Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mari Terima Berhentinya Langkah Lord Adi karena Sistem Knockout MasterChef Indonesia

22 Agustus 2021   22:54 Diperbarui: 22 Agustus 2021   23:02 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribun Jateng

Di tengah pandemi COVID-19, kehadiran sosok Lord Adi yang sedemikian ekspresif di kompetisi memasak RCTI, MasterChef Indonesia Season 8, berperan positif sebagai "immune booster" dan pengusir kebosanan di tengah PPKM. Melaju di galeri tanpa kemenangan sampai akhirnya merebut beberapa kemenangan berturut-turut sebelum akhirnya harus pulang di tiga besar. Warganet menganggap kepulangan pria yang bernama asli Pak Suhaidi ini tidak adil. Tidak terima? Kenyataannya, inilah hidup.

Di hari kepulangannya, Lord Adi memenangkan tantangan hidangan pembuka, gagal memenangkan hidangan inti dengan bahan dasar burung dara, dan akhirnya harus kalah di pressure test melawan Nadya meski sudah berusaha menghidangkan hidangan penutup berbahan dasar alpukat dengan baik. Memenangkan satu tantangan, tetapi tetap pulang juga. Kemenangan itu tidak langsung menghadiahkan tiket ke grand final, tetapi ketika Jesselyn memenangkan tantangan kedua langsung dihadiahkan tiket grand final. Ada pula yang mengatakan bahwa laju Lord Adi ini lebih mulus dari Nadya yang pontang-panting berjuang mempertahankan posisinya. Saya mengerti dengan pola pikir semua warganet, tetapi ini adalah kenyataan hidup yang harus diterima oleh kita semua apapun pendapat kita tentang layak atau tidaknya Lord Adi ini pulang.

Pertama, soal kemenangan tantangan pertama Lord Adi yang tidak diberikan hadiah tiket grand final, ya itu kebebasan penyelenggara. Di kompetisi manapun, keputusan penyelenggara adalah final dan tidak dapat diganggu gugat. Tugas kontestan adalah melakukan usaha terbaik mereka dan  menerima hasilnya dengan lapang dada. Saya yakin orang seperti Lord Adi pasti bisa menerima kenyataan bahwa langkahnya terhenti di tiga besar, mengapa kita tidak bisa? Saya yakin bahwa Lord Adi bisa menerima bahwa dia harus pulang karena dessert yang merupakan titik kelemahannya, lagipula dia sudah berusaha memberikan yang terbaik.

Ketika seorang dinilai andal dalam suatu bidang, dia harus siap menghadapi tantangan apa saja sekalipun dia merasa itu bukan kekuatannya atau dia belum berpengalaman dengan hal serupa. Demikian pula seorang chef, apalagi chef yang dipanggil oleh orang penting untuk menyajikan hidangan di depannya, dia harus siap mengolah bahan dasar yang disediakan menjadi hidangan yang diinginkan dan bukan meminta orang itu untuk harus memilih dari buku menu yang sudah disiapkan! Hidangan lokal, internasional, sekali dimasak untuk satu orang, sekali dimasak untuk sekeluarga kecil, sekali dimasak untuk banyak orang, pembuka, inti, penutup, ya harus bisa.

Kedua, kompetisi yang diikuti oleh Lord Adi ini menggunakan sistem knockout. Ya, tidak benar-benar knockout juga sih sebenarnya MasterChef Indonesia itu. Tidak semua tantangan memang memulangkan orang. Ada tantangan yang otomatis meloloskan pemenangnya ke babak berikutnya alias aman dari eliminasi, ada tantangan yang tidak memenangkan atau menggugurkan satu orang pun, ada pula mekanisme di mana orang tertentu yang sudah tereliminasi bisa kembali berlomba melalui black team.

Mengapa skema knockout dipilih oleh MasterChef Indonesia? Bayangkan jika skema yang digunakan adalah perhitungan kemenangan terbanyak atau poin klasemen, RCTI pastinya harus mengeluarkan banyak uang untuk terus mempertahankan para kontestan di galeri, membeli bahan untuk mereka olah menjadi hidangan, dan juga durasi acara akan jauh lebih panjang. Lagipula, ketika tantangan yang diberikan berbeda-beda dan kesulitannya cenderung meningkat seiring waktu, bagaimana memberikan bobot poin untuk kemenangan di satu tantangan dengan kemenangan di tantangan yang lain? Masak mau disamaratakan?

Oh iya, bagaimana jika seseorang dengan kemenangan terbanyak juga memiliki kesalahan fatal terbanyak dan kesalahan itu membuatnya berada di titik terlemah? Makanan itu bukan hal sepele, bukan hanya soal memenuhi selera melainkan juga berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan. Konsistensi menyajikan makanan yang enak dan sehat jauh lebih penting.

Lagipula, enak tidaknya sebuah hidangan dan cantik tidaknya penataan juga melibatkan penilaian subyektif dari mata dan lidah juri. Apalagi kalau harus memberikan poin untuk setiap hidangan peserta, cara satu juri dengan juri lain membuat penilaian dan mengurangi nilai atas setiap kesalahan peserta juga berbeda-beda. Sistem poin juga tidak cocok.

Skema knockout menjadi pilihan terbaik yang bisa dipilih. Di skema ini, peserta terlemah yang akan dipulangkan. Nah, untuk menghindari posisi menjadi peserta terlemah, hal pertama yang harus sangat diperhatikan oleh peserta adalah hal-hal fatal yang tidak boleh sampai terjadi. Misalnya, hidangan yang seharusnya matang disajikan mentah atau kurang matang, rasa yang terlalu berlebihan, cara penyajian yang tidak bersih, bintang utama hidangan yang tidak sesuai dengan tujuan tantangan, keberadaan komponen yang tidak seharusnya ada dalam sebuah hidangan, ya itu salah.

Misalnya, dalam pressure test hari ini, masih terasa tepung mentah dalam hidangan cendol alpukat yang disajikan oleh Lord Adi. Rasa asin juga dinilai berlebihan ketika hidangan penutup seharusnya disajikan manis. Meskipun konsep hidangan yang disajikan oleh Lord Adi dan cara beliau menata juga luar biasa cantik, tetap saja kesalahan seperti ini sulit ditoleransi ketika kesalahan Nadya adalah lupa memasukkan suatu komponen pemberi rasa ke hidangannya yang tidak terlalu fatal alias hanya memberikan rasa yang kurang sempurna. Ingat ya, bukan komponen utama yang dilupakan oleh Nadya.

Ketika peserta terancam pulang dalam skema knockout, mereka harus bisa bertahan dalam tekanan dan tetap melakukan segala sesuatunya dengan tenang serta rapi. Kita melihat Nadya begitu tahu apa yang harus dia lakukan, tahap apa yang harus dikerjakannya satu demi satu, dan melakukan segalanya dengan lancar selain melupakan komponen pemberi rasa itu. Lord Adi? Sampai diingatkan oleh Jesselyn supaya puff pastry jangan sampai gosong. Padahal, waktu yang diberikan sudah cukup panjang dan mungkin Lord Adi merasa gugup karena dessert bukan merupakan titik kekuatannya, ketika Nadya cukup kuat di sini. Lah, di tantangan lelang bahan, eksekusi Pak Adi sangat bagus lho dengan waktu memasak tersedikit?

Skema knockout ini memang memiliki kelemahan jika diterapkan secara mentah-mentah, khususnya dalam kontes memasak yang melibatkan cukup banyak unsur subjektivitas. Demi tidak tersingkir dan bisa menjadi pemenang, seorang kontestan bisa saja memilih bermain aman, menghindari kesalahan, melakukan hal yang itu-itu saja, meniru kekuatan kontestan lain, dan tidak berani mengambil risiko. Untuk itulah, pada tantangan tertentu yang menurut juri memang layak untuk meloloskan pemenangnya langsung ke babak berikutnya, skema diubah dari memulangkan seseorang menjadi memastikan seseorang pasti lolos ke babak berikutnya.

Bagaimana jika seorang kontestan pulang bukan karena dia melakukan kesalahan fatal, melainkan hidangannya kalah cantik atau kalah enak dari hidangan kontestan lain dan kalau kekalahan itu bisa diukur dengan angka, selisihnya tipis? Padahal, kontestan tersebut memiliki potensi untuk memberikan performa yang menakjubkan ketika diberikan bahan lain sekalipun kesulitannya meningkat? Untuk itulah, adanya kesempatan kontestan tertentu yang sudah tereliminasi untuk kembali berlomba melalui mekanisme black team.

Demikian serangkaian tulisan saya ini, semoga mampu membuat Anda yang saat membacanya belum menerima kepulangan Lord Adi kini bisa menerimanya. Bagaimanapun juga, seorang petani cabai dari Tanah Datar dengan usia di atas empat puluh tahun yang menurut informasi beredar belajar memasak dari YouTube bisa bersaing dengan anak-anak muda dari kota besar yang di antaranya ada yang memang sudah berkecimpung di dunia kuliner, bahkan sampai menempuh pendidikan soal memasak. Saya tentu berharap Lord Adi tetap meneruskan kegiatan masak-memasak dan mungkin ada resep hidangan beliau yang bisa ditiru untuk memuaskan lidah saya di rumah.

Apakah Lord Adi bisa menyusul kesuksesan Anwar di industri media Tanah Air? Bisa. Kehadirannya sudah dianggap cukup menghibur, bahkan sangat menghibur dan bisa muncul trending topic berkali-kali di Twitter. Penampilannya gagah, ganteng, keren, modern, dan lebih muda dari usianya lagi. Asalkan diberikan peran yang pas di acara yang pas dan beliau bersedia untuk terus meningkatkan kemampuannya soal media, saya yakin beliau pasti bisa bertumbuh semakin besar. Memulainya dari mana ya? Film komedi mungkin pas dan bisnis media MNC Group selaku induk RCTI sudah mulai bisa menilai apakah prospek ini menguntungkan atau tidak.

Oh iya, jangan juga karena kekalahan Lord Adi ini, pecinta MasterChef Indonesia jadi malas menonton grand final. Banyak lelucon yang mengatakan bahwa Lord Adi mengalah demi memberikan jalan kepada dua putrinya, maksudnya ya memberikan kesempatan ke kontestan yang lebih muda. Semoga saja "putri tercinta" Lord Adi, alias Jesselyn yang sempat bersamanya memenangkan tantangan lomba tumpeng, bisa menjadi juara di usia 21 tahun dan menempatkannya sebagai pemenang termuda kedua dalam sejarah MasterChef Indonesia yaitu di antara Luvita dan Fani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun