Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menyikapi Ide Plat Custom Bebas Ganjil Genap Sampai Rp500 Juta

4 Agustus 2023   20:10 Diperbarui: 5 Agustus 2023   07:15 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelat nomor jenis baru. (Sumber: wartakota.tribunnews.com via kompas.com) 

Rp500 juta per 5 tahun, suatu besaran yang tidak kecil. Cukup untuk mencicil hunian atau mobil, bisa juga membayar biaya pendidikan anak. Biaya ini diusulkan oleh pihak kepolisian untuk plat mobil yang bisa sesuai nama dan bisa bebas ganjil genap. Murah atau mahal?

Kakorlantas Polri mengusulkan ide ini untuk memaksimalkan pendapatan negara dari instansinya. Tarif di atas juga tarif minimum, bisa lebih tinggi jika banyak peminat plat nama yang sama karena akan melalui sistem lelang. 

Tujuannya, kelulusan ujian SIM yang selama ini sudah sering menjadi kontroversi itu tidak lagi menjadi target.

Ketika usulan ini muncul di media, seperti biasa muncul kubu pro dan kontra. Kubu pro merasa sudah seharusnya mengincar pendapatan tambahan dari kaum mampu. 

Sedangkan, kubu kontra merasa hal ini adalah bentuk pemerasan dan ketidakmampuan negara mencari sumber pendapatan. Saya tidak tahu kubu kontra ini memikirkan apa dan bagaimana respon mereka terhadap cukai minuman berpemanis.

Nah, bagaimana dananya akan dimanfaatkan dan memastikannya benar-benar masuk ke kas negara itu urusan lain. 

Jika dibilang hal ini merupakan pemerasan terhadap kaum mampu, sesungguhnya ini merupakan pilihan yang bersifat privilese. Mau dan mampu, silakan. Tidak mau atau tidak mampu, ya tidak usah. 

Setidaknya ini bukan penerapan pajak warisan atau tambahan lapisan progresif di pajak pendapatan orang pribadi, yang mungkin dapat mengurangi semangat masyarakat potensial untuk memaksimalkan kemampuannya.

Meskipun demikian, bukan berarti usulan ini tidak memiliki efek samping jika jadi diterapkan. Pertama, bagaimana dengan satu atau dua huruf sebelum angka yang selama ini menjadi penanda asal kendaraan tersebut? 

Ya, memang cukup banyak kendaraan di daerah menggunakan plat kota besar karena tidak ada dealer merek bersangkutan di sana dan membelinya menitip ke anggota keluarga yang lain.

Kedua, privilese bebas ganjil genap agak bertolak belakang dengan misi meningkatkan penggunaan mobil listrik murni. Seperti kita tahu, selama ini mobil listrik murni saja yang punya keistimewaan itu. 

Ya, dengan konsekuensi jarak tempuh maksimum sekali jalan yang kurang kompetitif, durasi mengisi tenaga yang lebih lama dan terbatasnya stasiun pengisian, harga yang lebih mahal, sampai keterbatasan model di pasar.

Bayangkan jika saya membeli plat sesuai nama ini untuk digunakan di mobil listrik saya, tentu saya akan merugi karena biayanya sama besar dengan pengguna plat nama di mobil bensin atau diesel biasa tanpa adanya penggantian privilese. 

Skenario lain, masih banyak orang mampu yang ragu dan belum mau beralih ke mobil listrik, tetapi ingin privilese bebas ganjil genap, akhirnya membeli plat sesuai nama ini agar tidak perlu membeli dan merawat dua mobil berbeda.

Kalau belinya dua Hyundai Stargazer sih tetap lebih murah dari membeli plat sesuai nama atau mobil listrik setara. 

Atau, Lexus UX300e yang beberapa minggu terakhir sering saya temui di kawasan Sudirman-Thamrin, dia cukup menarik secara harga dan fitur untuk melawan Mercedes-Benz GLA200 yang dipasangkan dengan plat sesuai nama. 

Bagaimana dengan pecinta sedan E-Class yang ingin bebas ganjil genap? Bisa jadi memilih E-Class bensin dengan plat bebas daripada membeli EQE, masih lebih hemat modal selama mobil bensinnya digunakan paling lama lima tahun saja.

Ketiga, kreativitas dan keadilan. Ketika huruf depan sesuai wilayah dan angka masih ada, pemilik mobil dituntut kreatif dengan keterbatasan yang ada. 

Misalnya, selama ini saya tidak bisa menggunakan nama panggilan saya (Cev) dalam bentuk plat C 3 V karena saya warga Jakarta dan plat berawalan C memang tidak ada. 

Satu-satunya harapan saya adalah menggunakan nama kedua saya untuk membuat plat B 3 VAN, ya harus keluar Rp15 juta, "diganggu" kode daerah, dan itupun sudah ada yang punya sayangnya. B 33 VAN dan B 333 VAN sih belum terdaftar, tetapi budget beli mobilnya yang belum ada :)

Lain halnya dengan pemilik nama Bagas yang tinggal di Jakarta, bisa bebas dari gangguan kode daerah karena memang sesuai dengan huruf pertama namanya. 

Plat terelit yang bisa dibuat adalah B 4 GAS seharga Rp15 juta, saat ini sudah ada yang punya. Plat tanpa huruf? Bisa secara teknis, B 4645 yang seharga Rp7,5 juta, tetapi sayang sudah ada juga yang punya. 

Jika Bagas rela huruf G nya ditulis berulang kali, saat tulisan ini dibuat ya B 466 GAS (baca: Bagggas) itu belum ada yang punya.

Lalu, apa yang terjadi soal keadilan? Ya, orang-orang seperti Bagas tidak perlu membayar plat sampai Rp500 juta hanya untuk tidak terganggu dengan kode daerah, selama tidak menginginkan privilege bebas ganjil genap. 

Sedangkan orang-orang seperti saya, iya. Saran saya sih, mengapa Polri tidak menjual plat custom dan privilege bebas ganjil genap secara terpisah? Mungkin itu bisa mendatangkan uang lebih banyak lagi.

Keempat, privasi dan manfaat. Bagi kalangan bisnis, plat custom mungkin memudahkan mereka menandai mobil dinas sekaligus menjadi identitas. 

Misalnya, PT XYZ membeli mobil mewah untuk direktur utamanya dan diberikan plat B 1 XYZ akan meningkatkan prestige perusahaan itu sendiri. Pengguna pribadi? Bisa menjadi masalah privasi karena mudah dikenali orang lain, makanya saya sih ogah.

Itu saja pandangan saya soal ide plat custom super mahal ini. Bisa ditebak di kubu mana saya berada, lebih tepatnya saya sih tidak menolak. 

Asalkan tidak mengganggu industri otomotif nasional dan mengancam rencana pengembangannya ke depan, saya oke-oke saja. Meskipun sih, saya tidak berminat juga ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun