Dari lahir menjadi masyarakat ibu kota, harus diakui bahwa semakin hari permasalahan di kota ini semakin runyam seiring bertambahnya penduduk dan berkembangnya peradaban.Â
Polusi udara, krisis air bersih, penurunan muka tanah, kemacetan lalu lintas, tingginya biaya hidup, dan relatif kurangnya ruang terbuka hijau menjadi kenyataan pahit yang harus diterima oleh masyarakat ibu kota.Â
Setelah lama dipertimbangkan dengan berbagai pilihan, Pemerintah pun memutuskan untuk memindahkan pusat kerjanya ke Pulau Kalimantan dan membangun IKN bernama Nusantara.
Pemerintah memiliki keseriusan tinggi untuk mewujudkan IKN yang jauh lebih baik daripada Jakarta. Lebih hijau, lebih nyaman, lebih berkelanjutan, layak huni, pintar, maju, inovatif, dan bersaing secara global, inilah cita-cita yang dituliskan dalam Buku Saku IKN.Â
Dengan keseriusan Pemerintah dan dukungan investor, kita tidak meragukan bahwa kualitas hidup dan infrastruktur penunjang di IKN tidak akan lebih buruk dari Jakarta.Â
Apalagi kita harus ingat, pemimpin negara dan wakilnya, para menteri dan pejabat tinggi kementerian, sampai wakil rakyat tingkat nasional akan tinggal dan bekerja sehari-hari di sini bersama keluarganya.
Masyarakat Jakarta punya dua pilihan, tetap di tempatnya semula atau ikut pindah ke Nusantara. Insentif pengurangan pajak penghasilan untuk karyawan dan UMKM yang berdomisili di IKN tentunya menggiurkan.Â
Akan tetapi, setelah melewati pertimbangan yang panjang saya saat ini memutuskan untuk setia bersama Jakarta.
Jakarta akan fokus menjadi pusat bisnis, di sinilah kita mencari uang
Pembangunan selama puluhan tahun telah terjadi di Jakarta dan sekitarnya sampai tercipta gedung-gedung dan infrastruktur lainnya.Â
Perkantoran, pusat perbelanjaan, dan tempat tinggal baik dalam rumah tapak maupun rumah susun, menjadi markas berbagai sektor dan ukuran usaha serta masyarakat yang mencari makan di dalamnya.Â
Tidak hanya biaya besar dibutuhkan untuk membangunnya, tetapi juga urusan perizinan dan korespondensi yang tidak mudah dan tidak sebentar.
Perpindahan bisnis, khususnya perusahaan besar dan industri, tidak akan berlangsung dengan mudah. Mengingat saat ini Pemerintah pun sudah banyak menerapkan penggunaan teknologi untuk perizinan, mereka yang konsumen utamanya bukan pemerintah pusat dan selama ini berkantor pusat di Jakarta masih akan bertahan.Â
Sebagai pegawai swasta biasa, sekalipun nantinya perusahaan memberlakukan kerja remote pun saya tetap perlu siap sedia jika ada kebutuhan darurat ke kantor tanpa perlu repot dengan tiket pesawat dan durasi penerbangan.Â
Misalnya, rapat mendadak dengan atasan atau laptop kantor mendadak rusak dan membutuhkan perbaikan segera. Banyaknya pegawai dan pekerja industri yang akan tetap bertahan di Jakarta dan sekitarnya juga membuat potensi usaha tetap cerah.
Hidup akan menjadi lebih tenang dan fokus
Posisi Jakarta selama ini sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis membuatnya rawan unjuk rasa, baik yang dilakukan atas dasar ketidaksetujuan pada perusahaan tertentu, pemerintah pusat, maupun lembaga lainnya.Â
Kepindahan kantor lembaga pemerintahan pusat dan kedutaan asing ke Pulau Kalimantan membuat unjuk rasa terkait isu nasional dan internasional berkurang sehingga Jakarta bisa berfokus pada kehidupan lokalnya sendiri dan kegiatan bisnis yang berjalan di dalamnya.Â
Demikian pula kegiatan kenegaraan juga akan berkurang ketika seluruh aktivitas pemerintah pusat resmi berpindah ke IKN. Artinya, rakyat Jakarta akan mengalami penurunan frekuensi kemacetan lalu lintas dan penutupan ruas jalan karena hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya sehingga bisa tenang dan fokus menjalankan aktivitas sehari-hari.
Biaya hidup yang tidak murah-murah amat ketika berpindah (dan berpotensi naik)
Jakarta memang memiliki biaya hidup yang termahal di Indonesia. Rata-rata rumah tangganya mengeluarkan sekitar Rp15 juta berdasarkan Survei Biaya Hidup 2022 oleh Badan Pusat Statistik. Hidup sederhana pun tidak murah, tercermin dari upah minimum provinsinya yang ada di sekitar Rp5 juta.
Akan tetapi, Provinsi Kalimantan Timur dengan Kota Samarinda dan Kota Balikpapan yang diproyeksikan menjadi kawasan penyangga IKN juga tidak memiliki biaya hidup yang murah-murah amat ketika berpindah.Â
Balikpapan menjadi kota dengan biaya hidup tertinggi kesepuluh di Tanah Air menurut SBH 2022 senilai hampir Rp10 juta. Upah minimum provinsinya hampir Rp3,4 juta, jadi Jakarta dan Balikpapan kurang lebih biaya hidup rata-ratanya sekitar tiga kali UMP.
Seiring masuknya para pejabat pemerintah pusat dan staf-staf lembaga ke IKN serta tenaga kerja terkait untuk mendukung kehidupan di IKN, kehidupan di sana akan lebih maju dan biaya hidup meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk.Â
Sebaliknya, biaya hidup di Jakarta mungkin akan agak berkurang karena permintaan ekonomis oleh pelaku operasional pemerintahan pusat yang berkurang cukup banyak.Â
Apalagi jika pemerintah pusat bersedia menyediakan cukup banyak gedung yang nantinya ditinggalkan di Jakarta untuk dijadikan sebagai ruang perkantoran dan hunian sewa atau ruang publik, berkurangnya permintaan dan bertambahnya suplai berpotensi menurunkan harga sewa properti.
Berbicara soal properti, kita bisa melihat harga properti baru di Balikpapan yang saat ini sudah mulai merangkak naik mendekati harga di Jakarta atau kawasan penyangganya, baik rumah tapak maupun rumah susun.Â
Jika hendak mengantisipasi kenaikan harga lebih lanjut, kita perlu berinvestasi lebih awal di sekitar IKN ketika kita juga masih perlu tempat tinggal di Jakarta.Â
Kebutuhan dananya jelas berat mengingat Pemerintah sendiri menargetkan penyelesaian pemindahan pemerintahan pusat secara keseluruhan paling lambat 2035 alias masih sekitar sebelas tahun dari sekarang.
Pandai-pandai mencari tempat tinggal, tinggal di Jakarta tidak semahal itu juga dan nantinya mungkin akan terlihat lebih menarik secara harga jika dibandingkan terhadap IKN.Â
Jakarta sudah memiliki fasilitas umum yang membantu terjaganya biaya hidup masyarakat setempat, misalnya transportasi publik untuk berkomuter sehari-hari baik di dalam kota maupun ke kota-kota lain di Pulau Jawa.Â
Lebih luasnya wilayah pertanian dan peternakan di Pulau Jawa juga membantu Jakarta menanggung biaya makan yang lebih terjangkau, tentunya selama tidak makan mewah di luar rumah.
Pertimbangan melanjutkan pendidikan (yang lebih baik dan fleksibel)
Sejak lulus Sarjana, saya belum melanjutkan pendidikan dengan cukup baik khususnya pendidikan formal karena kesibukan sebagai pegawai.
Menempuh ujian profesi dari asosiasi internasional saat ini cenderung tersedia di Jakarta saja dan kemungkinan akan sama jika pusat bisnis tetap di Jakarta.Â
Demikian pula, universitas ternama dengan peringkat tertinggi di Tanah Air dan keberadaan kelas karyawan, banyak berada di Pulau Jawa.
Memang pendidikan remote itu ada, tetapi terasa kurang pas jika saya tidak ingin rehat sejenak dari dunia kerja dan tetap ingin bertemu pengajar untuk belajar di akhir pekan.Â
Hal ini tentu bisa berubah ketika kampus ternama di Pulau Jawa mengirimkan dosen untuk mengajar di kantor cabang di sekitar IKN. Akan tetapi, tentunya universitas yang sudah ada di Pulau Kalimantan tetap kurang bisa berperan lebih besar dalam pendidikan di Tanah Air.
Jakarta dengan pembangunan yang terus berlangsung di dalamnya dan kawasan penyangganya masih akan menjadi pilihan terbaik bagi saya dan banyak tenga kerja lainnya.Â
Kami berada di sini karena tempat kami bekerja masih berpusat di sini dan belum menunjukkan kebutuhan untuk pindah, khususnya dalam jangka pendek. Hati pun masih tetap memilih Jakarta mengingat kenangan sejak kecil ada di sini, kecuali pekerjaan memaksa pindah. Saya tidak menolak IKN, saya mendukung kesuksesannya tetapi hati tetap setia bersama Jakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI