Hidup memang mengalir seperti air, perlu dihadapi dan segala pelajarannya dijadikan sebagai pengalaman. Akan tetapi, bekal pengetahuan yang cukup tentu lebih baik agar bisa memposisikan diri dengan tepat dan tidak terjerumus dalam kondisi negatif jika lingkungannya kurang baik.
Di sekolah, kami baru mulai diperkenalkan soal pendidikan seksual sejak kelas 6 SD, kehidupan asmara sejak kelas 2 SMP, dan kehidupan berkarir sejak kelas 1 SMA. Seiring majunya peradaban, waktu-waktu ini mungkin bisa dibilang terlambat untuk mempersiapkan masa depan yang baik dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Untungnya, ibu saya sudah memberikannya secara bertahap sejak dini.
Sama seperti poin sebelumnya, ibu menjauhi penjelasan teoritis dan filosofis. Pengalaman hidupnya, berita di media massa, dan buku-buku biografi menjadi bahan untuk didiskusikan bersama. Tidak jarang pula ibu mengundang kenalannya yang bersedia memberikan cerita untuk menambah sudut pandang.
Terima kasih ibu, engkau begitu luar biasa dan komplit. Tidak hanya menjadi sekolah pertama, tetapi juga memberikan durasi pendidikan terpanjang yang tidak ada habisnya. Dengan latar belakang dan karakter anak yang berbeda, ibu-ibu lainnya belum tentu cocok dengan gaya mendidik ibu saya. Akan tetapi, satu hal yang pasti adalah peran kalian begitu penting dalam mendidik anak-anak kalian menjadi generasi penerus bangsa yang luar biasa dan kalian pasti bisa mewujudkannya dengan caranya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H