Pertama kali menggunakan internet pada 2007, saya masih mengandalkan warnet. Mulai tahun 2011, fasilitas sendiri bermodalkan internet seluler mulai digunakan karena peningkatan frekuensi penggunaan, waktu penggunaan yang tidak beraturan, dan kebutuhan kuota yang belum terlalu besar.Â
Sebagian besar waktu pun habis di luar rumah sehingga memiliki koneksi yang hanya bisa dinikmati di rumah bukanlah pilihan yang tepat. Ditambah lagi, fleksibilitas diperoleh dengan layanan seluler, tidak ada durasi berlangganan minimum alias langsung tinggalkan jika lemot!
Penyaluran kesenangan pun bisa menghasilkan. Rekan lainnya mungkin memiliki caranya sendiri, bisa dengan berjualan daring, menyediakan jasa pekerja lepas, mengunggah konten paid promote dan endorsement, menjual foto bidikannya di ShutterStock, serta mengandalkan iklan AdSense dari konten buatannya.
Biaya pun meningkat dan langganan internet kabel menggoda, tetapi tempat tinggal tidak memungkinkan untuk pemasangannya. Jika memungkinkan pun, tentunya saya berkeberatan menerima kehadiran petugas yang tentunya meningkatkan risiko penularan penyakit. Jadilah berlanjut dengan internet seluler.
Keluhan kepada pengelola sudah disampaikan, tetapi layanan tak kunjung membaik dan teknisi juga tak datang ke rumah. Baik yang bekerja maupun yang bersekolah, kegiatannya sangat sering terganggu dan sekali gangguan bisa memakan waktu sampai hitungan jam.
Belum lagi, asal mati listrik, modem pun mati sehingga koneksi internet putus padahal aktivitas tetap harus berjalan melalui ponsel dan laptop. Daya jangkau modem juga terbatas khususnya pada rumah dengan banyak sekat sehingga pengguna harus duduk di dekat modem untuk memeroleh kecepatan terbaik.Â
Sedangkan, berada di rumah terus-menerus tentu menimbulkan kebosanan dan pengguna pastinya ingin berpindah-pindah lokasi untuk mengembalikan semangat jika memungkinkan. Kondisi ini terus terjadi sehingga lama-lama mereka lebih mengandalkan tethering dari ponsel.