Harus diakui, dari generasi manapun kita berasal, siapa di antara kita tidak mengenal Coldplay dan tidak menemukan satu lagunya pun yang ngehits saat itu. Tidak heran, di mana Coldplay menggelar konser, tiketnya langsung habis dipesan dalam waktu singkat sekalipun mereka menambah hari konser, tiketnya tidak murah, dan bahkan ada yang sampai rela melancong demi menonton band tercinta. Akan tetapi, cerita perebutan tiket konser Coldplay di Tanah Air tidak sampai di situ karena keberadaan para calo.
Ya, dua hari konser di GBK saja tidak cukup untuk menampung para Blink yang sebagian besar berada di generasi Y dan Z. Bayangkan Coldplay ini memiliki fans dengan persebaran yang merata dari ujung generasi baby boomers sampai generasi Z.Â
Saya tidak heran bahwa animo masyarakat luar biasa untuk berperang demi tiket Coldplay sekalipun konsernya diadakan di hari kerja. Tidak sedikit di antara mereka yang "mengirit makan" demi Coldplay, cuti dua hari demi perang tiket Coldplay, sampai cuti dua hari lagi untuk menonton Coldplay plus beristirahat setelah puas jingkrak-jingrak bersama Chris Martin dan kawan-kawan.Â
Di presale saja, lebih dari 1,5 juta orang memperebutkan nomor antrian yang hanya 500 ribu dan tiket yang lebih sedikit dari itu. Di hari public sale pun, tak kurang dari 1,7 juta perangkat bertarung.Â
Tidak heran jika para pebisnis andal yang senantiasa pandai melirik peluang tidak ketinggalan meramaikan perang tiket Coldplay dengan menjadi calo alias beli dulu untuk dijual lebih mahal. Termasuk di antaranya yang cukup disayangkan oleh masyarakat, Puteri Indonesia Intelegensia 2019 ada di antaranya. Meskipun, memang harus diakui bahwa kita belum memiliki peraturan yang jelas dan ketat mengenai percaloan tiket konser ini.
PK Entertainment dan Third Eye Management melalui situs resmi konser Coldplay di Jakarta sudah melarang tegas tindakan percaloan ini dan mengancam pembatalan tiket bagi pihak-pihak yang masih membandel. Bahkan, mereka tidak segan menuliskan nama-nama tertentu yang sudah biasa melakukan praktek ini dan tetap saja percaloan tidak terhindarkan. Bermodal uang (tentu saja), perangkat gadget yang tentu tidak tunggal, bahkan kini sudah memanfaatkan kecanggihan bot, para calo memenuhi keinginan fans yang kalah perang untuk tetap bisa berkonser ria.
Saya yakin bahwa para promotor konser di Indonesia tentu belajar banyak dari konser Coldplay kali ini. Kemajuan untuk penjualan konser ke depan tentu penting, apalagi jika kita hendak memanjakan para Swifties menonton idolanya. Berikut adalah ide-ide gila untuk memastikan hanya fans yang datang menyaksikan sang idola, tanpa perlu sampai membentuk hukum antipercaloan tiket konser seperti yang dipikirkan oleh negara tetangga kita, Malaysia.
Identitas langsung dikunci seperti pembelian tiket pesawat
Salah satu penyebab mengapa percaloan masih bisa hidup di konser Coldplay ini adalah satu orang bisa membeli hingga empat tiket dengan hanya menggunakan satu identitas.Â
Saya bisa membeli empat tiket, salah satunya memang saya gunakan sendiri untuk menonton, dan tiga tiket sisanya saya jual sedemikian rupa sehingga ujungnya bisa menonton gratis atau malah masih dapat untung.Â
Jika ke depannya promotor membatasi satu orang hanya bisa membeli satu atau dua tiket, kasihan kaum gaptek yang akan kesulitan dan situs penjualan tiket akan semakin rawan untuk crash karena serbuan perangkat yang luar biasa.
Nah, bagaimana jika kita bermain liar saja bahwa satu orang bisa membeli sebanyak-banyaknya tiket tetapi identitas harus diisi lengkap untuk semua penonton sebelum memilih kelas tiket? Sekalipun menggunakan teknik copy-paste, tentu jika peserta gerbongnya banyak akan sulit juga untuk bisa bertarung dengan cepat. Ketika tiket sudah dibayar, identitas langsung dikunci dan tidak bisa diubah lagi sekalipun hanya untuk memperbaiki masalah minor typo. Ya, teliti dong!
Di hari-H, promotor memasang mesin canggih yang akan membaca barcode atau kode QR pada tiket sebagai penyimpan data identitas penonton, mungkin Anda fasih jika pernah berlibur ke Universal Studios di Singapura. Setelah itu, penonton akan diminta mencocokkannya dengan pemindai KTP seperti di bank-bank atau paspor seperti di bandara plus kasino luar negeri. Meminta calo menukarkan e-ticket ke tiket fisik dan kemudian penonton aslinya masuk? Tidak bisa.
Lelang tiket dengan tidak mengumumkan durasi pasti konser jika tidak tunggal
Konser khususnya penyanyi internasional tentu tidak menyewa venue hanya untuk satu atau dua hari karena setup dan merapikan kembali peralatan yang digunakan tidak mudah dan tidak cepat.Â
Selama artis bersedia dan pendukung teknisnya siap, maka sebenarnya durasi konser bisa-bisa saja ditambah. Masalah terjadi ketika promotor tidak membicarakan klausul fleksibilitas jadwal terlebih dahulu dengan artis dan manajemennya, menambah hari setelah tiket sold out tentu sulit apalagi jika berada dalam rangkaian tur dunia dengan jadwal sempit.
Sebagai solusi untuk mengurangi kekecewaan fans sekaligus menarik uang lebih banyak, promotor mungkin bisa menegosiasikan hal ini lebih awal ke artis. Promotor mengumumkan terlebih dahulu tanggal pertama yang dipastikan artis akan manggung dan tanggal-tanggal alternatif apabila ada kemungkinan ekstensi.
Seterusnya, promotor menggunakan sistem lelang dengan mengumumkan terlebih dulu batas bawah harga yang harus dibayar untuk suatu kategori. Pembeli selanjutnya membayarkan deposit sejumlah tertentu untuk mengikuti lelang di mana deposit akan menentukan kelas tertinggi yang bisa diterima dan selanjutnya mereka juga berhak menentukan kelas lain yang ditaksir jika tidak mendapatkan di kelas tersebut.
Jika penjelasan di atas memusingkan, baiknya kita melakukan simulasi. Misalnya, jika mengikuti harga yang sama dengan konser Coldplay ini, deposit saya sebesar Rp8 juta (termasuk pajak dan biaya layanan), dan saya bersedia mendapatkan tiket duduk minimal di CAT 4, maka nama saya akan dipertimbangkan untuk mendapatkan kursi dari CAT 4 sampai CAT 1.
Sistem yang dirancang bersama dengan programmer selanjutnya akan menentukan siapa saja yang mendapatkan tiket, berapa harga final dari setiap kelas tiket berdasarkan penawaran terendah dari mereka yang berhasil mendapatkan tiket di kelas itu, dan mengembalikan selisih uang dari penawaran ke harga final plus uang dari mereka yang tidak mendapatkan tiket sama sekali.
Jika penawaran tinggi sekali dengan harga yang menarik bagi promotor, promotor bisa langsung mengalokasikan orang-orang ini ke tanggal alternatif tanpa memerlukan konfirmasi pembeli tiket dan memperpanjang durasi konser. Jadi uangnya tidak lari ke para calo.
Pembatalan tiket? Boleh, tetapi dikenakan pemotongan seperti tiket pesawat dan tunggu ada pembeli penggantinya
Jika promotor ingin menggali uang lebih banyak lagi, marketplace untuk mereka yang gagal mendapatkan tiket saat penjualan awal bisa saja dibuat secara resmi. Mekanismenya, ketika ada pihak-pihak yang batal menonton, setidaknya mereka bisa membatalkan tiket dengan dikenakan potongan tertentu seperti halnya tiket pesawat.Â
Nah, pembatalan ini hanya akan bisa diproses ketika pembeli pengganti sudah bersedia untuk membeli tiket tersebut. Jadi, bangku kosong di konser bisa dikurangi, percaloan bisa diberantas, dan mereka yang batal menonton konser tidak kehilangan sepenuhnya uang mereka. Yang paling penting, promotor cuan lagi.Â
Bukan konser indoor dan di Jakarta? Jakarta International Stadium saja
Masih ingat konser Dewa 19 dengan sekelumit masalahnya? Dengan catatan Jakpro serius membenahi permasalahan sistem audio, mungkin percaloan bisa berkurang jika konser dipindahkan ke JIS.Â
Berbeda dengan GBK yang mudah diakses oleh berbagai moda transportasi publik, dan memiliki tempat parkir yang melimpah, JIS itu minim transportasi publik, minim tempat parkir, sehari-hari aksesnya juga relatif macet. Para calo membutuhkan usaha ekstra untuk bisa mencapai lokasi ini.Â
Bagi calo yang malas, mungkin JIS bisa membuat mereka berpikir ulang mencari cuan. Tidak hanya di Jakarta dan di Indonesia, jika ingin memberantas percaloan tiket mungkin trik ini akan berhasil di mana-mana. Namanya juga fans, mereka pasti akan berusaha sekeras-kerasnya agar bisa datang tepat waktu menonton idola mereka, tetapi belum tentu dengan calo.Â
Perlu dicatat bahwa poin ini sama sekali tidak ditujukan untuk "menghina" JIS mengingat konsep seperti ini sudah dipelajari dengan baik dari negara tetangga, bagus juga tidak dibangun di tengah kota agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, dan minim tempat parkir plus minim transportasi publik juga tidak apa-apa untuk memberi rezeki kepada para pelaku ride-hailing (baca: taksi online dan ojek online).
Kita tentu berharap ke depannya konser dari musisi legend nan hits seperti ini tidak lagi dikotori para calo yang merebut kebahagiaan fans sekaligus menurunkan citra negara kita di mata internasional. Meskipun usulan saya di atas juga gila dan tidak mempermudah jalan fans mendapatkan tiket (apalagi kantong), setidaknya calo-calo silakan minggir. Selamat untuk Anda yang mendapatkan tiket konser Coldplay, nikmatilah dan semoga sesuai ekspektasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H