Mendengar Analog Switch Off pertelevisian Indonesia, Ibu saya bingung apa itu televisi digital. Bagaimana nasib perangkat lama? Apakah harus membeli perangkat smart TV?
Televisi digital tidak harus berupa smart TV, selama bisa menangkap sinyal DVB-T2 dan bukan PAL seperti yang selama ini digunakan oleh televisi analog. Dia juga tidak membutuhkan internet untuk streaming dan gratis alias bebas iuran berlangganan. Bahkan, televisi analog lama pun bisa menikmati siarannya asalkan dipasangi set top box yang mendukung dan harganya mulai dari Rp200 ribuan saja. Sudah terjangkau, tidak perlu menimbulkan limbah elektronik pula.
Kesenjangan jangkauan dan kualitas siaran bisa dihapuskan, di mana siaran televisi digital bisa diterima selama sinyal ditangkap dan tidak tergantung pada jarak dari pemancar seperti televisi analog. Gambar dan suara yang diterima lebih baik serta bebas dari bintik-bintik atau bayangan.Â
Semua ini bisa dinikmati dengan tetap menggunakan antena UHF karena secara teknis pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk televisi analog dapat digunakan untuk penyiaran televisi digital. Berarti, tidak muncul biaya tambahan bagi Pemerintah dan industri penyiaran terkait migrasi spektrum frekuensi.
Jika teknologi yang ada dimanfaatkan dengan baik oleh lembaga penyiaran, data terkait electronic program guide alias petunjuk siaran elektronik sangat baik untuk memandu pemirsa terkait apa yang akan mereka saksikan. Misalnya jam tayang, acara apa yang akan tayang pada jam tertentu, demikian pula acara apa yang tayang sebelum dan sesudahnya.Â
Selama ini, fitur tersebut terasa mewah karena hanya tersedia untuk pelanggan televisi berbayar. Ada pula fitur untuk menegaskan batasan usia suatu program siaran dan sangat baik bagi orang tua untuk memanfaatkannya demi membatasi siaran dewasa dari mata anak-anak. Memberikan penilaian terhadap suatu acara juga bisa dilakukan secara langsung, jadi menimbulkan interaksi antara lembaga penyiaran dengan pemirsa.
Hal yang paling luas implikasinya adalah dividen digital berupa penghematan spektrum frekuensi sebanyak 112 MHz. Hal ini terjadi karena frekuensi yang semula digunakan oleh satu siaran televisi analog kini dapat digunakan oleh lima siaran beresolusi HD sampai tiga belas siaran beresolusi SD melalui sistem multipleksing.Â
Investasi infrastruktur pemancar tidak perlu lagi dilakukan oleh masing-masing lembaga penyiaran, tetapi cukup oleh penyelenggara multipleksing dan selanjutnya lembaga penyiaran cukup menyewanya.
Penghematan karena biaya investasi dan operasional lembaga penyiaran yang lebih rendah bisa dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan siaran tidak berbayar (free-to-air), memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih baik kepada para pegawai, dan meningkatkan kualitas program yang disajikan kepada pemirsa di rumah.Â
Hal ini juga membuka pintu yang lebih lebar untuk kedatangan lembaga penyiaran baru dan itu berarti adanya pembukaan lapangan kerja terkait content creation. Saya sendiri mengharapkan munculnya stasiun televisi baru yang fokus membahas soal pendidikan, hiburan anak, teknologi, bisnis, olahraga, dan hunian. Tentunya tidak maksimal jika berbagai jenis acara dipadatkan sedemikian rupa agar bisa tayang di satu stasiun televisi.
Ketika lembaga penyiaran semakin banyak keberadaannya, persaingan untuk menghadirkan konten terbaik kepada pemirsa akan meningkat dan tarif iklan mungkin disesuaikan sehingga menurunkan biaya promosi bagi usaha lainnya. Penurunan biaya promosi ini bisa digunakan untuk menambah investasi, meningkatkan kesejahteraan pegawai, dan menurunkan harga jual kepada konsumen.
Jika ditilik lebih lanjut, 700MHz sesungguhnya merupakan salah satu frekuensi yang dapat digunakan untuk mendukung jaringan 5G. Termasuk dalam low bands, frekuensi ini efektif untuk melayani banyak pengguna dengan wilayah cakupan yang lebih luas dibandingkan frekuensi di atas 1GHz (misalnya 1800MHz yang saat ini digunakan oleh Indosat Ooredoo atau 2300MHz andalan Telkomsel) dan lebih sedikit menara pemancar.Â
Memang kecepatan yang diberikan oleh low bands tidak sekencang frekuensi yang lebih tinggi, tetapi setidaknya tetap lebih cepat dibandingkan 4G LTE yang banyak digunakan sekarang ini.
Dengan lebih sedikitnya kebutuhan pemancar, lagi-lagi hal ini dapat menurunkan kebutuhan modal operator telekomunikasi untuk menghadirkan 5G ke seluruh wilayah Tanah Air.Â
Hadir lebih cepat dengan harga yang lebih murah tentu membantu konsumen yang selama ini sebenarnya hanya membutuhkan internet cepat, tetapi penggunaannya tidak besar.Â
Karena kecepatan yang dibutuhkan semulanya tidak terpenuhi oleh 4G LTE, mereka terpaksa berlangganan internet kabel. Dengan adanya 5G, mereka bisa berhemat dengan cukup membeli kuota seperlunya.
Tak sampai di situ, kehadiran 5G juga meningkatkan kelancaran pekerja work from home yang tidak terjangkau oleh internet kabel berlangganan. Ke depannya bukan tidak mungkin semakin banyak pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa datang ke kantor dan pendidikan dari mana saja tanpa datang ke kampus atau sekolah.Â
Kesenjangan terkait kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan dengan kualitas yang sama antara masyarakat di pusat kota dan pinggiran pun berkurang.Â
Ditambah lagi, lembaga pendidikan dan perusahaan dapat mengurangi kebutuhan untuk menambah ruang serta berfokus pada kebutuhan modal lainnya. Belum lagi usaha daring dengan berjualan, menjadi freelancer, sampai content creation, tentunya lebih lancar juga.
Ini semua menunjukkan bahwa peralihan ke televisi digital menghasilkan multiplier effect yang begitu luas dan signifikan. Taksirannya, PDB naik Rp443 triliun, pendapatan pajak naik Rp77 triliun, terbuka 230 ribu lapangan kerja baru, dan tercipta 181 ribu unit usaha baru.Â
Sungguh lebih baik jika peralihan ini bisa terlaksana lebih awal, misalnya ketika kita pernah berencana bermigrasi ke sistem DVB-T pada dekade lalu. Akan tetapi, lebih baik terlambat bermigrasi daripada tidak sama sekali, bukan? Rakyat lebih sejahtera, Pemerintah juga bisa memberikan lebih banyak hal untuk rakyat.
Di awal pembahasan, disebutkan bahwa televisi analog membutuhkan perangkat set top box agar tetap bisa digunakan. Bagi kaum mampu, harga ini tergolong terjangkau dan silakan ditanggung sendiri, hitung-hitung mendukung produsen dan tenaga kerja yang menyiapkan keberadaannya. Meskipun demikian, tetap ada kalangan kurang mampu yang merasa berat untuk membayarnya.Â
Tenang, Pemerintah sedang menyiapkan skema bantuan agar mereka bisa tetap menyaksikan siaran televisi. Televisi itu penting, informasi darurat mengenai keamanan dan bencana bisa disampaikan dengan cepat melalui audio dan video di sini.
Sekian cerita saya mengenai televisi digital. Sekarang saatnya bagi kita untuk mendukung peralihan ini demi diri kita sendiri maupun bangsa Indonesia secara keseluruhan dengan memastikan televisi kita sudah bisa menangkap sinyal DVB-T2 atau memiliki set top box yang mendukungnya. Tunggu apa lagi? Mari kita segera beralih!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H