WhatsApp menjadi media dengan pengguna terbanyak yaitu 54 persen masyarakat dan hal ini tidaklah mengherankan mengingat 83 persen masyarakat mengakses berita dengan smartphone. Hal ini cukup sejalan terhadap tren global di mana 57 persen masyarakat dunia memanfaatkan media sosial untuk mengakses berita dan 72 persen masyarakat memilih ponsel sebagai perangkat untuk melakukan akses.
Akan tetapi, keberadaan media sosial sebagai sumber berita bukannya tidak memiliki kelemahan. Ketika media massa harus mengikuti etika jurnalistik dan hukum pers sedemikian rupa melalui proses kurasi yang teliti, unggahan media sosial bisa langsung tayang begitu saja dan pengawasan baru dilakukan setelahnya, termasuk verifikasi independen dan pemberian label hoaks. Hal ini membuka peluang untuk kemunculan hoaks alias berita palsu.
Hoaks bisa disebarkan oleh individu atas idealismenya sendiri, bisa juga oleh kelompok pencari uang atas pesanan pihak lain. Motifnya beragam dan salah satu topik yang cukup dominan adalah politik. Manusia dan robot menyebarkan hoaks tersebut dalam balutan yang menarik perhatian dan mengundang pihak lain untuk menyebarluaskannya, termasuk kaum idealis.
Penting bagi kita untuk mencari berita dari sumber yang terpercaya, yaitu media massa yang mengikuti hukum pers. Media massa tersebut haruslah berimbang dan objektif sehingga berita yang ditulis benar-benar berdasarkan data dan fakta.Â
Detil publikasi harus sesuai dan media harus yakin sehingga tidak menggantinya setelah berita tayang. Akan lebih baik jika media massa tidak hanya menerbitkan berita sebatas informasi, tetapi juga menggunakan konsep jurnalisme solusi dengan tidak memperkeruh suasana dan justru memberikan kritik yang membangun. Hal inilah yang dianut oleh Inilah.com ketika reborn setahun lalu.
Jangan mudah menyebarkan suatu berita, apalagi jika berasal dari sumber yang kurang terpercaya dan kita juga tidak meyakini kebenarannya. Lebih baik lagi jika sekalipun berita tersebut berasal dari media massa, kita tetap melakukan verifikasi atas kebenaran kejadian yang diberitakan.Â
Menyebarkan berita palsu adalah tindakan melanggar hukum dan jika kita tidak sengaja melakukannya, kita tetap harus bertanggung jawab. Kita bukan lari dengan menghapusnya, tetapi meminta maaf, melakukan klarifikasi, dan menghubungi orang yang turut menyebarkannya.Â
Sebaliknya, kita tidak perlu ragu untuk membantu mencerdaskan masyarakat dengan berani menyuarakan temuan kita terhadap suatu berita yang sudah kita verifikasi bahwa itu adalah palsu. Ketika kita mengalami masalah dengan pihak lain, selesaikanlah baik-baik antarpihak. Jangan sampai kekesalan kita memicu tindakan untuk menjatuhkannya dengan menyebarkan berita palsu.
Mari kita berjuang untuk merdeka dari berita palsu. Dengan demikian, kualitas informasi akan membaik sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap akurasi dan independensi informasi bisa meningkat.Â
Akhirnya tujuan mulia dari berita untuk memberi manfaat dalam bentuk edukasi tercipta, bukan justru menimbulkan kesesatan dan kekeliruan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H