Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Binguo: Mobil Listrik "Manusiawi" Wuling, Disrupsi Neta V, Sudah Berkelanjutan?

16 Februari 2024   08:45 Diperbarui: 16 Februari 2024   08:58 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Perjalanan Neta V yang belum lama mulai mengisi jalan Sudirman-Thamrin, pusat perkantoran ibu kota, mulai terganggu oleh Wuling Binguo sebagai jawaban untuk Air EV sebagai "mobil listrik empat penumpang rasa dua penumpang". Tak sampai di situ, dia juga mulai mengisi garasi di perumahan "kaum punya". Semenarik apakah mobil yang tampak bak Mini Cooper dari belakang dan VW "kodok" Beetle dari samping ini?

Mobil ini akhirnya bisa membawa empat orang dewasa secara nyaman juga dengan empat pintu untuk penumpang dan satu pintu untuk bagasi. Varian terendahnya yang sudah mendukung pengecasan berdaya DC ala SPKLU berselisih harga hampir Rp60 juta dari varian tertinggi Air EV, tapi bisa melaju lebih jauh hingga 33 km dan Air EV masih hanya bisa mengandalkan pengecasan AC ala rumahan yang jauh lebih lama, jelas worth it. Penampilannya lucu tetapi tetap elegan, jauh lebih bisa diterima jika Anda adalah kelompok yang menganggap Air EV tampil seperti "bajaj".

Dengan keberadaan Wuling Air EV varian Lite yang harganya mirip LCGC, Binguo ini jelas tidak murah. Apalagi jika upgrade ke varian yang jarak tempuhnya sampai 410 km, siap-siap tambah dana sekitar Rp50 juta lagi sehingga harganya menembus Rp400 juta sebelum dipotong insentif PPN. Selama insentif bebas ganjil genap masih berlaku di Jakarta, karena nasibnya belum jelas setelah tahun 2024 berlalu, mobil ini masih worth it untuk diajak bekerja sehari-hari dan cukup diajak bertempur "short healing" pulang-pergi dari Cikupa ke Pasteur Bandung. Jika baterai habis, siap-siap duduk di SPKLU menunggu hingga tiga jam karena tipe charger-nya berbeda sehingga belum bisa memaksimalkan kecepatan daya besarnya.

Jika insentif bebas ganjil genap ini berakhir, tentu lebih banyak orang berpikir ulang untuk membeli mobil yang harganya sudah ada di kelas Toyota Rush dan Yaris Cross, juga Honda BRV dan HRV ini. Sekalipun dengan insentif tersebut, harganya tetap saja mahal dan membuat kemunculannya saat ini masih "berfokus" mengisi garasi rumah "kaum punya" seperti di awal peluncuran Air EV dulu. Itupun bukan menjadi mobil utama, melainkan menemani mobil-mobil yang lebih mewah seperti Toyota Alphard, BMW, dan Mercedes sebagai andalan perjalanan jarak pendek.

Dan memang mobil ini bisa dibilang mewah. Saya suka langkah Wuling hanya menghadirkan varian two-tone dengan atap hitam dan bodi berwarna di Indonesia, saatnya tampil lebih ekspresif dan tidak membosankan. Ya, agak menyedihkan juga mengapa Wuling tidak membawa varian pink seperti di Air EV atau Binguo versi Tiongkok, atau membawa varian merah ala Mini Cooper seperti Binguo Mickey Mouse di Tiongkok. Sudah ada milk tea, green tea, warna ala bunga telang yang sering dipakai di minuman kekinian, tambah red velvet lengkap kan?

Paling tidak ukuran bannya sudah R15, bukan R12 seperti Air EV yang cenderung seukuran ban motor. Paling tidak dia juga tidak mudah bergoyang ketika saya dorong dan membutuhkan tenaga lebih keras untuk menutup pintunya, ciri khas bodi Wuling yang lebih kokoh. Maklum, sudah bosan dengan mobil "bodi kaleng kerupuk" yang gampang digoyang dan tenaga kecil menutup pintunya sudah serasa membanting pintu.

Masuk ke dalam mobil, kita disambut head unit dan MID memanjang di dasbor sama seperti Air EV. Pergantian gigi transmisi otomatisnya juga memutar roda seperti Air EV, agak menyebalkan karena membutuhkan adaptasi. Rem tangan sudah menggunakan EPB dan memang sesuai kelas harganya. Meskipun bukan sesuatu yang sangat istimewa dan mahal, jok yang sudah menggunakan bahan kulit sintetis memudahkan pembersihan. Saya memberikan catatan positif di sini karena HRV S dan Innova G masih mengharuskan pemasangan kulit sintetis secara terpisah.

Satu catatan yang agak menggelitik, entah mengapa Wuling hanya memberikan tenaga motor listriknya di 50 kW atau setara 68 HP. Akselerasi dari 0-100 km/jam ditempuh hampir 15 detik, membuatnya tidak lebih cepat dari Ayla 1000 cc dengan tenaga mesin yang setara. Maklum, akselerasi lebih cepat menjadi keunggulan yang cukup umum di mobil listrik dan ini tidak dimiliki oleh Binguo, meskipun mobil ini memang untuk tidak kebut-kebutan. Top speed pun jadi terbatas di 120-130 km/jam, sudah cukup untuk memenuhi ketentuan kecepatan di jalan tol jarak jauh tetapi kerja mesin untuk mencapainya lebih keras.

Lain halnya dengan saingannya, Neta V. Tenaga motor listriknya setara 93 HP alias bersaing dengan mesin mobil bensin 1300 cc. Top speed memang sama, tetapi akselerasi 0-100 km/jam dilibasnya dalam 10-13 detik saja. Jadi memang Binguo ini lebih enak diajak berkeliling di dalam kota dengan trek yang cenderung tidak naik-turun.

Satu hal lagi yang saya kurang suka, charging port Binguo berada di bagian depan mobil. Neta V sebagai saingan terdekat memang sama, tetapi andaikan dia bisa seperti Ioniq 5 yang charging port ditaruh di belakang. Bukan untuk memudahkan adaptasi dari posisi tutup bensin mobil biasa, melainkan agar kabel pengecasan tidak perlu panjang-panjang. Maklum, untuk memudahkan dan mempercepat proses keluar garasi biasanya mobil akan melakukan parkir mundur dan charger dinding akan diletakkan lebih ke dalam di rumah.

Inilah Binguo, mobil listrik Wuling dengan ukuran lebih manusiawi dari Air EV yang "mendisrupsi" upaya Neta V menguasai jalanan. Fitur keamanan dan keselamatan serta kemewahan dan build quality bersaing di kelasnya. Dia lebih lemot dari Neta V, tetapi rekam jejak brand Wuling lebih menjanjikan dengan sejarahnya sejak kehadiran Confero dan Cortez semasa saya kuliah. Harganya yang jelas membuat kita pikir-pikir dengan mengecas yang lebih repot dan lama dari mengisi bensin, membeli mobil bensin sudah mendapatkan mobil keluarga berkapasitas lebih besar yang tidak kalah bagus.

Jelas mobil ini tidak untuk kaum mendang-mending. Jika belum siap beradaptasi dengan segala kerepotannya, termasuk menaikkan daya listrik di rumah, mending beli mobil bensin biasa atau hybrid saja. Sekalinya Anda kecewa, siap-siap merugi apalagi jika baru sebentar sekali membelinya.

Soal transportasi berkelanjutan, selama listrik di rumah masih sepenuhnya dipasok PLN dengan sumbernya dari pembakaran bahan bakar fosil, jelas belum menjadi solusi transportasi berkelanjutan. Apalagi dijadikan mobil kedua untuk perjalanan jarak dekat? Semakin tidak berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun