Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Membeli Laptop Bekas dari Sisa THR Lebaran

14 Mei 2022   09:25 Diperbarui: 14 Mei 2022   18:02 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Laptop (cnet.com via KOMPAS.com)

Lebaran adalah momen kemenangan. Selain itu, sebagian besar dari kita mendapatkan tunjangan hari raya (THR) baik karena bekerja maupun anak-anak yang mendapatkan amplop dari keluarganya. Apakah saat ini sedang memiliki kebutuhan untuk membeli laptop?

Ketika dananya tersedia dan cukup untuk memenuhi kebutuhan, kita tentu ingin membeli laptop baru.

Akan tetapi, pada kenyataannya sampai saat ini pasar laptop bekas masih cukup besar dan bahkan masih banyak unit dengan usia di atas lima tahun dijual dengan harga di atas Rp5 juta. Kok bisa ya?

Berikut alasan mengapa laptop bekas diminati, sekalipun unit yang "mahal".

1. Pakai seriusnya sebentar, setelah itu masuk lemari

Ibu S, dosen termuda yang mengajar angkatan saya saat kuliah, sering tertawa melihat teman-teman dengan laptop mahal barunya.

Jika baru membeli laptop saat kuliah dengan spesifikasi yang terlalu berlebihan, bahkan mungkin tetap berlebihan sekalipun langsung melanjutkan studi S2, kemungkinan besar akan terasa sayang. 

Ketika bekerja di tempat yang tidak menerapkan prinsip bring your own device (BYOD), laptop akan jarang dipakai, masuk lemari, dan mungkin ujung-ujungnya rusak. 

Dijual lagi pun, harganya banyak susut. Ya tentu kita tahu, barang baru sudah keluar dari boks pun (BNOB) turun harga cukup banyak dari barang baru yang masih disegel (BNIB) dan belum lagi penyusutan tahunan.

Kecuali jika kita masih akan melanjutkan studi, mengikuti kursus, atau melakukan penelitian demi memenuhi kebutuhan pendidikan berkelanjutan atas profesi yang digeluti, kebutuhan terhadap spesifikasi laptop turun drastis. 

Keberadaannya lebih banyak digunakan untuk menonton film, membaca buku, atau mengisi dokumen pribadi. Apalagi jika laptop kantor boleh digunakan untuk melakukannya dan kita tidak memiliki anggota keluarga lain untuk diwarisi laptop pribadi itu, ya sayang dong?

Percayalah jika laptop gaming akan jarang dipakai untuk bermain. Ada waktunya pun, mungkin lebih baik digunakan untuk beristirahat atau cari side job sekalian.

Ini menjadi alasan bagi beberapa teman seperjuangan untuk membeli laptop bekas semasa kuliah. 

Berdasarkan pengalaman, hal ini bisa dilakukan jika unit yang dibeli masih bagus dan sampai lulus kuliah usahakan usianya jangan sampai melebihi enam tahun. Selebihnya memang masih bisa dipakai, tetapi performanya sudah kurang optimal.

2. Budget pas-pasan

Karena keberadaan inflasi, kita tidak lagi hidup di era ketika dana Rp2-3 juta sudah bisa memboyong pulang laptop baru yang sudah sangat nyaman untuk browsing, mengetik dokumen Word, mengerjakan Excel, dan membuat slide PowerPoint. Apalagi jika laptop dipakai oleh anak sekolah, bagaimana mereka bisa mengikuti kelas di Zoom dan mengerjakan tugas content creation dengan baik?

Tanpa kebutuhan content creation pun, laptop baru dengan harga Rp4 jutaan akan membuat banyak kekesalan.

Kombinasi prosesor Intel Celeron N4xxx, RAM cenderung di 4GB, dan storage berjenis HDD 5400rpm akan menghambat produktivitas sehari-hari. Jika mendapatkan storage SSD dan tambahan RAM pun, keterbatasan prosesor tetap ada di sana.

Untuk memanfaatkan fitur noise cancellation dengan optimal di Zoom, sekitar 15% tenaga prosesor Intel Core i7-1165G7 digunakan.

Berdasarkan pengalaman pribadi, laptop akan cenderung nyaman dipakai selama penggunaan prosesor di Task Manager terjaga di bawah lima puluh persen. 

Jika skor Geekbench 5 menjadi acuan dan maunya laptop baru, paling tidak budget harus cukup untuk membeli laptop dengan AMD Ryzen 3 dan tentunya diimbangi dengan RAM minimal 8GB serta storage SSD. Siap-siap paling tidak Rp6 juta melayang!

Ini tentu memberatkan bapak-bapak yang anaknya baru naik ke jenjang sekolah lebih tinggi apalagi jika bukan di sekolah negeri. Uang pangkal, uang seragam, uang buku, sekarang uang laptop pula.

Jika mau, Lenovo ThinkPad dengan prosesor Intel Core i5 generasi keenam, RAM 8GB, dan SSD 256GB masih bisa dibawa pulang bermodal sedikit di bawah Rp4 juta.

Masalah semakin kompleks jika membutuhkan laptop dengan spesifikasi lebih canggih, dimensi lebih ramping, layar sentuh, atau MacBook sekalian.

Jika budget tidak cukup, laptop bekas memang terpaksa jadi andalan. Akan tetapi, jangan sampai memasuki rentang harga di mana laptop bekas sudah tergolong mahal dan kita bisa membeli laptop baru dengan kemampuan setara.

Berikut pesan dari rekan saya yang juga senang mengikuti perkembangan laptop. Ingat, prosesor Intel Core i7 generasi lebih tua belum tentu lebih kencang dari Intel Core i3. Akan tetapi, hampir bisa dipastikan memang kalau Intel Celeron itu memang lambat!

3. Tidak ingin menggunakan desktop

Jika memilih desktop rakitan dan pandai memilih komponen, kita tentu bisa menghemat biaya dan membawa pulang paket yang serba baru.

Masalahnya, tidak semua orang ingin menggunakan desktop baik karena preferensi maupun kondisi yang harus dihadapi. Kecuali di segmen tertentu ketika laptop bisa menawarkan performa yang bersaing dengan budget kurang lebih sama, kecenderungannya adalah kita harus mengeluarkan modal lebih.

Pertama, keterbatasan tempat

Meskipun kita bekerja seharian di rumah dan keluar pun tidak perlu membawa komputer, laptop akan tetap dibutuhkan jika ruang yang tersedia tidak lebih besar dari kamar kos.

Bisa kalian bayangkan mau menaruh di mana tower desktop, monitor, keyboard, mouse, speaker, belum lagi jika menggunakan stabilizer listrik.

Kedua, listrik sering mati dan tidak ada genset

Desktop juga bisa dipakaikan UPS, tetapi harganya tidak murah.

Jika menggunakan laptop, kini ada powerbank berdaya 45W yang cukup untuk mengecas Lenovo ThinkPad seharga Rp 500 ribuan. Sekalinya daya powerbank habis, laptop masih bisa dibawa ke kafe terdekat yang menyediakan stopkontak dan tentu saja listriknya masih menyala.

Ketiga, hidup "nomaden"

Ketika belum memiliki tempat tinggal sendiri, bisa juga hidup memang berpindah karena kebutuhan pekerjaan atau pendidikan, memindahkan desktop itu lebih rumit.

Lain halnya dengan laptop, tinggal masukkan ke tas dan siap dibawa.

Keempat, sulit dibawa jika hendak diperbaiki

Desktop memang lebih mudah diganti komponennya dibandingkan terhadap laptop yang lebih spesifik dan sebagian di antaranya tersolder.

Akan tetapi, bisa dibayangkan jika tempat tinggal kita jauh dari tempat servis terdekat. Laptop tentu akan lebih mudah dibawa ke sana.

Jika budget terbatas dan tidak ada laptop baru yang bisa memenuhi kebutuhan, tidak ada salahnya membeli laptop bekas terlebih dahulu. Akan tetapi, perhatikan dua tips berikut agar tidak menyesal di kemudian hari.

1. Pastikan membeli unit dengan usia semuda mungkin dan kondisi sebaik mungkin

Unit yang masih muda cenderung menghadapi "penyiksaan" yang lebih sedikit sehingga kondisinya tentu lebih baik, apalagi jika garansi resmi pabrikan masih berjalan dan unit belum pernah mengalami pembongkaran. 

Itu pun kita tetap perlu memeriksa kondisi laptop karena kerusakan komponen yang tergolong sepele sekalipun bisa membuat total biaya yang dikeluarkan malah lebih mahal dari membeli laptop baru.

Kecuali, jika kita membeli unit dengan storage HDD SATA dan berniat langsung menggantinya dengan SSD, tingkat kesehatan HDD menjadi tidak terlalu penting.

Laptop dosen saya menghembuskan nafas terakhir tidak lama setelah salah satu tombol keyboard rusak, padahal usia laptop kurang dari tiga tahun.

Laptop rekan saya mati total di usia empat tahun dengan perawatan yang baik, penggunaan standar, dan komponen senantiasa asli bawaan pabrik. 

Berawal dari bodi yang terasa sedikit menyetrum saat dicas, akhirnya bodi, mainboard, dan speaker laptop harus diganti jika ingin laptop itu bisa berfungsi kembali. Ironisnya, semua yang saya sebutkan barusan adalah Lenovo ThinkPad! Maklum, ThinkPad ini adalah varian laptop bekas yang cukup banyak dijual dan digandrungi oleh pasar.

2. Bersihkan dan instal ulang laptop Anda dari nol

Beberapa iklan laptop bekas sering menarik perhatian dengan berbagai aplikasi yang telah tersedia dan siap pakai. Sayangnya, aplikasi tersebut seringkali bajakan dan justru memiliki risiko keamanan yang senantiasa mengintai.

Oleh karena itu, tentu lebih baik untuk melakukan format terhadap storage laptop yang dibeli dan menginstalnya ulang dari nol.

Sekian tips dari saya, semoga sisa THR Lebaran kita bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Selama bisa menunjang produktivitas, membeli laptop bekas pun tidak masalah. Siapa tahu, dia bisa mendatangkan rezeki untuk menggantikannya dengan yang baru, bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun