Para calon pemimpin bangsa punya sedikit perbedaan ketika dihadapkan pada pertanyaan terkait pabrik ponsel di Tanah Air dan kedaulatan teknologi.Â
Ada yang lebih memilih Pemerintah dan BUMN membangun pabrik ponselnya sendiri, ada juga yang lebih memilih bekerjasama dengan pihak swasta. Permasalahannya, kedaulatan dan kemandirian teknologi tidak semudah itu untuk dicapai.
Sejak peraturan TKDN diberlakukan terkait produk dengan dukungan jaringan 4G, beberapa brand memilih membangun pabrik perakitan ponsel di Tanah Air atau mengandalkan fasilitas existing yang sudah ada.
Diperbolehkannya pemenuhan TKDN berbasis software membuat ada saja brand yang memilih jalur ini sehingga tidak maksimal mendatangkan modal ke dalam negeri dan membuka lapangan kerja baru.Â
Ya, hampir seluruh prosesnya masih terbatas pada menyatukan komponen berdasarkan teknologi luar negeri dan sudah diproduksi di luar negeri terlebih dahulu sebelum akhirnya dikemas dan dipasarkan di dalam negeri.
Brand asing memiliki keleluasaan menentukan produk yang dijual di Indonesia lengkap dengan spesifikasinya. Seringkali bahkan mereka memberikan spesifikasi yang berbeda dan lebih "payah" untuk suatu varian di Tanah Air.Â
Misalnya, saja ponsel berkamera banyak yang tampil di iklan resmi antarsegmen di debat kelima KPU kemarin, seringkali kamera yang lain hanya sebagai "bonus".Â
Mirisnya lagi, sebagian dari masyarakat kita masih senang mengeluarkan biaya lebih besar untuk ponsel yang belum tentu mereka butuhkan, misalnya saja iPhone dengan dua kamera diagonal alias iPhone 13 ke atas di varian non-Pro yang agak kejutan muncul sebagai ponsel pengemudi becak di iklan yang sama.
Ketika Pemerintah melalui BUMN hendak membangun pabrik ponselnya sendiri, perlu diperjelas posisi pabrik sebagai fasilitas perakitan saja atau akan membangun brand sendiri.Â