Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengembalikan Kejayaan Petani dan Sektor Pertanian di Negeri Agraris

3 Mei 2019   18:10 Diperbarui: 3 Mei 2019   18:24 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret dari lahan pertanian yang tersisa di Ibu Kota dan terus terkikis oleh pembangunan properti. Foto dipotret oleh Aditya Fajar Indrawan untuk Detikcom.

Menengok kembali debat Pilpres terakhir, Indonesia patut berduka. Dikenal sebagai salah satu negara agraris, kini kita justru banyak mengimpor produk pertanian. Dulu pernah swasembada beras di masa Orde Baru sampai mengekspor dan menyumbangkannya ke luar negeri, kini kita justru mengimpor beras, jagung, gula, dan banyak komoditas pertanian lainnya. 

Waktu telah banyak berlalu, lahan pertanian kita terus berkurang, kebutuhan kita terhadap produk pertanian meningkat, dan banyak petani belum mengikuti modernisasi. Alhasil, kita bergantung pada luar negeri dan harga komoditas pertanian menjadi rentan berfluktuasi mengikuti pergerakan kurs.

Empat tahun terakhir, Kementerian Pertanian memang berhasil menjadikan kondisi yang ada lebih baik. Inflasi bahan makanan kita turun, ekspor pertanian naik, deregulasi sukses meningkatkan investasi dan nilai produksi pertanian, kesejahteraan petani meningkat, serta terjadinya reformasi birokrasi pertanian tanpa gratifikasi. Ke depannya bagaimana pertanian Indonesia menghadapi tantangan zaman?

Regenerasi petani

Hal pertama yang harus ditangani adalah regenerasi petani. Jumlah petani yang bekerja sekarang semakin hari semakin berkurang seiring penuaan usia, belum lagi faktor lain terkait kesejahteraan. Tidak terjaminnya masa depan keluarga membuat banyak petani memilih untuk menjual lahan garapannya kepada pengembang (jika memiliki) dan berurbanisasi menjadi buruh di kota besar.

Hal ini diperparah dengan banyak sarjana pertanian yang justru tidak mengabdi di bidangnya. Beberapa di antara mereka yang saya kenal justru mengajar biologi di sekolah, menjadi narablog, berjualan, dan masih banyak lagi. Mereka yang benar-benar bekerja sesuai kompetensinya pun mengabdi pada perusahaan besar, bukan sebagai wirausaha pertanian. Alasannya, tingginya modal untuk mengakuisisi lahan, risiko tinggi kegagalan panen, dan tidak terjaminnya kesejahteraan. Generasi penerus yang pintar lebih memilih untuk mempelajari bidang lain, misalnya ilmu aktuaria atau ilmu data.

Ke depannya, saya merasa Pemerintah perlu menjanjikan kesejahteraan yang lebih kepada para petani. Mereka perlu mendapatkan perhatian lebih terkait kredit kepemilikan lahan dan modal usaha serta jaminan pendidikan dan kesehatan keluarga. Pemerintah juga perlu melindungi para petani yang masih ingin berkarya dalam menghadapi akuisisi lahan mereka oleh korporasi.

Untuk memastikan kita memiliki petani yang berkompeten, kita perlu menjaring mereka yang memiliki pengetahuan dan minat mumpuni di bidang ini sejak kecil. Selanjutnya, mereka bisa ditawarkan program beasiswa pendidikan pertanian di lembaga pendidikan ternama (misalnya saja Universitas Indonesia atau Institut Pertanian Bogor) dengan kewajiban untuk bertani secara modern pasca kelulusan bisa dipertimbangkan dan tentunya modal awal bertani disediakan terlebih dahulu oleh Pemerintah.

Perbaikan infrastruktur pertanian

Berbeda dengan korporasi bermodal besar yang justru kita harapkan mampu berkontribusi membangun infrastruktur, petani individu justru perlu didukung dengan infrastruktur yang memadai agar mereka bisa segera menghasilkan dan hidup sejahtera. 

Pemerintah perlu membangun sarana irigasi dan bendungan yang baik untuk menjamin pengairan sepanjang tahun, juga jalan untuk distribusi alat, bahan, dan hasil pertanian. Salah satu masalah pertanian di Indonesia adalah ketidakstabilan harga dan ketidaksesuaian antara waktu produksi dengan waktu komoditas dibutuhkan. Oleh karena itu, Pemerintah perlu memfasilitasi gudang dan sarana pengawetan yang baik juga.

Dengan infrastruktur yang lebih baik, kita berharap petani memiliki akses lebih luas terhadap bibit unggul dan pupuk berkualitas dengan harga yang lebih murah, pengairan yang stabil untuk kualitas hasil panen, mengurangi tingkat gagal panen, hasil panen yang lebih banyak dan lebih cepat, ketahanan komoditas yang lebih lama, serta proses distribusi yang lebih cepat sehingga ketahanan pangan terjamin, harga komoditas stabil, dan kelak kita tidak perlu lagi mengimpor komoditas pertanian.

Modernisasi pertanian

Zaman sekarang, kita ada di era teknologi yang sudah berkembang dan matang. Tepatnya, kita sudah menginjak era Revolusi Industri 4.0, bahkan mungkin akan segera maju lagi ke era Revolusi Industri 5.0. Dengan menguasai teknologi informasi, kita bisa membuat proses pertanian lebih efektif dan efisien.

Dulu, produsen ponsel Nokia pernah menghadirkan informasi cuaca melalui aplikasi Nokia Life Tools. Ketika internet kini bisa memberikan informasi lebih interaktif dalam waktu lebih cepat, tentu kita perlu memperluas akses petani kepada ponsel pintar dengan aplikasi informasi dan edukasi pertanian. 

Untuk itu, Pemerintah perlu menyediakan basis data yang mumpuni, aplikasi yang mudah dipahami dan dioperasikan, akses petani terhadap ponsel pintar dan paket data yang murah, serta jaringan internet yang memadai di daerah pertanian. Saya berharap aplikasi tersebut dibuat sendiri oleh pengembang lokal dan menggunakan server dalam negeri agar data pertanian kita tidak dimanfaatkan oleh pihak asing.

Urusan membajak sawah juga tak lagi mengandalkan jasa hewan yang tentu saja lebih lama dan melelahkan, tetapi diganti dengan penggunaan traktor. Selain itu, pesawat tanpa awak atau drone patut untuk dilirik. Drone memiliki banyak manfaat untuk pertanian, antara lain menebar bibit, menyiram air, menyemprot pestisida, sampai melakukan pemantauan kondisi lahan dengan foto. Dengan demikian, petani tidak perlu capek-capek berkeliling sepanjang hari.

Ekspor produk pertanian

Setelah memaksimalkan kuantitas hasil pertanian, kita juga harus memastikan para petani mengetahui dan mampu memproduksi komoditas dengan kualitas sesuai standar internasional melalui edukasi yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan lembaga terkait. Dengan demikian, ekspor pertanian kita bisa meningkat dan diterima oleh dunia internasional. Birokrasi untuk perizinan ekspor juga harus dipermudah dengan durasi yang lebih singkat dan biaya yang lebih hemat.

Demikian empat hal yang perlu diperhatikan dalam memajukan pertanian Tanah Air. Kita berharap kelak kita kembali mampu menjadi negara yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan akan komoditas pertanian, mampu meningkatkan kembali perannya terhadap perekonomian, dan mendatangkan lebih banyak devisa dengan meningkatkan ekspor serta menurunkan impor. Sebagai negara agraris, mari kita kembalikan kejayaan petani dan sektor pertanian di Tanah Air tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun