Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Subsidi Pajak Lebih Luas untuk Merangsang Kesadaran Persiapan Pensiun

10 Mei 2023   17:44 Diperbarui: 11 Mei 2023   07:17 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: hrblock.com

Lebaran telah usai, Tunjangan Hari Raya pun pasti telah didapat. Sebagian telah disumbangkan, sebagian telah dibelikan kebutuhan Lebaran dan membiayai mudik, bagaimana dengan sisanya? Apakah kita sudah berpikir mengenai masa depan selepas tak lagi bekerja?

Bagi yang berpendapatan pas-pasan, THR mungkin hanya cukup menutupi utang. Dua belas bulan gaji belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi tiga belas bulan bisa mencukupi sehingga terlebih dahulu meminjam keluarga atau teman terdekat. Sebaliknya, pekerja dengan kemampuan finansial menengah-atas mungkin menemukan bahwa THR mereka tergolong berlebih dan terlebih lagi ketika tidak semua pekerja merayakan Lebaran.

Sebagian dari mereka yang bekerja dan berpendapatan tinggi memilih untuk menyisihkan THR mereka dalam bentuk tabungan di dana pensiun lembaga keuangan. 

Selain karena mereka memang tidak membutuhkan dana tersebut saat ini, tabungan pensiun membebaskan mereka dari pembayaran pajak penghasilan saat ini dan besar pajak yang dibayarkan saat pensiun lebih rendah. 

Maklum, keluarga dengan pendapatan di luar THR di atas Rp186 juta per tahun bisa dipastikan akan membayar pajak penghasilan atas THR para pencari nafkahnya paling tidak dengan rate 15 persen. 

Menempatkannya sebagai tabungan pensiun hanya akan membebankan pajak maksimum lima persen, itupun dibayarkan saat usia pensiun nanti dan jelas penghematan yang sangat menarik.

Situs salaryexplorer.com mencatat bahwa paling tidak lima belas persen pekerja di Indonesia mendapatkan penghasilan di atas Rp17,9 juta per bulan dan BPS mencatat total pekerja di Indonesia mencapai 135 juta orang berdasarkan Statistik Pendapatan Agustus 2022. 

Ironisnya, peserta dana pensiun menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan baru sekitar empat juta orang per Januari 2023 dan inipun mungkin sebagian besar di antaranya hanya menyisihkan iuran wajib sebagaimana diamanatkan oleh tempat kerja mereka. 

Demikian pula dengan industri asuransi jiwa, Statistik Perasuransian 2021 besutan OJK mencatat bahwa premi asuransi jiwa hanya sebesar 38.60% dari total premi industri asuransi sebesar 3.13% dari Produk Domestik Bruto, alias sangat kecil.

Ilustrasi: hrblock.com
Ilustrasi: hrblock.com

Salah satu alasan utama di baliknya terletak pada tingginya tingkat konsumsi baik untuk pendapatan bulanan maupun THR. Terlebih pada generasi muda, pengeluaran untuk jajan, pakaian, gawai, hiburan, dan liburan tergolong signifikan sehingga porsi tabungan masih minim dan biasanya ditempatkan dalam bentuk simpanan perbankan. 

Di tengah perlambatan kondisi ekonomi global dan momentum penguatan Rupiah terhadap Dolar Amerika seperti sekarang, sebenarnya konsumsi seperti ini bagus untuk menjaga perputaran ekonomi selama dilakukan di dalam negeri. Permasalahannya, tidak sedikit juga uang yang mengalir bersama kegiatan plesiran rakyat di luar negeri.

Mereka yang tertarik mempersiapkan tabungan pensiun bisa jadi tidak melirik dana pensiun karena besaran akumulasi dana yang signifikan membuatnya tidak bisa ditarik sekaligus dan harus dibelikan anuitas di perusahaan asuransi jiwa. Hal ini jelas tidak menarik bagi mereka yang bercita-cita untuk membuka usaha sendiri pascapensiun, meskipun sebenarnya pembelian anuitas ini baik untuk memastikan adanya arus kas setiap bulan. 

Belum lagi minimnya fleksibilitas untuk menentukan instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko dan target imbal hasil serta adanya biaya pemeliharaan dan administrasi untuk pengelolaan dana. 

Jika melihat portofolio investasi dana pensiun, mungkin sebagian orang akan memilih untuk menirunya sendiri dengan menempatkan dana di deposito perbankan karena terjamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan dan surat berharga negara karena dikenal memiliki tingkat risiko rendah.

Program asuransi jiwa tradisional seumur hidup atau dwiguna lebih tidak menarik lagi karena premi yang dinilai relatif mahal. 

Tingginya biaya akuisisi membuat nilai tunai di awal periode pertanggungan relatif kecil sehingga nasabah mengalami kerugian cukup besar jika butuh untuk menutup polis. 

Waktu pemberian manfaat seringkali juga terasa terlalu lama melewati masa pensiun dan usia yang dimaksud bahkan terasa kurang realistis bagi nasabah untuk masih bisa bertahan hidup. Padahal, peningkatan premi produk asuransi seperti ini cukup menguntungkan bagi Tanah Air karena sebagian besar premi akan diinvestasikan sebagai cadangan di surat berharga negara dan ini dapat membantu memajukan perekonomian tanpa campur tangan dana investor asing.

Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian subsidi pajak untuk pembelian SBN secara individu. Saat ini, beberapa seri SBN telah mendapatkan potongan pajak penghasilan atas pendapatan kupon dan Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk turut memberikan insentif PPh DTP atas besaran investasi pokok SBN.

Tentunya SBN ini bermata uang Rupiah dan berdurasi cukup panjang sehingga jatuh tempo ditargetkan terjadi di usia pensiun, misalnya obligasi FR.

Pemegang obligasi yang menjualnya sebelum jatuh tempo dan saat masih bekerja wajib mengembalikan PPh DTP yang telah diterimanya kepada negara, serupa dengan penarikan saldo DPLK sebelum pensiun yang diperlakukan sama seperti penghasilan umum secara perpajakan.

Pemerintah juga dapat mempertimbangkan skema serupa seperti di Malaysia untuk memberikan subsidi pajak bagi mereka yang membeli produk asuransi jiwa, asuransi kesehatan, dan asuransi pendidikan. 

Hal ini bertujuan agar ketika pencari nafkah sebagai pemegang polis berusaha mempersiapkan dana pensiunnya, mereka tidak lupa memproteksi diri dari risiko lainnya yang dapat mengganggu keuangan keluarga. 

Kerja sama dengan perusahaan asuransi jiwa dan OJK dibutuhkan dalam menentukan produk mana saja yang berhak mendapatkan subsidi pajak. 

Di saat yang bersamaan, Pemerintah dapat merangsang perusahaan asuransi jiwa melahirkan produk-produk dwiguna dengan kupon dan manfaat akhir kontrak selepas usia pensiun.

Produk tabungan berjangka dengan durasi sangat panjang dari industri perbankan juga dapat menjadi sasaran objek subsidi bersama dengan premi asuransi untuk mengurangi pendapatan kena pajak. 

Bank akan memperoleh keuntungan dengan keberadaan dana berbiaya cukup murah dan tersedia untuk jangka panjang sehingga bunga pinjaman yang terjangkau bisa terjaga dan perekonomian terus berputar. Tentunya jika nasabah menarik dana sebelum jatuh tempo dan saat masih bekerja, mereka wajib mengembalikan subsidi pajak yang diterima sebelumnya. 

Bank dan perusahaan asuransi akan menerbitkan besaran premi yang memenuhi syarat dalam mendapatkan subsidi pajak dan melaporkannya baik kepada nasabah maupun Pemerintah. 

Selanjutnya, nasabah dapat memberitahukan besar pengurang PKP kepada tempat kerjanya untuk menyesuaikan besar pemotong PPh atau menyesuaikan sendiri pembayaran pajaknya bagi wirausahawan dan pekerja lepas.

Kecukupan dana pensiun juga perlu dibarengi dengan kepemilikan tempat tinggal yang layak. Sungguh kasihan jika pensiunan harus berpindah-pindah rumah sewaan dan menghadapi ketidakpastian biaya sewa, apalagi risiko kenaikan signifikan seperti yang baru-baru ini terjadi di Singapura. 

Pemerintah juga dapat mempertimbangkan besar angsuran kredit rumah baik pokok maupun bunga sebagai pengurang PKP seperti di India. Dengan catatan, di saat yang bersamaan individu tidak memiliki rumah dengan jumlah melebihi batas maksimum yang diperkenankan.

Konsumsi untuk perputaran roda perekonomian itu penting. Memastikan konsumsi tersebut terpusat di dalam negeri dan tanpa mengabaikan kesejahteraan di hari tua tentu lebih penting. Subsidi pajak dari Pemerintah dapat membantu mewujudkan hal tersebut dan menarik minat lebih banyak masyarakat memperhatikan masa depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun