Ketiga, bagaimana dengan jam mandi pekerja? Di negara tropis seperti Indonesia, kita disarankan mandi sebanyak dua hingga tiga kali sehari dengan mandi terakhir sebelum jam enam sore untuk menghindari rematik dan penyakit jantung. Kekurangan mandi meningkatkan risiko panas dalam, flu, sampai kesulitan tidur dan berkonsentrasi, belum lagi tubuh merasa tidak nyaman dengan debu dan keringat yang menempel. Jika jam kerja ditambah, tentulah keberadaan kamar mandi yang memadai sangat diperlukan untuk membersihkan tubuh para pekerja.
Keempat, perpanjangan jam kerja adalah berita negatif untuk calon tenaga kerja baru. Ketika jumlah pekerjaan terus meningkat dan kemampuan manusia untuk menyelesaikannya tak bisa mengikuti, tentu perusahaan membuka lowongan tenaga kerja baru. Kemajuan teknologi di bidang data science, programming, dan robotik perlahan mulai menggerogoti pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh manusia. Dengan perpanjangan jam kerja, kebutuhan akan tenaga kerja baru semakin berkurang dan perusahaan sebisa mungkin tidak akan merekrut yang baru. Membayar gaji tambahan dari pegawai yang ada sudah cukup membebani, apalagi gaji pegawai baru?
Kelima, apa kabar pengembangan kompetensi diri setelah bekerja? Berkumpul bersama keluarga, bersosialisasi, dan menghibur diri masih bisa dilakukan di hari Minggu, itu pun jika anak Anda tidak sibuk sendiri dengan tugas sekolah atau kuliahnya. Masalahnya, tidak ada perguruan tinggi dan lembaga pendidikan profesi membuka kelasnya. Hal ini cukup menyedihkan bagi mereka yang selama ini bisa mengambil pendidikan lanjutan di sore dan malam hari tanpa perlu melepaskan pekerjaan, kini harus memilih di antara keduanya.
Akan tetapi, kita tidak perlu terlalu khawatir bahwa Indonesia akan asal menerapkan sistem 996 ini. Dengan ketersediaan tenaga kerja yang cukup banyak dan jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan, rasanya kita belum perlu mengadopsi sistem ini. Jika ingin meningkatkan produktivitas, etos kerja kitalah yang sebenarnya harus dibenahi.
Pertama, datanglah lebih awal untuk mempersiapkan alat tulis, perangkat komputer, dan dokumen yang akan digunakan. Tujuannya agar ketika jam kerja dimulai, kita langsung mengerjakan apa yang harus dikerjakan dan pemanfaatan jam kerja menjadi lebih efektif. Datang lebih pagi pun terbilang menyenangkan karena kita tidak khawatir terlambat dan lalu lintas masih cukup lengang. Jauhkan kebiasaan datang pas-pasan apalagi terlambat. Begitu juga ketika akan pulang, berhentilah bekerja setelah jam kerja benar-benar berakhir dan bukannya sibuk membereskan meja kerja lebih awal agar bisa pulang tepat waktu alias tenggo.
Kedua, hindari hal-hal yang tidak perlu dan tidak seharusnya dilakukan selama bekerja. Selama hal tersebut tidak penting, fokuskan diri pada pekerjaan yang harus diselesaikan dan bukan malah sibuk mengobrol dengan teman sekantor, menyajikan secangkir teh atau kopi di pantry, atau bermain ponsel. Anda dibayar untuk bekerja secara efektif dan menyelesaikan pekerjaan selama jam kerja, bukan menundanya ke keesokan harinya atau sengaja lembur demi mendapatkan uang lembur.
Ketiga, buatlah prosedur kerja pribadi yang simpel dan catat hal-hal yang sering dilakukan sekaligus sering juga dilupakan. Dengan demikian, Anda tidak menghabiskan banyak waktu untuk mengingat ulang sesuatu yang terlupakan. Demikian pula untuk pekerjaan berulang yang bisa dilakukan melalui otomatisasi komputer, mengapa harus dilakukan manual?
Keempat, bersikap bijaksana terhadap penggunaan jam istirahat. Berhentilah bekerja setelah jam istirahat itu datang dan siap kembali bekerja sebelum jam istirahat berakhir, bukan keluar terburu-buru dan masuk terlambat. Di zaman seperti sekarang, tidak seharusnya Anda terlambat karena terlalu lama mengantre makanan. Jika Anda tidak ingin menyantap makanan di kantin kantor, tersedia layanan pesan antar sehingga Anda tidak harus datang sendiri untuk membeli makanan dan biayanya bisa berpatungan dengan rekan kerja yang ingin membeli makanan di tempat yang sama.
Jika negara tetangga ingin menerapkan sistem 996, tentu kita tidak bisa mengintervensi mereka untuk membatalkannya karena pasti sudah dipertimbangkan dengan matang terkait kondisi dan kebutuhan di sana. Akan tetapi, Indonesia tidak perlu ikut-ikutan dan harus lebih mengutamakan peningkatan efektivitas kerja dengan melihat contoh seperti Swedia yang bisa maju meski hanya bekerja enam jam per hari dan masih menjadi negara keenam paling kompetitif di dunia. Dengan demikian, pekerja kita tetap mampu hidup manusiawi dan memajukan kesejahteraan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H