Sejarah tidak hanya menjadi kenangan di masa lalu. Dari apa yang sudah terjadi, pengalaman tersebut dapat dijadikan sebagai pelajaran untuk mempertahankan hal-hal positif dan mencegah hal negatif terulang kembali. Peninggalan yang bersifat fisik umumnya dirawat dengan baik, dijaga keberadaannya, dan disimpan di museum.
Di masa sekolah dulu, saya pernah berkunjung ke museum seperti siswa-siswa pada umumnya sebagai bagian dari program karyawisata ke sekolah. Bisa ditebak tentunya, sekolah akan memberikan tugas untuk dikerjakan setelah pulang sehingga kami semua akan membawa perangkat kamera dengan memori melimpah untuk mengambil foto sebanyak dan selengkap mungkin.Â
Selain itu, kami juga mengandalkan buku untuk mencatat informasi penting yang menunjang penyusunan laporan karyawisata tersebut. Kunjungan museum dalam karyawisata sekolah yang membekas di ingatan saya adalah Museum Geologi Bandung.
Saat itu, laporan akhir yang dihasilkan banyak membahas soal jenis-jenis batu, salah satu materi dalam kurikulum pembelajaran ilmu pengetahuan sosial yang tidak terlalu saya sukai. Berkeliling dengan cepat, tidak sempat dijelajahi dengan penuh keriangan dan perhatian, yang penting dapat banyak foto sebelum harus berkumpul kembali untuk makan malam dan menuju tempat penginapan.
Mewakili sekolah untuk mengikuti olimpiade juga mengantarkan saya ke museum yang lain. Sebagai bagian dari pembekalan materi sejarah kontingen Provinsi DKI Jakarta untuk olimpiade bidang ilmu pengetahuan sosial, kami dibawa mengelilingi Museum Nasional yang terletak tidak jauh dari Monas agar bisa melihat langsung barangnya dibandingkan terhadap menelusuri gambar di buku atau Google.Â
Perhatian kami tentu saja tertuju pada peninggalan masa sebelum penjajahan yang ada di museum ini, khususnya terkait prasasti yang tertulis di era kerajaan dan benda-benda yang membantu kehidupan masyarakat di era ini.Â
Datang di hari kerja tanpa adanya rombongan yang lain membuat kunjungan terasa khusyuk. Pembina sekaligus pelatih kontingen mengingatkan kami agar tidak bercanda apalagi mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas jika melihat sesuatu yang dianggap lucu, tentunya sebagai wujud penghormatan terhadap benda-benda bersejarah tersebut sekaligus menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada kami yang masih SMP iu.
Akan tetapi, dulu selain ruang emas ada bagian-bagian lain yang juga dilarang untuk difoto oleh pengunjung. Sayangnya, karena waktu kunjungan yang terbatas dan ingatan otak yang terbatas pula, kami meminta dispensasi untuk boleh mengambil foto seperlunya dengan kamera ponsel sebagai bahan pembelajaran. Hal ini sangat membantu dibandingkan terhadap mencari sekian banyak foto di Google yang tentunya jauh lebih melelahkan.Â
Seingat saya, foto yang terkumpul mencapai puluhan sampai ratusan dan menjadi bahan belajar kami setiap malam untuk mencoba memahami dengan baik ciri khas dari masa kehidupan yang diwakili oleh benda-benda tersebut.
Setelah selesai menempuh ujian, peserta dari seluruh Indonesia yang terkumpul di Batam diberikan kesempatan oleh panitia untuk mengunjungi museum di Pulau Galang.Â