Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lemesin Aja, Indonesia Tetap Harus Tertawa Walau Menghadapi Pandemi Covid-19

26 Desember 2020   15:13 Diperbarui: 26 Desember 2020   15:17 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis itu memang hobi saya, tetapi Rupiah yang dapat diperoleh juga saya harapkan di awal pandemi. Ilustrasi: dokpri

Siapapun dia, merasa tegang itu wajar. Menunggu kejelasan dari sesuatu yang tidak pasti membuat kita harap-harap cemas dan di sinilah ketegangan itu muncul. Akan tetapi, jika ketegangan itu terlalu sering terjadi dan semua hasil akhirnya sesuai harapan, itu berarti ada sesuatu yang salah dengan diri kita. Jadi, saatnya melakukan refleksi dan belajar untuk hidup lebih bahagia.

Saya sendiri lebih sering bersikap serius dan tegang, sehingga teman-teman tak lupa mengingatkan, "Santai! Senyum!" Akan tetapi, pandemi COVID-19 di tahun 2020 ini membuat saya lebih tegang lagi. Waspada itu penting, tetapi ada beberapa hal yang rasanya bisa kita tertawakan bersama.

Hidup tergesa karena takut menghadapi kondisi yang tidak diinginkan dan ternyata baik-baik saja

Tidak terbayangkan sebelumnya bahwa biarkata dipisahkan oleh jarak, komunikasi virtual tetap bisa berjalan efektif. Foto: Dokpri
Tidak terbayangkan sebelumnya bahwa biarkata dipisahkan oleh jarak, komunikasi virtual tetap bisa berjalan efektif. Foto: Dokpri

Keluarga besar kami sudah mulai memantau perjalanan virus ini sejak Tahun Baru Imlek kemarin. Lockdown di Wuhan, cepatnya penularan, dan berbagai efek samping terkait kesehatan yang timbul (bahkan bisa berujung kematian) tentu mengkhawatirkan. Implikasi lebih lanjut yang diperhatikan adalah perekonomian nasional dan global, bagaimana kami akan berjuang menghadapi situasi selanjutnya?

Nah, sejak awal studi, saya berencana lulus kuliah di semester ketujuh dengan topik skripsi yang berasal dari masalah nyata. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan jika dilakukan lockdown di Tanah Air, pembicaraan dan bimbingan awal dimulai sesaat setelah semester keenam baru dimulai. Tak sampai di situ, setiap kali memeriksa tugas peserta kelas di mana saya menjadi asistennya, usaha keras agar umpan balik bisa diberikan hari itu juga atau paling lambat besoknya terus dilakukan. Tugas pribadi berbentuk fisik, jika boleh dan bisa, secepatnya pula dikumpulkan.

Ketika akhirnya kegiatan pembelajaran berpindah ke rumah, ternyata sistem daring dapat berlangsung seoptimal ketika kami bertemu langsung. Tidak ada papan tulis untuk bertukar pikiran pun bukan masalah berarti karena bisa berbagi layar komputer lengkap dengan membagikan kontrol ke lawan bicara. Kendala teknis di awal memang ada, tetapi itu semua bisa diatasi dengan cepat. Lucunya lagi, ada satu tugas kelompok yang buru-buru dikumpulkan di hari terakhir studi tatap muka dan akhirnya harus dikirimkan ulang secara daring karena sang dosen tidak membawanya pulang. Jadi malu kan, gadget reviewer rasa gaptek!

Hal lain yang juga terjadi adalah koordinasi terkait pengumpulan tugas kelompok yang hanya dilakukan oleh satu orang perwakilan. Biasanya, kami datang lebih pagi untuk memastikan bahwa tugas siap dikumpulkan. Jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, setidaknya kami memiliki sisa waktu yang cukup untuk bergerak. Maklum, gerakan kami tidak secepat kru pit stop tim Red Bull Racing di Formula 1. 

Di masa pandemi ini, tugas seringkali dikerjakan menjelang tenggat waktu dan pengumpulannya pun mepet. Semua anggota kelompok khawatir jika kami gagal mengumpulkan tugas tepat waktu karena tidak memiliki buffer waktu tersisa. Lagi-lagi kami semua tertawa, kan hasilnya dikumpulkan secara daring dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mencetaknya. Karena kami mengerjakannya bersama-sama melalui platform kolaboratif seperti Google Docs, siapapun bisa mengumpulkannya dan tinggal memberitahu yang lain bahwa dialah perwakilannya. Gitu aja kok repot!

Masih banyak lagi cerita ketergesaan saya yang lain. Tidak tidur karena mengejar suatu pekerjaan yang ternyata deadline-nya masih lama, merespon email yang sifatnya sekadar pemberitahuan otomatis, meributkan galat di kelas online yang dihadapi oleh semua mahasiswa. Ya, kepada semua pihak yang dibuat kaget oleh ulah saya, mohon dimaafkan.

Dari sini saya belajar, hidup itu harus selow. Kata Eko Kuntadhi, lemesin aja. Selama kita percaya terhadap diri sendiri dan rekan-rekan kerja, segala masalah pasti ada solusinya dan bisa terselesaikan tepat pada waktunya.

Mengkhawatirkan lonjakan biaya yang ternyata tidak terjadi

Menulis itu memang hobi saya, tetapi Rupiah yang dapat diperoleh juga saya harapkan di awal pandemi. Ilustrasi: dokpri
Menulis itu memang hobi saya, tetapi Rupiah yang dapat diperoleh juga saya harapkan di awal pandemi. Ilustrasi: dokpri

Ketika kami melihat kebutuhan alat pelindung diri di Wuhan, terbayanglah berapa biaya tambahan yang harus digelontorkan untuk memiliki alat pelindung diri dalam beraktivitas di luar rumah. Begitu kasus pertama akhirnya harus terjadi dan diumumkan, harga masker, hand sanitizer, dan kebutuhan pokok langsung melonjak dengan ketersediaan yang menipis. Selain harus bersiap-siap menambah pengeluaran, uang kas yang dimiliki haruslah bernilai lebih besar untuk bisa membeli barang dalam jumlah yang lebih banyak.

Belum lagi kebutuhan internet yang lebih besar di rumah. Sehari-hari, saya hanya membeli kuota data untuk komunikasi dan sedikit hiburan. Butuh referensi dalam mengerjakan tugas? Datang lebih pagi ke kampus dan gunakan fasilitas WiFi gratis yang ada untuk mengunduh semuanya. Di awal masa-masa belajar dari rumah, hal yang dilakukan adalah mencari pendapatan tambahan dengan tulis-menulis di internet. Paling tidak, saya bisa memenuhi lonjakan kebutuhan kuota data karena live streaming perkuliahan dan mengikuti beberapa kursus online. Menjelang mengikuti magang online, saya semakin khawatir kalau kebutuhan kuota melonjak. Maklum, berlangganan layanan internet berbasis serat optik di lokasi saya memberikan performa kurang optimal dan terpaksa harus menggunakan operator seluler.

Hasilnya, ternyata operator yang saya gunakan menawarkan paket internet dengan kuota lebih besar dan tarif lebih murah. Lonjakan biaya terkait listrik dan kuota data itu memang ada, tetapi saya lupa bahwa kini saya tidak perlu lagi membayar ongkos transportasi sehingga ujungnya tetap saja berhemat.

Bandingkan terhadap apa yang saya lakukan di masa awal pandemi, sampai-sampai saya melakukan perhitungan matematis di sana-sini untuk memperkirakan apa yang akan terjadi berikutnya dan ditulis di artikel ini. Kata seorang dosen, memanfaatkan ilmu matematika yang dipelajari itu tidak salah, tetapi masalah kehidupan sehari-hari jangan semuanya dihitung juga dong! Hidup jadi tidak seru lagi, nerd malah.

Ketika hari diumumkannya kasus pertama COVID-19, saya juga berusaha mendapatkan masker berharga normal. Sayang, tak dapat. Ilustrasi: dokpri
Ketika hari diumumkannya kasus pertama COVID-19, saya juga berusaha mendapatkan masker berharga normal. Sayang, tak dapat. Ilustrasi: dokpri

Oh iya, saya juga berusaha mendapatkan stok masker dengan harga normal sebelum pandemi di hari kasus pertama diumumkan. Ketika saya menyadari bahwa sisa stok tinggal sedikit, langsung kacar-kacir di platform e-commerce. Pesanan sudah dibayar, tetapi tidak dikirimkan oleh penjual karena beliau tergiur memberikannya kepada mereka yang berani membayar lebih tinggi. Saya menangis kencang ketika harga masker terus meroket hingga ratusan ribu Rupiah per kotaknya. Untung saja tidak ikut membeli, sekarang ketersediaannya sudah cukup banyak dan harganya terjun cukup dalam. Mengingat aktivitas masih dilakukan di dalam rumah, stok masker yang lama masih tersisa bahkan sampai setelah saya membeli stok tambahan. Andaikan panik di awal, bisa dibayangkan tekor bandar-nya!

Jawaban untuk semua cerita di atas, lagi-lagi lemesin aja. Realistis dan reaktif terhadap keadaan itu tidak salah, tetapi kalau menjadi panik sampai kehilangan akal sehat juga itu salah. Berpikir dengan matang dari segala aspek itu penting agar keputusan yang diambil tepat. Lagipula, hidup itu seharusnya mengalir seperti air kan?

Selama kita hidup dengan bijak dan bekerja keras, kesusahan hari ini hanya berlangsung untuk hari ini. Cukup lakukan yang terbaik dan serahkan hari esok kepada Sang Pencipta. Pemerintah tentunya juga tidak akan membiarkan rakyatnya menderita kan?

Tetap produktif itu penting, tetapi jangan biarkan mood diri hancur berantakan

Berusaha tetap produktif itu harus, tetapi menjaga perasaan hati juga penting agar kerja otak tetap cemerlang. Ilustrasi: Dokpri
Berusaha tetap produktif itu harus, tetapi menjaga perasaan hati juga penting agar kerja otak tetap cemerlang. Ilustrasi: Dokpri

Setiap orang memiliki cerita kehidupannya sendiri. Sebelum pandemi, saya menerapkan manajemen waktu yang ketat. Di manapun saya bisa belajar dan bekerja, hal itu akan dilakukan. Bercanda dengan teman-teman yang lain tetap dilakukan, tetapi mata dan tangan tertuju pada hal yang sedang diperhatikan. Di momen tertentu, saya bisa menyisihkan cukup banyak waktu luang untuk memahami apa yang terjadi di luar bidang minat saya.

Ketika berpindah ke rumah dan segala aktivitas berlangsung lebih lama, terkadang kepercayaan diri itu runtuh. Merasa diri tidak seproduktif di hari-hari sebelum pandemi dan melihat orang-orang yang sebelumnya tergolong santai tetapi tiba-tiba menjadi jauh lebih produktif. Saya mencoba meningkatkan produktivitas saya dan melakukan lebih banyak hal. Malam ditembus, mood pun tidak terjaga.

Alhasil, di awal pandemi saya malah terserang penyakit. Saya pun menjadi panik karena takut terkena virus, meskipun hampir tidak pernah keluar rumah. Akhirnya, saya menemukan unggahan seorang teman yang mengingatkan bahwa kesehatan fisik dan mental jauh lebih penting dibandingkan terhadap beradu produktivitas. Saya juga menyadari bahwa saya berusaha produktif juga, tetapi dengan cara yang berbeda yaitu tulis-menulis. Benar kata orang, rumput tetangga itu selalu terlihat lebih hijau.

Beberapa rekan saya juga mengingatkan bahwa lakukan saja apa yang penting dan jangan sampai pikiran menjadi kacau balau. Waktu luang yang tersedia sebaiknya digunakan untuk beristirahat, seruput kopi dulu, dan memastikan agar mood terjaga sebelum menghadapi tantangan berikutnya yang lebih besar. Dan benar saja, tak lama kemudian datanglah kegiatan yang lebih sibuk dan menantang.

Menarilah dan terus tertawa

Intinya, agar kita tetap sehat, bahagia, dan produktif selama menghadapi masa pandemi ini, caranya simpel. Indonesia hanya butuh tertawa dalam menghadapi segala sesuatunya. Pandanglah segala sesuatu dari perspektif yang positif dan apresiasi setiap pencapaian kecil yang kita peroleh. Jangan tegang seperti saya, membuat pikiran sendiri dan orang lain jadi kalut!

Bagi Anda yang beraktivitas dari rumah, nikmatilah waktu yang ada untuk berkumpul bersama keluarga. Tetaplah berkomunikasi dengan rekan dan saudara, sekalipun hanya untuk menanyakan kabar dan bersenda gurau. Tidak perlu malu untuk mencari hiburan di jejaring sosial, demikian pula dengan jalan-jalan virtual jika Anda tidak merasa nyaman untuk bepergian ke luar rumah. Stay safe, stay healthy, dan selamat bersiap-siap menyongsong tahun 2021. Menutup tulisan ini, berikut saya kutip penggalan lirik lagu "Laskar Pelangi" dari Nidji agar kita semua bisa tertawa lepas.

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa
Cinta kita di dunia
Selamanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun