Jika tidak memiliki caleg yang dikenal baik dan bereputasi baik, disarankan bisa memilih tokoh publik yang menurut Anda boleh dijadikan panutan atau mencari referensi dari pemilih lain. Mentok? Meski tentu diharapkan Anda memilih seorang caleg secara spesifik, jika tak punya pilihan pada orang tertentu rasanya masih lebih baik memilih partai yang sevisi dan semisi dengan Anda dibandingkan menjadi golput, bukan?
Untuk apa pilih Presiden? Kan yang buat kebijakan legislatif?
Pemilu kali ini adalah Pemilu serentak yang artinya peluang bahwa pemimpin negara dan penguasa parlemen tidak berasal dari koalisi yang sama tentu meningkat. Dengan demikian, tarik-ulur pembuatan kebijakan antara eksekutif dan legislatif bisa lebih alot. Jika kekuasaan lebih besar untuk membuat kebijakan ada pada pihak legislatif, untuk apa kita memilih eksekutif? Jika inisiatif eksekutif banyak dijegal oleh legislatif, apa gunanya keberadaan pihak eksekutif? Ya, tidak demikian juga.
Sejak awal, legislatif dan eksekutif memiliki perbedaan fungsi di mana pihak eksekutif merumuskan permasalahan teknis atas pelaksanaan kebijakan legislatif. Bagaimana eksekutif ini menerapkan ketentuan yang ada dalam menyelesaikan permasalahan bangsa juga penting.
Sulit untuk mengurus dokumen demi bisa mencoblos di luar daerah di KTP
Untuk poin ini, saya juga sulit untuk bicara dan saya hanya menawarkan dua solusi. Pertama, demi keakuratan data kependudukan, mengapa kepindahan domisili yang bersifat permanen tidak diikuti dengan kepindahan wilayah KTP? Saya mengerti bahwa proses perpindahannya tidak mudah dan cukup menyita waktu, tetapi ini lebih baik dibandingkan berbagai kepusingan akibat ketidaksesuaian data dan tidak hanya seputar masalah pemilihan umum. Peran Pemerintah dalam mempermudah proses birokrasi yang ada, khususnya menghadapi permintaan surat keterangan dari pimpinan RT/RW yang seringkali sulit ditemui dan menjadi bagian paling "beban" dari keseluruhan proses.
Kedua, kita tahu bahwa KPU akan menyediakan surat suara tambahan dalam jumlah yang terbatas sehingga seringkali mereka dalam kelompok "pindahan" ini tidak mendapatkannya akibat sudah habis digunakan oleh pemilik suara yang memiliki KTP dan menggunakan hak suaranya di tempat yang sama.
Agar tidak perlu repot dengan surat-menyurat terkait perpindahan tempat penggunaan hak suara dan penyediaan surat suara tambahan, Pemilu digital harus segera dikembangkan dan disempurnakan agar kita bisa menggunakannya secepat mungkin. Prinsipnya tetap sama yaitu kita harus mencoblos di TPS dengan kehadiran para saksi, tetapi tidak perlu sesuai dengan tempat pembuatan KTP dan membawa formulir.Â
Surat suara digantikan dengan layar sentuh untuk mengurangi kemungkinan salah cara mencoblos dan tidak sahnya suara, juga mengurangi kemungkinan kurangnya surat suara dan bahan kertas itu sendiri yang kurang ramah lingkungan. Sistem verifikasi yang semula memanfaatkan komputer diganti dengan foto interaktif dan pemeriksaan sidik jari sehingga bisa dipastikan suara digunakan hanya sekali oleh pemilik suara itu sendiri, juga memberikan fleksibilitas untuk bisa menyalurkan suara di mana saja tanpa harus sesuai tempat pembuatan KTP. Bagaimana dengan caleg yang dipilih? Tentu disesuaikan dengan tempat pembuatan KTP, misalnya warga Cikarang yang menyalurkan suara di Jakarta tetap diberikan pilihan caleg di dapil Cikarang.
Inovasi ini saya harap tidak hanya terjadi untuk Pemilu serentak dalam memilih anggota legislatif dan eksekutif tingkat pusat, tetapi juga dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Tentunya sistem ini baru bisa bekerja dengan baik jika kita bisa membuat pilkada secara serentak untuk seluruh kabupaten/kota dan provinsi pada tanggal yang sama, tentunya dengan menyelesaikan terlebih dahulu permasalahan penyesuaian masa jabatan.
Besok adalah hari Pemilu, besok adalah sejarah baru dalam pesta demokrasi kita, besok sudah selayaknya kita ikut menyalurkan hak suara demi Indonesia yang lebih baik selama lima tahun ke depan. Masa depan ada di tangan kita dan sekalinya terpilih, kita tak bisa lagi mengganti mereka sampai Pemilu berikutnya. Jadi, jangan sampai menyesal dengan menjadi golongan putih. Lebih jauh lagi, tentu kita berharap Pemilu ke depan akan lebih baik lagi. Terima kasih telah membaca dan semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H