTube dan TikTok. Sampai saat ini, saya masih lebih mempercayakan bioskop dibandingkan terhadap platform online seperti Netflix untuk mendapatkan pengalaman menonton film berdurasi panjang yang berkualitas, baik dari segi filmnya itu sendiri maupun sarana prasarana untuk menontonnya.
Dalam setahun, saya belum tentu sekali datang ke bioskop untuk menonton film. Sebelum pandemi, saya terakhir kali menginjakkan kaki di studio bioskop pada tahun 2019 dan itupun lebih karena menemani sepupu saya yang hendak menonton film horor. Di tahun 2023, dengan "luar biasanya" dua film berhasil mendatangkan saya kembali ke bioskop. Salah satunya adalah Gran Turismo, yang tentu saja saya minati karena hobi menonton balap mobil. Sayangnya, saya tidak pulang dengan rasa yang puas-puas amat karena emosi cerita yang mengambang dan alur cerita yang lebih sulit diikuti dengan durasi film yang relatif cepat.
Satu film lainnya sempat menjadi tren global dan mampu mempertahankan eksistensinya ketika tayang bersama film lain yang juga menjadi tren global. Pencapaian film ini terasa lebih istimewa mengingat ceritanya yang bertopik sejarah tetap mampu merebut hati sekian banyak penonton film, sedangkan lawannya menyuguhkan cerita yang lebih modern dan lebih ringan serta berkaitan erat dengan nostalgia masa kecil generasi muda saat ini. Sampai sini kita pasti sudah tahu film yang dimaksud, yaitu Oppenheimer besutan sutradara Christopher Nolan.
Persaingan kerasnya dengan film Barbie, termasuk dalam memperebutkan studio pemutaran di bioskop
Tidak sedikit pecinta film yang bingung untuk memilih antara film ini dan film Barbie sehingga berujung pada menonton keduanya secara maraton, di mana dunia maya mengenalnya dengan fenomena Barbenheimer. Saya sendiri cukup menonton Oppenheimer, durasinya yang mencapai tiga jam sudah terasa relatif sangat panjang dan mencari bioskop yang menayangkannya pun tidak mudah, semuanya minimal berjarak sekitar satu jam dari rumah. Waktu yang hanya tersedia di akhir pekan membuat transportasi publik penuh sehingga saya terpaksa memilih taksi online dengan tarif dua kali lipat dari harga normal.
Bukan tanpa alasan film Barbie lebih menarik bagi pengelola bioskop. Maklum, meskipun sama-sama banyak peminatnya, harga tiket yang sama untuk waktu dan kelas kursi yang sama membuat film Oppenheimer kalah ekonomis dibandingkan terhadap film Barbie yang berdurasi hampir dua jam di mata pengelola bioskop. Menyediakan jam tayang yang ramah dan menyenangkan bagi penonton untuk film sepanjang ini juga cukup sulit, bagaimana caranya agar tidak berbenturan dengan waktu makan dan beribadah. Tidak sampai di situ, film Barbie juga menyediakan sumber pendapatan lain dari penjualan souvenir berupa botol tumbler.
Kisahnya mungkin kontroversial atau malah kurang menarik, tetapi berhasil dibawakan sebagai film yang luar biasa
Teman yang berhasil melakukan Barbenheimer menilai bahwa film Oppenheimer menang telak, sekalipun bagi penonton dari segmen wanita muda yang menjadi subyek utama pada film Barbie. Nama besar Christopher Nolan tidak pernah mengecewakan dalam menghadirkan film-film berkualitas global, tetapi kemampuan mengangkat kisah topik yang antara kontroversial dan kurang menarik serta tokoh yang relatif lebih jarang dibicarakan dalam peristiwa terkait menjadi kisah yang diminati banyak orang adalah sesuatu yang "super".
Kita tidak bosan disuguhkan bagian bersejarah dari Perang Dunia kedua yang berisi perjalanan Oppenheimer dan timnya menggunakan kemampuan mereka di bidang sains untuk membuat bom atom, demikian pula dengan perjalanan pemeriksaan Oppenheimer melalui sekian banyak pembicaraan yang tidak terasa bertele-tele. Mengulang kembali kisah peluncuran bom atom yang banyak memakan korban di Jepang dan kedekatan Oppenheimer dengan kelompok sayap kiri juga tidak memunculkan kembali emosi dan kemarahan.
Menyajikan kualitas terbaik dengan sederhana dan pas
Ibarat ibu yang menyajikan makanan lezat di dapur rumah, Christopher Nolan tidak berusaha menjadikan Oppenheimer sebagai film bombastis dengan dramatisasi yang berlebihan tetapi hasil akhirnya terasa begitu pas dan memuaskan. Alur cerita maju jelas lebih mudah dipahami daripada mengaplikasikan alur maju-mundur, ditambah dengan cerita selingan di luar kisah Oppenheimer dan bom atom kadarnya tidak berkekurangan dan tidak berlebihan. Tempat dan properti yang sesuai dengan alur cerita dan latur waktu, aktor dan aktris yang dipilih dengan tepat dan menjiwai peran mereka masing-masing, alur cerita yang mampu menggugah emosi para penonton, memang sudah menjadi standar agar suatu film bisa dinikmati dan dipahami secara realistis. Tidak seperti film dan sinetron lokal, seringkali "membagongkan".
Alur cerita yang diperankan sempurna dan berhasil menggugah emosi serta memberikan pelajaran berharga
Alur cerita film Oppenheimer memberikan beberapa pelajaran berharga tentang kehidupan. Seorang Oppenheimer yang pintar juga pernah menemukan kerinduan terhadap rumah, kecemasan, dan ketidakcocokan gaya pengajaran semasa melakukan studi, bahkan sampai hampir membunuh pengajarnya dengan apel beracun. Pentingnya berhati-hati dalam bergaul dan bersikap juga ditunjukkan ketika Oppenheimer dikait-kaitkan dengan kegiatan sayap kiri dan bisa saja membuatnya tidak dipilih sebagai pemimpin proyek bom atom. Sebagai ilmuwan yang sehari-hari lebih banyak duduk sebagai pengajar dan peneliti, Oppenheimer berhasil menunjukkan kemampuan kepemimpinannya dalam proyek bom atom dengan segala lika-likunya.
Meskipun demikian, kelemahan Oppenheimer atas perasaan pribadinya pun ada. Kita bisa melihat bagaimana lemahnya beliau ketika jatuh dalam pusaran wanita, perjuangan beliau membina keluarga yang sama bingungnya di awal seperti keluarga-keluarga baru sekalipun merupakan orang pintar, juga beliau bukanlah orang yang pandai soal berpolitik khususnya ketika menghadapi serangkaian upaya yang termasuk di dalamnya melibatkan Lewis Strauss untuk mengurangi pengaruhnya dalam urusan politik. Sebagai manusia yang naik pamornya karena keberhasilan meluncurkan bom atom, beliau tetap memiliki rasa bersalah atas jatuhnya korban jiwa dan kemudian berani menyuarakan pandangannya untuk tidak mengembangkan serta menggunakan senjata lanjutan yang dapat mengancam hidup orang banyak.
Di tengah badai yang dihadapinya, kita bisa melihat ketegaran dan kekuatan sekalipun harus menerima kenyataan dikhianati oleh orang-orang yang sebelumnya bekerja bersamanya. Tidak gentarnya beliau melawan orang-orang kuat tidak lepas dari dukungan dan kesetiaan orang-orang terdekat, termasuk istrinya sendiri. Sampai pada akhirnya, beliau pun berhasil memulihkan nama baiknya. Semuanya diperankan dengan sempurna oleh Cillian Murphy sebagai sang pemeran Oppenheimer.
Teknis produksi dan sentuhan akhir berkualitas untuk pengalaman terbaik penonton
Totalitas tim produksi Oppenheimer diperkuat dengan teknologi pengambilan gambar oleh kamera film dan kamera IMAX, juga pengambilan suara yang disebut-sebut dilakukan dengan alat terpisah di beberapa scene, semuanya demi kualitas dan pengalaman terbaik oleh penonton. Hal ini harus saya akui sekalipun hanya menontonnya melalui studio biasa, tentu akan lebih baik lagi di studio berlayar IMAX. Penggunaan visual artifisial berbasis komputer juga dibatasi untuk menampilkan tampilan yang benar-benar nyata, termasuk ledakan bom atom yang dipikirkan dengan matang melalui serangkaian eksperimen oleh tim produksi. Lahirlah film Oppenheimer dengan tampilan visual yang mendekati waktu Perang Dunia kedua, tidak lebih tua dan tidak lebih muda dari itu.
Satu pemanis kecil yang muncul sebentar saja tetapi memberikan kesan yang unik dan sempurna adalah kehadiran pemeran Albert Einstein dengan penampilan yang begitu mirip dengan aslinya. Beliau tetap terlihat pintar sebagai ilmuwan legendaris, tetapi melihat beliau menikmati hari tua untuk bersatu dengan alam tentu menjadi pengalaman tiada dua.
Layakkah menjadi nominasi dan mendapatkan penghargaan dari Academy Awards?
Oppenheimer memang bukan film yang mencatatkan penonton dan pendapatan terbanyak selama 2023, tidak hanya tertinggal dari Barbie di pemuncak klasemen tetapi juga beberapa film lainnya menurut The Numbers seperti Guardian of The Galaxy Vol 3, The Super Mario Bros Movie, dan Spider-Man: Across The Spider-Verse. Akan tetapi, pencapaiannya sudah sangat luar biasa mengingat saingannya memang berasal dari serial yang melibatkan tokoh kartun terkenal ketika film ini adalah kisah one-off dengan memadukan unsur-unsur yang bisa jadi kurang favorit untuk banyak penonton, sains dan sejarah sekaligus yang kalau di sekolah cenderung membuat para siswa mengantuk. Kalangan tua dan muda, pria dan wanita, pecinta film dan bukan pecinta film, berkumpul di bioskop dan pulang dengan penilaian memuaskan. Nilainya di IMDb mencapai 8,4, menjadi film terbaik ketiga untuk keluaran tahun 2023 dan jauh lebih baik dari raihan Barbie di 6,9.
Semoga minimal mendapatkan tujuh penghargaan, bagi saya sebelas penghargaan layak didapat
Menjadi film dengan raihan nominasi terbanyak di Oscar 2024, film Oppenheimer memperebutkan penghargaan di tiga belas kategori. Film terbaik, sutradara terbaik, aktor terbaik, aktor pendukung terbaik, aktris pendukung terbaik, musik orisinil terbaik, sinematografi terbaik, skenario adaptasi terbaik, desain produksi terbaik, desain kostum terbaik, tata rias terbaik, penyuntingan film terbaik, sampai penata suara terbaik, banyaknya nominasi ini sama banyak dengan raihan di BAFTA Awards sebelumnya dan semoga kemudian bisa meraih catatan yang sama atau bahkan lebih baik. Sebagai perbandingan, di BAFTA Awards sendiri, kemudian Oppenheimer berhasil memenangkan tujuh kategori.
Saya tidak menonton film peraih nominasi yang lain sehingga tidak dapat memberikan perbandingan. Melihat bagaimana Oppenheimer memaksimalkan kualitasnya dari berbagai aspek, penghargaan yang paling mungkin tidak didapat berkaitan dengan musik dan tata rias. Bukannya tidak bagus, tetapi saya belum menemukan kualitas yang jauh lebih unggul dibandingkan terhadap film-film yang pernah saya tonton sebelumnya.
Semoga Emily Blunt bisa memenangkan penghargaannya
Satu harapan saya untuk pemeran Kitty Oppenheimer, Emily Blunt. Setelah gagal mengonversi nominasi aktris pendukung terbaik menjadi kemenangan di tiga ajang penghargaan sebelumnya, semoga kali ini beliau bisa memenangkan penghargaannya di Oscar 2024. Sungguh seru melihat peran yang benar-benar dimainkannya dengan baik, mulai dari jatuh hati dengan Oppenheimer, menikmati masa kasmaran dengan Oppenheimer, sempat frustrasi dengan masa-masa awal kehidupan berkeluarga, menemani dan menyemangati Oppenheimer menjelang peluncuran bom atom, sampai setia mendampinginya di masa-masa sulit menghadapi sidang investigasi. Jika harus memilih satu scene terfavorit yang melibatkan Oppenheimer dan Kitty, saya akan memilih ketika Oppenheimer memberitahu Kitty tentang "membawa masuk jemuran" sebagai kabar terkait peluncuran bom atom.
Demikian pandangan saya mengenai Oppenheimer, film peraih nominasi terbanyak di Oscar 2024 dan semoga bisa mengonversinya juga menjadi kemenangan terbanyak. Semoga kehadiran film Oppenheimer bisa menginspirasi para sineas film termasuk di Tanah Air bahwa film terbaik tidak selalu berasal dari kisah fiksi yang membutuhkan imajinasi luar biasa atau kisah lainnya dari topik yang menarik dan sudah terkenal luas, juga tidak harus mengeluarkan modal produksi sebesar-besarnya dengan sentuhan efek komputer yang luar biasa. Menempatkan pemeran terbaik dengan peran yang cocok, bersungguh-sungguh dalam proses produksi, dan memastikan segalanya pas nan realistis alias tidak berlebihan serta tidak berkekurangan adalah kunci untuk menciptakan film terbaik yang menarik minat dan meninggalkan kesan positif di mata penonton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H