Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Solusi Tekan Biaya Politik: Efektivitas Alat Peraga Kampanye dan Partisipasi Masyarakat

2 Januari 2024   19:29 Diperbarui: 18 Januari 2024   14:07 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan dalam hubungan. Dokter Qory mengalami luka dan trauma akibat KDRT yang dilakukan suaminya, Willy Sulistio (39).(thinkstock/lolostock)

Pemilu 2024, Pemilu yang penuh dengan warna dan cerita di tengah Presiden yang dipastikan berganti. Mekanisme pelaksanaan serentak membuat calon anggota legislatif (caleg) sampai calon pemimpin negara kampanye secara bersamaan. Di luar segala kontroversi yang terjadi selama ini, banyak hal lain yang saya temukan lucu.

Setiap penyelenggaraan Pemilu, pelaku usaha percetakan selalu mendapatkan berkah yang besar. Apalagi sejak pendapatan mereka mulai terusik oleh transformasi digital, fakta bahwa partai dan caleg yang bertambah banyak sangat membantu mereka mendulang cuan melalui baliho. 

Mengingat baliho ini sekali pakai, bersifat sementara, dan hendak disebar di berbagai tempat tetapi dalam lingkup area terbatas sesuai dapil, sementara ini kita rasanya sepakat bahwa pemilu dan baliho belum akan terpisahkan.

Membuat baliho ini jelas tidak murah dan memasangnya pun membutuhkan perjuangan. Salah seorang pengemudi ojek menuturkan bahwa beliau melihat kerja keras para pemasang baliho selama jam satu dini hari hingga jam empat subuh. Sayangnya, baliho beberapa caleg sejak awal boleh saya bilang sia-sia.

Baliho gagal memperkenalkan pemasangnya

Ukuran tulisan terlalu kecil sampai kita tidak tahu di tingkat apa caleg ini berkompetisi dan nomor urut berapa yang harus dicoblos jika hendak memilih beliau. 

Ya, karena ruang di baliho habis untuk menaruh foto berukuran besar dan belum lagi tidak fokus mempromosikan dirinya sendiri karena lebih menonjolkan program partai serta foto calon presiden yang diusung sang partai. 

Ingat, dalam satu partai yang sama terdapat beberapa caleg dan mengapa saya harus memilih satu pribadi tertentu dibandingkan terhadap pribadi lain?

Sedikit sekali caleg yang benar-benar fokus berusaha memperkenalkan dirinya dengan singkat, padat, dan jelas melalui baliho. Padahal, sekalipun caleg tersebut merasa terkenal pasti ada saja masyarakat setempat yang tidak terlalu mengenal beliau. 

Mereka yang pintar tidak hanya menaruh nama, foto, nomor urut, dan janji, tetapi juga menuliskan sedikit pengalaman yang bisa dibanggakan dan akun media sosial untuk ditelusuri oleh calon pemilih lebih lanjut.

Baliho tidak ditempatkan dengan strategis

Tentulah caleg tidak turun sendiri untuk menempatkan baliho-baliho yang dipasangnya dan ini menjadi kelemahan jika orang yang dipercayakan bekerja secara "asal-asalan". 

Baliho yang seharusnya ditempatkan secara strategis untuk menjangkau seluruh pemilih, malah diletakkan secara berdekat-dekatan di lokasi tertentu dan tidak ada sama sekali di lokasi lain. 

Ya, pasti ada juga pemilih yang hanya beraktivitas di sekitar rumah dan tidak bergerak jauh-jauh sehingga tidak terjangkau oleh baliho sekalipun ditempatkan di tempat yang dianggap ramai dikunjungi warga setempat.

Berdekat-dekatan di sini bukan hanya di sepanjang jalan yang sama terdapat banyak baliho, melainkan benar-benar satu baliho bisa bersebelahan dengan baliho berikutnya. 

Sebenarnya bisa saja ada dua baliho berdekatan, jika diletakkan di suatu ruas jalan dengan lalu lintas dua arah untuk menjangkau arah hadap yang berbeda. Bisa juga jika di jalan tersebut ada persimpangan untuk keluar-masuk ke ruas jalan lain. Sayangnya, ini tidak!

Begitulah para pemasang baliho apalagi caleg yang berkali-kali memasang baliho sebelum kampanye dimulai. Memperkenalkan diri dulu tanpa tujuan, memperkenalkan diri sebagai bakal caleg, sampai akhirnya mengampanyekan diri sebagai caleg, berapa banyak dana yang terbuang. Caleg seperti ini tentu punya banyak uang, dibandingkan terhadap caleg DPR dan DPRD yang patungan satu baliho untuk berdua.

Membuang uang untuk "mendukung" capres jagoan di "survei ala TikTok Live"

Hal menyedihkan sekaligus lucu lainnya datang dari dukungan warga terhadap calon presiden dan wakil presiden jagoannya. 

Menjagokan mereka di media sosial dengan harapan bisa mempengaruhi teman dan saudara yang belum punya pilihan sih boleh-boleh saja. Akan tetapi, sampai "membuang uang" untuk mendukung capres jagoan tetapi sebenarnya tidak membantu posisi capres tersebut sama sekali dalam kontestasi?

Jadi, akhir-akhir ini saya menemukan banyak live TikTok bertema survei suara capres dan cawapres. Sesuai formatnya, live ini tentu dilakukan tidak dalam jangka waktu yang panjang sehingga penyelenggara akan mengadakan survei ulang berkali-kali di lain waktu. Nah, permasalahannya beberapa survei ini tidak mengandalkan perhitungan komentar sama sekali.

Mengharapkan hadiah dari penontonnya yang tentu bisa ditukar menjadi uang, biasanya berupa "mawar", "es jeruk", dan "kopi", satu hadiah menjadi satu suara untuk pasangan yang diwakili oleh hadiah tersebut. 

Kedatangan seorang pendukung yang memberikan banyak hadiah adalah berkah bagi penyelenggara dan suara calon yang didukung bisa langsung naik pesat di "survei live" tersebut. Selanjutnya, penyelenggara akan menyajikan statistik banyaknya kemenangan dari setiap pasangan pada survei-survei terdahulu.

Saya tidak mengerti apa yang menjadi alasan si pendukung mau menggelontorkan uang bahkan sampai memberi beberapa kali hadiah sekaligus demi mendongkrak suara jagoannya. Meskipun nilai satu hadiah itu tidak seberapa, tetapi mungkin jika dana para pemberi hadiah ini dikumpulkan bisa menjadi sumbangan yang cukup signifikan untuk membantu dana kampanye jagoan. 

Dana para calon memang sudah cukup mumpuni, tetapi memberikan dana kepada mereka tentu lebih membantu dalam upaya pemenangan dibandingkan berpartisipasi dalam survei semu di live TikTok seperti itu.

Kita tahu bahwa biaya politik dan partisipasi aktif sebagai kandidat yang dipilih di Pemilu itu mahal. Dengan usaha cerdik bagaimanapun juga, akan tetap sulit menjadikannya murah kecuali jika tidak serius memajukan diri atau mendapatkan dukungan dana sponsor dalam jumlah yang signifikan. 

Akan tetapi, keberadaan mereka yang mau memberikan hadiah berbayar di "survei live TikTok" menunjukkan bahwa sebenarnya ada rakyat yang mampu membantu pendanaan ini dan akan lebih baik jika mau menyalurkannya untuk logistik Pemilu.

Pemasangan baliho yang sia-sia dan tidak strategis bukan hanya membuang-buang uang, melainkan juga tidak ramah lingkungan dan tidak membantu memenangkan calon. 

Membuat baliho secara cerdas akan menghemat biaya politik dan efektif mengonversinya menjadi suara sehingga bisa terpilih dan dapat berfokus memperjuangkan suara rakyat, bukan berakhir ke RSJ karena gagal terpilih dan sudah "rugi bandar". 

Ingat, masih ada hal lain yang harus diperjuangkan seperti kampanye tatap muka dengan calon pemilih dan kampanye di media sosial!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun